Fundamental Pundit

Saham TECH Sudah Anjlok 90%, Valuasi Masih Mahal Banget!

CNBC Indonesia Research, CNBC Indonesia
20 February 2023 13:55
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
  • Saham TECH Sempat Menjadi Bagian dari Euforia Teknologi sepanjang 2021.
  • Harga saham sudah anjlok hampir 90%, valuasi TECH masih tetap kemahalan.
  • Ekonomi digital punya prospek cerah, tetapi persaingan ketat bisa menjadi hambatan TECH ke depan.

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten teknologi PT Indosterling Technomedia Tbk (TECH) adalah salah satu contoh saham dengan valuasi setinggi langit yang sempat melesat selama 2021-2022 lalu.

Bermodalkan "mantra" perusahaan teknologi tak perlu taat dengan metode valuasi tradisional, investor sempat merasakan euforia kenaikan saham TECH ke angka Rp9.500-an pada akhir 2021.

Bahkan, investor tetap kalap dengan TECH yang punya metrik valuasi price-to earnings ratio (PER) yang berada di level 2.200-an kali dan price-to book value (PBV) di angka 195 kali waktu itu. Angka yang sangat tinggi.

Latar makro dari 'kegilaan' itu adalah lonjakan saham teknologi di era kebijakan easy money bank sentral.

Para spekulan pada saat itu berusaha memburu saham teknologi, termasuk bank digital, tanpa begitu mengindahkan metrik-metrik fundamental tertentu.

Waktu berlalu, harga saham teknologi, termasuk TECH, pun berguguran di tengah kondisi makro yang membebani-mulai dari inflasi dan suku bunga tinggi, disrupsi rantai pasok, hingga normalisasi pasca-Covid.

Saat ini, harga saham TECH berada di angka Rp1.025/per saham, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per sesi I, 17 Februari 2022. Artinya, saham TECH sudah 'terjun bebas' dari level tertinggi sebesar hampir 90%.

techFoto: Refinitiv

Memang, bagi investor yang memegang saham TECH sejak penawaran saham perdana (IPO) pada Juni 2022 di harga penawaran Rp160/saham, penurunan tajam saham ini bukanlah perkara besar.

Kabar tidak enaknya, usai anjlok hampir 90% dari level tertingginya, valuasi TECH tetap mahal.

Saat ini saham TECH diperdagangkan 522 kali di atas laba per sahamnya (PER) dan hampir 21 kali di atas nilai bukunya (PBV).

Rasio harga saham dibandingkan dengan pendapatan (PSR, P/S ratio) TECH juga kemahalan, di atas angka 1. Investor rela merogoh kocek 58 kali lebih tinggi untuk setiap 1 rupiah yang perusahaan dapatkan dalam penjualan.

Ketiga rasio tersebut di atas rerata industri. PER industri sebesar 26 kali, PBV industri 5,10 kali dan PSR industri 2,22 kali.

Dibandingkan dengan sejumlah emiten teknologi RI lainnya yang memiliki irisan lini bisnis sama-misalnya point of sale (POS)--TECH juga overvalued.

Saham PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk (CASH), misalnya, punya PSR 1,35 kali dan PBV 1,31. Walaupun, catatannya, CASH membukukan rugi bersih sehingga angka PER negatif.

Nama lainnya, PT Kioson Komersial Indonesia Tbk (KIOS) diperdagangkan dengan PER 29,29 kali dan PBV 0,67 kali, sedangkan PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk (DIVA) memiliki PER 21 kali dan PBV0,54 kali. PSR keduanya juga di bawah 1 kali, yakni KIOS 0,35 kali dan DIVA 0,24 kali.

Kinerja keuangan TECH juga kurang menggembirakan. Laba bersih perusahaan turun 39,60 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp1,85 miliar per 30 September 2022.
Padahal, perseroan berhasil membukukan kenaikan pendapatan bersih menjadi Rp16,59 miliar hingga akhir kuartal III 2022, naik 9,97% yoy dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Penjualan perangkat lunak dan segmen jasa dan pemeliharaan menjadi andalan perusahaan, masing-masing menyumbang Rp9,23 miliar dan Rp7,31 miliar selama periode Januari-September 2022. Penjualan perangkat keras hanya berkontribusi sebesar Rp34,24 juta.

Biang kerok penurunan laba bersih TECH adalah membengkaknya beban perusahaan, terutama beban pemasaran, umum, dan administrasi serta beban lainnya
Arus kas operasional TECH juga minus Rp2,11 miliar seiring meningkatnya pembayaran kepada pemasok yang sebesar Rp10,96 miliar (periode sebelumnya Rp7,49 miliar) yang tidak diimbangi penerimaan dari pelanggan yang hanya Rp11,82 miliar (turun dari posisi 30 September 2021 sebesar Rp14,07 miliar).

Fokus Bisnis Indosterling

Bagian dari IndoSterling Group, TECH berdiri pada 2011 dan berfokus pada teknologi.

Perusahaan mengembangkan portofolio dari berbagai teknologi informasi (TI) dan perusahaan digital, serta melayani beragam pasar B2B.

Perusahaan yang dikendalikan pengusaha dan sosok yang sudah malang melintang di pasar saham RI, Sean William Henley, tersebut memiliki 6 anak usaha yang semuanya beroperasi sejak 2018.

Indosterling memiliki 6 lini bisnis, yaitu digital publishing, point of sales (POS) atau aplikasi kasir, IT Consulting & Development, platform pasar keuangan, hyperlocal directory, dan learning management service.

Produk-produk milik Indosterling Technomedia, di antaranya media digital PingPoint, website perencanaan keuangan Duitologi, media fesyen Mancode.id, portal berita terkait karir Karir GoGo.

Produk lainnya, aplikasi kasir atau Point of Sale (POS) bernama KAWN yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan industri F&B, platform belajar mandiri Edufecta, platform analisis saham Stockmap, hingga platform algoritma cerdas untuk tren pasar keuangan Sterling Alpha.

Prospek ke Depan

Bertumpu pada segmen digital sebagai tulang punggung, prospek ekonomi internet RI memang terbilang cerah.

Pemerintah RI juga terus mendorong transformasi digital di berbagai sektor dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional. Ditargetkan nilai ekonomi digital Indonesia pada 2030 dapat tumbuh 5 kali lipat yakni tembus USD 380 Miliar.

Hanya saja padatnya para pemain teknologi, termasuk startup raksasa, akan menjadi pekerjaan rumah bagi Indosterling.

Sebut saja, segmen POS atau aplikasi kasir sudah dihuni oleh banyak pemain besar, termasuk Moka besutan raksasa teknologi GoTo Group (GOTO).
Sejak April 2020, Moka sudah tergabung dalam ekosistem Gojek (atau kini GoTo Financial).

Pesaing aplikasi kasir KAWN besutan TECH juga bermunculan dari emiten sejenis, macam Cashlez milik CASH dan Pawoon milik DIVA.

Selain nama-nama di atas, jasa POS lainnya adalah Olsera, Qasir, Majoo hingga iSeller.

Untuk segmen media digital, entah itu berbasis pencarian karir hingga fesyen, TECH juga bakal banyak menghadapi pemain tradisional dan startup media lainnya. Sebuah persaingan sengit.

Melihat hal di atas, dengan kinerja saham yang terus dalam tren menurun (downtrend), valuasi yang sangat mahal, fundamental yang kurang solid, serta kabar teranyar pengendali perusahaan beberapa kali melego saham miliknya, melepas saham TECH bisa menjadi keputusan yang tepat.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(RCI/pap)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation