Selamatkan Ekonomi, Bank Sentral Bawa Dunia ke Jurang Resesi

Sedikit saja perubahan kebijakan yang diambil oleh BoJ membuat nilai tukar yen Jepang langsung melesat melawan dolar AS.
Indeks dolar AS pun menurun, dan bisa menjadi indikasi tren penguatan dolar AS sudah mencapai puncaknya.
Sepanjang 2022 indeks yang mengukur kekuatan dolar ini AS tercatat menguat 7,87%. Tetapi jika melihat posisi akhir Desember lalu di 103,52, jauh mengalami penurunan ketimbang level tertinggi 20 tahun di 114,77 yang dicapai pada 28 September, melansir data Refinitiv.
Indeks dolar AS tercatat merosot hampir 10% pada penutupan 2022 jika dibandingkan dengan level puncak tersebut. Padahal, The Fed sudah menegaskan akan terus menaikkan suku bunga hingga ke atas 5%.
Pergerakan tersebut mengindikasikan pasar sudah price in terhadap langkah The Fed, sehingga indeks dolar AS tak mampu lagi melesat tajam.
Memang dengan suku bunga yang tinggi dan risiko resesi dunia, daya tarik dolar AS tentunya akan tetap tinggi. Tetapi untuk terbang tinggi lagi sepertinya tidak akan terjadi. Kecuali, dunia mengalami resesi yang parah.
Rupiah sendiri sepanjang 2022 tercatat melemah sekitar 8%, dan pada tahun ini berpeluang lebih stabil.
BI tentunya akan kembali menaikkan suku bunga mengikuti The Fed guna menjaga daya tarik aset-aset rupiah. Sejauh ini upaya BI terbilang sukses menarik lagi capital inflow ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) pada November dan Desember 2022 tercatat inflow di pasar obligasi sekunder sekitar Rp 50 triliun. Dengan demikian, outlow yang sebelumnya lebih dari Rp 170 triliun terpangkas menjadi sekitar Rp 128 triliun sepanjang 2022.
Dengan kenaikan suku bunga, selisih imbal hasil (yield) SBN dengan Treasury AS bisa dijaga di atas 3% yang bisa menarik capital inflow. Apalagi, Jika BI sukses mengendalikan inflasi, serta resesi dunia tidak separah perkiraan, tentunya capital inflow bisa semakin deras yang bisa menjaga kinerja rupiah.
Selain itu, jika BI sukses membuat devisa hasil ekspor (DHE) kembali ke dalam negeri dan bertahan lebih lama, peluang rupiah menguat tentunya akan lebih besar. Seperti diketahui DHE selama ini ditempatkan di luar negeri oleh eksportir Indonesia, menyebabkan pasokan valuata asing menjadi tiris dan rupiah tertekan.
Jika dilihat secara teknikal, 15.450/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
![]() Foto: Refinitiv |
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 38,2%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Jika rupiah sukses menembus dan bertahan di bawahnya, maka pergerakannya akan lebih stabil bahkan berpeluang menguat tahun ini, meski juga tidak akan besar.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> FX Insight
(pap/pap)