CPO Hingga Nikel Lewat, 2023 Bakal Jadi Tahunnya Emas!

Saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga menarik karena dengan katalis yang sama, memiliki valuasi yang lebih murah dibandingkan dengan MDKA. Price to Book Value (PBV) ANTM saat ini adalah 2,12x sementara MDKA sebesar 6,39x.
Kinerja ANTM sepanjang periode Januari hingga September bisa dikatakan mentereng. Pendapatan ANTM melonjak 27% yoy, sementara laba meningkat 53,6%.
![]() Perbandingan ANTM dan MDKA |
Kedua saham tersebut dikenal selain saham emas juga saham nikel karena mendapatkan pendapatan dari nikel juga. Sayangnya pada 2023 akan ada tekanan pendapatan dari segmen nikel karena proyeksi komoditas nikel global yang diperkirakan akan turun. Hal ini akan berpengaruh terhadap turunnya harga rata-rata jual atau (average selling price).
Resesi global menjadi faktor penghambat permintaan nikel dunia sehingga diperkirakan akan terjadi surplus pasokan. Kondisi surplus terjadi kala jumlah permintaan lebih sedikit dibandingkan dengan produksi. Saat hal itu terjadi maka harga akan turun.
Goldman Sachs memperkirakan rata-rata harga nikel dunia pada 2023 sebesar US$18.500 per ton, turun dari perkiraan rata-rata harga 2022 sebesar US$24.300 per ton. Sementara bank dunia dalam laporannya memperkirakan rata-rata harga nikel dunia pada 2023 sebesar US$21.000 per ton, turun dari rata-rata 2022 sebesar US$25.000 per ton.
Sama seperti nikel, harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) juga diperkirakan akan melandai pada 2023 karena terdampak resesi global serta ketidakpastian prospek ekonomi China.
Kenangan Investment Bank Bhd Malaysia memperkirakan harga CPO pada 2023 akan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Kenanga memproyeksikan rata-rata harga CPO akan mencapai 4.000 ringgit/ton tahun depan, kini dalam proyeksi terbarunya diturunkan menjadi 3.800 ringgit/ton.
"Kami memperkirakan rata-rata harga CPO di 3.800 ringgit/ton pada 2023, 5% lebih rendah dari proyeksi kami sebelumnya 4.000 ringgit/ton. Meski proyeksi diturunkan, tetapi harga CPO masih tetap tinggi sebab permintaan minyak nabati untuk kebutuhan sehari-hari masih tinggi," kata bank investasi tersebut, sebagaimana dikutip The Edge Markets, Jumat (16/12/2022).
Meski lebih rendah dari level saat ini, tetapi 3.800 ringgit per ton, masih tergolong tinggi jika melihat harga 10 tahun terakhir. Namun akan cenderung stagnan bahkan turun jika dibandingkan tahun lalu.
Investor CPO juga harus melihat kebijakan Covid-19 China khususnya terkait pembatasan mobilitas. Sebab pelonggaran kebijakan saat ini malah menimbulkan kasus infeksi lebih banyak. Sehingga berpotensi terjadi pengetatan kembali sehingga dapat mengebiri permintaan CPO untuk minyak goreng.
Potensi datang dari dalam negeri karena PPKM yang sudah dicabut oleh Presiden Indonesia Joko Widodo karena dapat meningkatkan permintaan CPO untuk industri pengolahan minyak goreng. Permintaan minyak goreng berpotensi datang dari restoran, kafe, dan hotel yang sudah bisa diakses 100% pengunjung.
Jadi rekomendasi saat ini untuk saham-saham CPO seperti AALI, LSIP, dan SIMP dengan mempertimbangkan tren harga CPO berpotensi turun yakni netral.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sanggahan: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli atau menjual saham/aset terkait. Keputusan investasi sepenuhnya ada pada diri anda, dan CNBC Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(ras/ras)