
Kabar Baik Jadi Berita Buruk: China Dibuka, IHSG yang Merana!

Pertama investor patut menyimak dampak dari pembukaan kembali ekonomi China secara lebih luas, yang pada dasarnya merupakan berita positif bagi perekonomian RI, mengingat negara pimpinan Xi Jinping ini merupakan mitra dagang utama. Meski demikian, kondisi ini juga dapat menjadi tantangan bagi pasar ekuitas domestik.
Pembukaan ekonomi tersebut dapat memperparah sentimen buruk yakni kaburnya investor asing dari pasar saham dalam negeri. Investor asing bisa saja keluar dari pasar keuangan Indonesia dan masuk ke China untuk membeli aset yang masih dianggap undervalued, atau murah secara valuasi.
Meski dapat menjadi sentimen bagi pasar modal secara luar, jika dilihat secara spesifik terdapat sejumlah sektor yang akan diuntungkan atas pembukaan ekonomi China tersebut, salah satunya yang bergerak di sektor batu bara dan sektor pendukung bisnis lainnya, seperti pelayaran. Pembukaan ekonomi yang lebih luas, berarti akan meningkatkan konsumsi yang pada akhirnya menambah permintaan batu bara yang mana RI menjadi penyuplai utama bagi China.
Masih dari China, investor juga perlu menyimak sejumlah data ekonomi China yang akan diumumkan pagi ini. Data tersebut adalah tingkat inflasi dan Indeks Harga Produsen (IHP) untuk bulan Desember lalu. Konsensus Trading Economics memperkirakan inflasi China periode tersebut bakal kembali naik menjadi 1,8% secara tahunan (yoy), namun melambat secara bulanan. Sementara itu IHP diperkirakan akan kembali tumbuh negatif secara tahunan (yoy) di tengah melemahnya permintaan domestik karena pembatasan COVID yang ketat dan penurunan harga komoditas.
Selanjutnya investor juga patut memperhatikan pergerakan harga sejumlah komoditas utama dunia, termasuk yang menjadi unggulan di Indonesia. Sejumlah emiten di sektor energi, pertambangan hingga perkebunan pergerakannya sering kali ditopang oleh naik turunnya harga di pasar global.
Emas menjadi salah satu komoditas yang belakangan rajin menguat, didorong oleh ambruknya indeks dolar. Indeks dolar sendiri mulai mengalami penurunan karena investor berharap The Fed akan segera berhenti menaikkan suku bunga acuannya.
Sementara itu, dua komoditas ekspor unggulan RI yakni batu bara dan CPO masih berada dalam tren penurunan sepanjang tahun ini.
Selain itu, investor juga perlu mewanti-wanti sejumlah data ekonomi penting dari mancanegara yang akan diumumkan akhir pekan ini. Data tersebut dapat menjadi proksi bagi kondisi ekonomi yang lebih luas serta pegangan bagi bank sentral untuk menentukan arah kebijakan moneter.
Malam ini waktu Indonesia, AS yang akan mengumumkan data inflasi yang sangat ditunggu-tunggu oleh investor karena pembacaannya akan sangat mempengaruhi arah kebijakan The Fed. Konsensus pasar Trading Economics memperkirakan inflasi AS akan melandai menjadi 6,5% secara tahunan (yoy) dari bulan sebelumnya 7,1% (yoy).
Kemudian akhir pekan ini Inggris akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) pada November 2022 yang diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 0,2%. Turunnya PDB Inggris dapat memberikan gambaran ekonomi Eropa yang diperkirakan akan segera masuk ke jurang resesi.
Lalu ada juga pembacaan awal sentimen konsumen AS untuk periode Januari 2022. Indeks sentimen konsumen yang dipublikasikan oleh University of Michigan merupakan salah satu indikator yang paling dapat diandalkan untuk memprediksi terjadinya resesi di AS.
(fsd/fsd)