Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air mencatatkan kinerja yang beragam pada perdagangan Rabu kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah, mata uang garuda kembali melemah, serta imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) kembali turun.
Pada perdagangan Kamis (19/1/2023), pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur BI akan menjadi perhatian utama. Selain itu beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar hari ini di bawah pada halaman 3.
Indeks Acuan Tanah Air kembali berakhir di zona merah memangkas perdagangan 2 hari beruntun di pekan ini. IHSG ditutup di zona merah dengan koreksi tipis 0,02% di posisi 6.765,78.
Jalan terjal cukup dilalui IHSG pada perdagangan kemarin, setelah sempat berada di zona hijau di sesi I, indeks sempat jatuh cukup dalam, kemudian memangkas perlemahan di sesi II.
Para pelaku pasar tengah fokus menanti pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI). Saat ini pelaku pasar mulai berekspektasi Bank Indonesia (BI) akan melonggarkan kebijakan moneter agresifnya dengan menahan suku bunga acuan pada bulan ini.
Nilai transaksi IHSG kemarin mencapai Rp 10,44 triliun dan melibatkan 22,56 miliar saham dan berpindah tangan 1,16 juta kali.
Sementara, investor asing juga tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) jumbo senilai Rp 204,84 miliar di pasar reguler.
Statistik perdagangan menunjukkan ada 229 saham yang mengalami penguatan, 279 saham melemah dan 200 saham stagnan.
Empat saham raksasa (big four) terpantau bergerak bervariasi pada di mana variasinya saham bank raksasa membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung 'galau'.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) terpantau melemah 0,56%, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) ambles lebih dari 2%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) melemah 0,3%. Hanya PT Bank Rakyat Indonesia(Persero) Tbk (BBRI) yang tercatat menghijau dengan apresiasi 0,88%.
Secara sektoral, sektor industri memimpin perlemahan sebesar 0,74% pada perdagangan kemarin, posisi kedua disusul oleh sektor basic materials dengan perlemahan 0,73%, dan sektor finansial melemah 0,29%.
Pergerakan Indeks acuan Tanah Air justru berlawanan arah dengan mayoritas bursa Asia-Pasifik. Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup di zona hijau pada perdagangan Rabu (18/1/2023), setelah bank sentral Jepang memutuskan untuk tidak merubah kebijakan suku bunga ultra longgarnya dan merubah kebijakan kontrol imbal hasil.
Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melejit 2,5% ke posisi 26.791,1, Hang Seng Hong Kong menguat 0,47% ke 21.678, Shanghai Composite China naik tipis 0,01% ke 3.224,41, Straits Times Singapura bertambah 0,28% ke 3.289,55, dan ASX 200 Australia terapresiasi 0,1% menjadi 7.393,4.
Sedangkan untuk indeks KOSPI Korea Selatan ditutup melemah 0,47% ke 2.368,32 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir turun tipis 0,02% menjadi 6.765,79.
Selanjutnya, Mata uang garuda sukses menguat melawan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin, mendekati lagi level psikologis Rp 15.000/US$. Perhatian rupiah memang tertuju pada pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) esok hari.
Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.085/US$ menguat 0,49% di pasar spot. Sebelumnya rupiah sempat menyentuh Rp 15.060/US$.
Terakhir, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia atau Surat Berharga Negara (SBN) berbalik menurun pada perdagangan Rabu (18/1/2023), menandakan bahwa harga SBN cenderung naik.
Untuk diketahui, pergerakan harga obligasi berbanding terbalik dengan yield. Ketika yield turun, maka harga akan naik, begitu juga sebaliknya. Saat harga naik, artinya ada aksi beli atau koleksi oleh investor
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 5 tahun menjadi yang paling besar penurunan yield-nya pada hari ini, yakni sebesar 7,1 basis poin (bp) ke posisi 6,422%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara juga turun 6,8 bp menjadi 6,716%.
Tiga indeks utama Wall Street gagal mempertahankan penguatan dan ditutup ambles pada perdagangan Rabu (18/1/2022) setelah rilis data penjualan retail yang mengecewakan, sementara itu PHK 10.000 karyawan oleh Microsoft memberikan sentimen negatif dan sukses membuat sahamnya turun lebih dalam.
Dow Jones Industrial Average turun 613,89 poin atau 1,81% menjadi 33.296,96, sementara S&P 500 ambles 1,56% menjadi 3.928,86, sekaligus level terendah sejak 15 Desember, dan Nasdaq Composite jatuh 1,24% berakhir di posisi 10.957,01, menghentikan kenaikan 7 hari beruntun.
Penurunan Dow Jones Industrial yang lebih dari 600 poin karena investor cenderung melakukan aksi ambil untung atau profit taking selama kenaikan Januari 2023 yang begitu signifikan.
Setelah mendapat angin segar pada pembukaan perdagangan setelah setelah pembacaan terbaru pada indeks harga produsen (IHP), yang mengukur biaya input dari perusahaan dan bisa menjadi indikator utama inflasi di masa depan.
Untuk periode Desember 2022, IHP menunjukkan penurunan 0,5%. Angka ini lebih tinggi dari ekspektasi para ekonom yang disurvei Dow Jones memperkirakan penurunan 0,1%. Meski demikian, ini cukup memberi kelegaan bagi investor yang berharap inflasi turun danThe Fed bakal memperlambat atau menghentikan kenaikan suku bunga.
Namun, penguatan Wall Street tak bisa dipertahankan setelah rilis data penjualan ritel AS yang mengecewakan di mana menunjukkan penurunan sebesar 1,1% di bulan Desember, angka ini sedikit lebih tinggi dari perkiraan ekonomi yakni sebesar 1%.
"Kami memiliki awal yang kuat untuk tahun ini, tetapi sekarang kami berada di tengah musim pendapatan yang tegang, baru-baru ini mendapatkan data yang lebih lemah dari penjualan ritel dan Survei Manufaktur kemarin. Ditambah pertemuan Fed pada 1 Februari akan segera terjadi," kata Yung-Yu Ma, kepala strategi investasi untuk BMO Wealth Management dikutip CNBC International.
"Tidak banyak alasan untuk menjadi agresif di sini, tetapi semua faktor di atas menunjukkan bahwa kehati-hatian diperlukan dalam waktu dekat" Tambahnya.
Sementara itu, JPMorgan, Bank of America dan Wells Fargo tercatat turun karena imbal hasil Treasury AS 10-tahun turun ke level terendah sejak September. Saham bank regional seperti Zions dan Fifth Third membukukan kerugian lebih besar.
Di sisi lain, kabar tak menyenangkan juga datang dari Microsoft yang mengumumkan rencana untuk memberhentikan sekitar 10.000 karyawan, ini menjadi kabar buruk bagi pelaku pasar. Sahamnya pun jatuh, berkontribusi pada penurunan Dow Jones pada perdagangan hari ini.
Hari ini, pelaku pasar masih mencermati sejumlah isu penting yang menjadi sentimen pasar utama sebagai harapan bahwa pasar keuangan bisa bangkit kembali dan mencatatkan kinerja positif.
Wall Street yang ditutup melemah pada perdagangan semalam tentunya membuka peluang penurunan IHSG pada hari ini. Tiga indeks utama Wall Street gagal mempertahankan posisinya seperti saat pembukaan perdagangan karena kekecewaan terhadap rilis data penjualan ritel yang mengecewakan.
Dow Jones Industrial Average turun 613,89 poin atau 1,81% menjadi 33.296,96, sementara S&P 500 ambles 1,56% menjadi 3.928,86, sekaligus level terendah sejak 15 Desember, dan Nasdaq Composite jatuh 1,24% berakhir di posisi 10.957,01, menghentikan kenaikan 7 hari beruntun.
Penguatan memang sempat terjadi di awal perdagangan setelah pembacaan terbaru pada indeks harga produsen (IHP), yang mengukur biaya input dari perusahaan dan dapat menjadi indikator utama inflasi di masa depan.
IHP menunjukkan penurunan 0,5% untuk bulan Desember. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan disurvei oleh Dow Jones memperkirakan penurunan 0,1%. Data ini akhirnya bisa memberikan angin segar bagi para pelaku pasar yang berharap inflasi turun dan Federal Reserve memperlambat atau menghentikan kenaikan suku bunga.
Namun, penguatan Wall Street tak bisa dipertahankan setelah rilis data penjualan ritel AS yang mengecewakan di mana menunjukkan penurunan sebesar 1,1% di bulan Desember, angka ini sedikit lebih tinggi dari perkiraan ekonomi yakni sebesar 1%.
Di sisi lain, kabar tak menyenangkan juga datang dari Microsoft yang mengumumkan rencana untuk memberhentikan sekitar 10.000 karyawan, ini menjadi kabar buruk bagi pelaku pasar. Sahamnya pun jatuh, berkontribusi pada penurunan Dow Jones pada perdagangan hari ini.
Kebijakan BI Jadi Kunci Gerak Pasar Keuangan
Saat ini, para pelaku pasar tengah fokus memasang mode 'wait and see' kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI). BI sudah memulai Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin, dan hasilnya akan diumumkan hari ini.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia mayoritas memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan. Namun yang menarik beberapa memperkirakan bank sentral akan menahan suku bunga acuan.
Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 10 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 menjadi 5,75%.
Sebanyak tiga institusi/lembaga memproyeksi BI akan menahan suku bunga di level 5,50%.
Hal ini membuat pelaku pasar menaruh perhatian penuh, sebab jika suku bunga ditahan, tentunya ada risiko rupiah kembali tertekan.
Sebagai catatan, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 200 basis poin pada periode Agustus-Desember 2022 menjadi 5,50%.Suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility ada di 6,25%.
BI bahkan secara agresif menaikkan suku bunga sebesar 50 bps selama tiga bulan pada September, Oktober, dan November 2022. Kenaikan suku bunga sebesar 200 bps adalah yang paling agresif sejak 2005.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mempekirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 5,50% pada bulan ini sejalan dengan melandainya inflasi umum dan inti.
Sebagai catatan, inflasi umum tercatat 5,51% (year-on-year/yoy) pada Desember 2022 sementara inflasi inti 3,36% (yoy).
"Selain terkendalinya inflasi, kinerja dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang utama, cenderung terkoreksi sehingga mendorong penguatan rupiah," tutur Josua, kepada CNBC Indonesia.
Di lain sisi, bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) juga diperkirakan akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya pasca rilis data inflasi yang menunjukkan penurunan.
Pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga masing-masing 25 basis poin pada Februari dan Maret menjadi 4,75% - 5%. Proyeksi tersebut lebih rendah dari sebelumnya di mana pasar melihat puncak suku bunga The Fed di 5% - 5,25%.
Jika selisih suku bunga yang dipertahankan sebesar 125 bp, maka capital inflow bisa semakin membanjiri pasar obligasi Tanah Air.
Sentimen Luar Negeri
Sementara sentimen mancanegara yang mampu menggerakkan pasar hari ini tentunya dari Amerika Serikat (AS). Hari ini bakal ada beberapa pidato dari pejabat The Fed terkait kebijakan suku bunganya. Pelaku pasar pun semakin yakin bank sentral AS (The Fed) akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya.
Seperti diketahui, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi AS melandai ke 6,5% (year on year/yoy) pada Desember 2022 dari 7,1% (yoy) pada November 2022. Inflasi tersebut adalah yang terendah sejak Oktober 2021.
Secara bulanan (month to month/mtm), AS bahkan mencatatkan deflasi 0,1% pada Desember. Deflasi ini adalah yang pertama kalinya terjadi sejak Mei 2020.
Melandainya inflasi ini tentu saja menjadi kabar positif bagi pelaku pasar saham. Dengan inflasi yang terus melandai, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) diharapkan makin melonggarkan kebijakan moneter mereka.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga masing-masing 25 basis poin pada Februari dan Maret dengan probabilitas sebesar 94% dan 76%. Dengan proyeksi tersebut, puncak suku bunga The Fed berada di 4,75% - 5%.
Selain itu, kalender ekonomi AS juga akan menampilkan data investasi obligasi, rilis data aliran modal bersih, Klaim Pengangguran Rata-rata 4 minggu, dan berbagai rilis data terkait perminyakan dari EIA seperti Perubahan Stok Gas Alam, minyak mentah, serta bensin EIA.
Selain AS, pelaku pasar juga patut mencermati rilis data dari Jepang diantaranya negara dagang Jepang serta ekspor impor negaranya. Terakhir, tak kalah penting pula menyimak data penting dari Australia.
Akan ada rilis data tingkat pengangguran dan tenaga kerja serta ekspektasi inflasi. Untuk diketahui, menurut Melbourne Institute ekspektasi inflasi konsumen di Australia turun menjadi 5,2% pada Desember 2022 dari 6% pada November, mencapai level terendah sejak Mei dan menandakan bahwa konsumen memperhitungkan pengetatan kebijakan moneter yang sedang berlangsung.
Berikut beberapa data ekonomi penting yang akan dirilis hari ini:
- Rilis data keseluruhan Aliran Modal Bersih AS (04:00)
- Investasi Obligasi Asing (04:00)
- Rilis data neraca perdagangan Jepang (06:50)
- Rilis data ekspor impor Jepang (06:50)
- Rilis Investasi Obligasi Asing Jepang (06:50)
- Rilis inflasi Australia (07:00)
- Rilis data tingkat pengangguran Australia (07:30)
- Keputusan suku bunga BI (02:30)
- Klaim Pengangguran Awal AS (08:30)
- Perubahan stok bensin EIA AS (11:00)
Berikut agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- Tanggal cum HMETD PT Batavia Prosperindo Trans Tbk (BPTR)
- Right Issue PT Batavia Prosperindo Trans Tbk (BPTR)
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA