Newsletter

Duh! Super Thursday Bakal Jadi "Badai" di Pasar Finansial?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
15 December 2022 06:25
Ekspresi Trader di lantai bursa amerika di New York Stock Exchange (NYSE) di New York City, AS, 12 November 2018. REUTERS / Brendan McDermid
Foto: Ekspresi Trader di lantai bursa amerika di New York Stock Exchange (NYSE) di New York City, AS, 12 November 2018. REUTERS / Brendan McDermid

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup terkoreksi pada perdagangan Rabu (14/12/2022), setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar setengah poin persentase.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,42% ke posisi 33.966,35, S&P 500 terkoreksi 0,61% ke 3.995,21 dan Nasdaq Composite merosot 0,76% menjadi 11.170,89.

Tiga indeks utama Wall Street mencapai posisi terendah harian setelah Ketua The Fed, Jerome Powell mengisyaratkan lebih banyak data diperlukan sebelum The Fed mengubah pandangannya tentang inflasi secara signifikan.

"Data inflasi yang diterima sejauh ini di bulan Oktober dan November menunjukkan penurunan yang disambut baik dalam laju kenaikan harga bulanan. Tetapi, butuh lebih banyak bukti untuk memberikan keyakinan bahwa inflasi berada di jalur penurunan yang berkelanjutan," kata Powell.

The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar setengah poin persentase atau 50 basis poin (bp) pada pertemuan terakhir di tahun 2022, sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya, sehingga suku bunga acuan kini berada di kisaran 4,25% - 4,5%.

Kenaikan suku bunga kali ini menjadi lebih lambat dari empat kenaikan suku bunga berturut-turut sebelumnya sebesar 75 bp.

Pejabat The Fed juga memperkirakan akan menaikkan suku bunga hingga tahun depan, bukan menurunkan suku bunga hingga 2024.

Bank sentral Negeri Paman Sam tersebut pada akhirnya melihat dirinya menaikkan suku bunga menjadi 5,1% sebelum berhenti menaikkan, yang disebut tarif terminal yang lebih tinggi dari tingkat 4,6% yang diperkirakan pada September lalu.

Khususnya, Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) meninggalkan bagian penting dari pernyataan kebijakan bahwa mereka "mengantisipasi bahwa peningkatan berkelanjutan dalam kisaran target akan sesuai."

"Masalah besar yang membuatnya The Fed makin hawkish adalah perkiraan mereka yang menempatkan tingkat terminal di 5,1% untuk 2023, dari sebelumnya 4,6% pada pertemuan September," kata Jim Caron dari Morgan Stanley Investment Management, dikutip dari CNBC International.

Proyeksi hawkish The Fed berpotensi mengguncang pasar keuangan, sebab spekulasi bahwa The Fed akan segera menghentikan kenaikannya telah berkontribusi pada kondisi keuangan yang lebih mudah. Saham telah meningkat, sementara tingkat hipotek dan dolar telah jatuh sejak Powell bulan lalu menyarankan perubahan kebijakan akan datang.

Investor awalnya bereaksi negatif terhadap ekspektasi bahwa suku bunga akan tetap lebih tinggi lebih lama, dan saham melepaskan keuntungan sebelumnya.

Dalam konferensi pers, Powell mengatakan penting untuk terus berjuang melawan inflasi agar ekspektasi harga yang lebih tinggi tidak mengakar.

Setelah The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya yang sesuai dengan prediksi pasar, dolar AS yang sebelumnya sempat melesat, kemudian berbalik arah dan terkoreksi pada akhir perdagangan, di mana indeks The Greenback ditutup di 103,55, turun sekitar 0,4%. Indeks naik setinggi 104,16 pada jam sebelumnya.

Sedangkan, imbal hasil (yield) Treasury tenor 10 tahun juga kembali melandai 2,4 bp menjadi 3,479%, setelah The Fed menaikkan kembali suku bunga acuannya.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular