Gambaran Seram Ekonomi 2023, Dunia Gelap, RI Waspada!
Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian global dan Indonesia pada 2023 dihadapkan pada tingginya ketidakpastian dan besarnya tantangan. Ancaman resesi, masih ketatnya kebijakan moneter di tingkat global, serta perang bisa menekan ekonomi global dan domestik.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang diliputi optimisme, dunia menyambut tahun baru dengan perasaan was-was, banyak pertanyaan, dan lebih pesimis. Beratnya perekonomian 2022 serta masih gelapnya kondisi ke depan membuat warga global dan otoritas pengambil kebijakan menyambut 2023 dengan penuh kewaspadaan.
Pesimisme tersebut setidaknya tercermin dari lebih rendahnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
Lembaga multinasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia hingga lembaga rating dunia seperti Fitch Ratings dan Moody's Analytics ramai-ramai memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2023 berkali-kali.
IMF sudah memangkas proyeksi ekonomi global 2023 dari 4,4% pada forecast Januari, 3,2% pada April, dan menjadi 2,7% pada forecast Oktober.
Fitch Ratings memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2023 dari 1,7% menjadi 1,4%. Sementara itu, Moody's memproyeksi ekonomi global hanya akan tumbuh 2,3% pada tahun depan dari 2,7% pada 2022.
Semua forecast dari lembaga/institusi mengarah pada satu kesimpulan yakni 2023 akan menjadi tahun yang berat.
"Tahun depan akan sangat menyakitkan. Akan ada banyak perlambatan ekonomi dan rasa kesakitan akibat perkembangan ekonomi," tutur kepala ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, pada Oktober lalu, dikutip dari CNBC International.
Sejumlah faktor diperkirakan akan membebani pertumbuhan ekonomi global mulai dari ketatnya kebijakan moneter di sejumlah negara, perang Rusia-Ukraina, lonjakan inflasi, ancaman resesi, hingga melambatnya perdagangan global.
Harapan banyak orang agar Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) mengendurkan kebijakan agresifnya pada tahun depan juga sudah memudar.
The Fed tetap berkomitmen tegas untuk membawa inflasi AS ada di kisaran target mereka di sekitar 2%. Padahal, inflasi AS masih menyentuh 7,1% (year on year/yoy) pada November. The Fed diproyeksi masih akan mengerek suku bunga menjadi 5,0-5,25% pada 2023 dari saat ini di 4,25-4,5%.
Bank sentral Eropa juga diperkirakan masih akan mengetatkan kebijakan moneter karena inflasi Euro Zone masih berkutat di 10,1%.
Masih tingginya inflasi dan kebijakan moneter ketat inilah yang dikhawatirkan membawa dunia ke jurang resesi. IMF memperkirakan dua pertiga ekonomi dunia akan berada di jurang resesi tahun depan.
Credit Suisse memperkirakan Eropa akan memasuki resesi pada kuartal IV-2022 hingga kuartal I- 2023. Sementara itu, Bank of America memproyeksi ekonomi AS akan mengalami resesi pada kuartal I-2023.
Selain kebijakan moneter ketat, perkembangan perang Rusia-Ukraina akan sangat menentukan laju inflasi dan pertumbuhan global.
Jika perang usai, optimisme akan pertumbuhan ekonomi global bisa meningkat. Pasalnya, peran sentral Rusia sebagai eksportir besar di bidang komoditas energi dan pangan akan sangat menentukan laju inflasi.
IMF memperkirakan inflasi global akan berada di angka 6,5% pada 2023. Angka tersebut memang lebih rendah dibandingkan pada 2022 yang diperkirakan menembus 8,8%. Namun, proyeksi inflasi 2023 tetap lebih tinggi dibandingkan 2021 yang berada di 4,7%.
Sentimen positif pertumbuhan ekonomi global diharapkan datang dari China. Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut mulai mengendurkan kebijakan Covidnya sehingga roda ekonomi Tiongkok bisa berlari kencang tahun ini.
(mae/mae)