Tak Ada "Plot Twist" Dari BoJ, Pasar Tunggu BI, Rupiah Jaya!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 January 2023 15:11
Ilustrasi Rupiah dan Dollar di teller Bank Mandiri, Jakarta, Senin (07/5). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah. Rupiah melemah 0,32 % dibandingkan penutupan akhir pekan lalu. Harga jual dolar AS di  bank Mandiri Rp. 14.043. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (18/1/2023), mendekati lagi level psikologis Rp 15.000/US$. Perhatian kini tertuju pada pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) Kamis besok.

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.085/US$ menguat 0,49% di pasar spot. Sebelumnya rupiah sempat menyentuh Rp 15.060/US$.

Pengumuman kebijakan moneter bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) mempengaruhi pergerakan pasar mata uang hari ini, kurs yen jeblok hingga lebih dari 2%.

Jebloknya nilai tukar yen tidak lepas dari langkah BoJ yang mempertahankan kebijakan yield curve control (YCC) sebesar 0,5%.

YCC merupakan kebijakan BoJ yang menahan imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun dekat dengan 0,5%. Ketika yield mulai menjauhi 0,5% maka BoJ akan melakukan pembelian obligasi.

Pembelian tersebut artinya BoJ menyuntikkan likuiditas ke perekonomian. Kebijakan tersebut pada Desember lalu dilebarkan dari sebelumnya 0,25%, yang cukup mengejutkan pelaku pasar dan menjadi 'plot twist'. Tetapi hal serupa tidak terjadi lagi pada hari ini.

Pasar pun melihat Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis besok masih akan tetap menaikkan suku bunga acuannya. Tidak ada "plot twist" dengan mempertahankannya.


Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia mayoritas memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan. Namun yang menarik beberapa memperkirakan bank sentral akan menahan suku bunga acuan.

Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 10 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 menjadi 5,75%.

Sebanyak tiga institusi/lembaga memproyeksi BI akan menahan suku bunga di level 5,50%.

Hal ini membuat pelaku pasar menaruh perhatian penuh, sebab jika suku bunga ditahan, tentunya ada risiko rupiah kembali tertekan.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 5,50% pada bulan ini sejalan dengan melandainya inflasi umum dan inti.

"Selain terkendalinya inflasi, kinerja dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang utama, cenderung terkoreksi sehingga mendorong penguatan rupiah," tutur Josua, kepada CNBC Indonesia.

Josua menambahkan nilai tukar rupiah juga diperkirakan akan menguat sejalan dengan rencana revisi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan operasi moneter valas BI.

Transaksi berjalan juga diperkirakan masih akan surplus pada tahun ini akan menopang rupiah.

"Meskipun demikian, BI masih memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga sekitar 50-75 bps hingga akhir tahun ini sekiranya risk-off sentiment di pasar keuangan global cenderung meningkat ke depannya," imbuh Josua.

Sementara itu, ekonom Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan BI masih akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular