Newsletter

Berita Baik di Amerika, Kabar Buruk Bagi Dunia! RI Siap?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
02 December 2022 05:59
Jerome Powell
Foto: Reuters

Bursa acuan dunia yakni Wall Street telah berakhir di zona merah kemarin menjelang rilis data tenaga kerja AS, yang kerap dijadikan data masukan Fed sebelum memutuskan kebijakan moneternya.

Terkoreksinya Wall Street dapat menjadi katalis negatif untuk laju bursa saham global, sebab biasanya akan ada efek domino, sehingga investor harus lebih waspada pada perdagangan hari ini. Ditambah, pada hari Jumat biasanya menjadi hari untuk aksi profit taking.

Rilis data ekonomi dari dalam negeri pada hari ini cukup sepi, sehingga investor patut mencermati berbagai sentimen penggerak pasar dari luar negeri.

Dari Negeri Paman Sam, investor global akan disuguhkan dengan rilis angka pengangguran AS per November 2022. Rilis data ekonomi tersebut akan menjadi salah satu data masukkan untuk Fed sebelum memutuskan kebijakan moneter selanjutnya pada 13-14 Desember 2022.

Konsensus analis Trading Economics memprediksikan angka pengangguran masih akan bertahan pada 3,7%, posisi yang sama pada bulan sebelumnya.

Sebagai informasi, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan angka pengangguran pada Oktober 2022 berada di 3,7%, naik dari bulan September 2022 di 3,5%. Level tersebut menyamai angka Agustus (3,7%) dan menjadi yang tertinggi sejak Februari 2022 (3,8%).

Angka pengangguran Oktober juga di atas ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan 3,6%.

Jumlah lapangan kerja baru juga menurun drastis. Pada Oktober 2022, penambahan jumlah tenaga kerja hanya mencapai 261.000. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan yang tercatat pada September yakni 315.000.

Penambahan tenaga kerja pada Oktober juga menjadi yang terendah sejak Desember 2020 atau dalam 22 bulan terakhir.

Ian Shepherdson, ekonom Pantheon Macroeconomics,mengatakan meningkatnya pengangguran di AS akan menjadi pertimbangan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) dalam menaikkan suku bunga ke depan.

"Data tenaga kerja memang belum menurun ke level yang mengkhawatirkan. Namun, jika tren ini berlanjut maka ini akan menjadi alasan pelaku pasar untuk menekan The Fed untuk memikirkan kembali mengenai kebijakan ketat mereka," tutur Shepherdson, dikutip dari CNN.

Jika angka pengangguran stagnan, kemungkinan dampak terhadap pergerakan bursa saham tidak terlalu signifikan. Namun, jika angka pengangguran turun, maka akan menjadi sentimen negatif. Meskipun, hal tersebut merupakan berita baik.

Pada situasi saat ini, berita baik pada data ekonomi AS akan menjadi berita buruk karena mencerminkan bahwa pasar tenaga masih ketat, sehingga meningkatkan potensi Fed untuk kembali agresif untuk meredam inflasi.

Pasar tenaga kerja yang ketat karena angka lowongan kerja lebih banyak dari angka pengangguran akan membuat para pelaku bisnis untuk menaikkan upah guna mendapatkan calon karyawan yang potensial. Sehingga, masyarakat akan tetap konsumtif, di tengah angka inflasi yang tinggi.

Padahal, Fed sudah bertindak agresif dengan menaikkan suku bunga hingga 375 bps di sepanjang tahun ini untuk memperlambat konsumsi. Pasar tenaga kerja yang ketat akan membuat angka inflasi sulit melandai. Bahkan, dapat menahan inflasi bertahan di posisi yang tinggi untuk waktu yang lama.

Meskipun, pada perdagangan kemarin, Ketua Fed Jerome Powell telah mengindikasikan adanya perlambatan pada kenaikan suku bunga acuan pada bulan ini.

"Masuk akal untuk memoderasi laju kenaikan suku bunga kami saat kami mendekati tingkat pengekangan yang cukup untuk menurunkan inflasi. Waktu untuk memoderasi laju kenaikan suku bunga mungkin akan datang segera setelah pertemuan Desember" tuturnya dikutip CNBC International.

Namun, Powell memperingatkan bahwa The Fed kemungkinan tetap memberlakukan kebijakan yang restriktif untuk waktu yang lama sebelum mengakhiri perang inflasi.

"Meskipun ada beberapa perkembangan yang menjanjikan, jalan kita masih panjang untuk memulihkan stabilitas harga," tambahnya.

Selain itu, Departemen Ketenagakerjaan AS juga akan merilis data lapangan kerja non-pertanian (non-farm payroll/NFP) pada November 2022. Konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics memprediksikan bahwa angka NFP akan melandai menjadi 200.000 pekerjaan dari bulan sebelumnya di 261.000 pekerjaan.

Senada, konsensus analis yang dihimpun Dow Jones memprediksikan pasar tenaga kerja AS pada November akan menunjukkan perlambatan sedikit, tercermin dari fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada perusahaan besar.

Jumlah lapangan kerja baru diprediksikan akan bertambah 200.000 pekerjaan, melandai dari bulan sebelumnya di 261.000 pekerjaan. Data pengangguran juga diprediksikan masih akan berada di 3,7% dengan rata-rata pertumbuhan upah naik 0,3% secara bulanan, melandai dari bulan sebelumnya di 0,4%.

Perusahaan ternama seperti Meta, induk Facebook dan HP beberapa waktu lalu telah menghebohkan publik dengan melakukan perampingan karyawan. Disusul oleh Alphabet yang membukukan perekrutan karyawan baru. Namun, para ekonom menilai fenomena tersebut masih belum mempengaruhi data tenaga kerja secara signifikan.

"Permintaan yang terpendam dalam ekonomi AS terus menyalurkan beberapa pekerja tersebut ke bidang ekonomi lainnya," tutur Kepala Penelitian Ekonomi Makro di AXA Investment Managers David Page.

"Akibatnya, pertumbuhan lapangan kerja secara keseluruhan telah solid. Ritel seharusnya baik-baik saja, tapi saya pikir ada pertanyaan besar tentang bagaimana kinerja ritel setelah masa liburan," tambahnya.

HALAMAN SELANJUTNYA>>> Data Ekonomi dan Korporasi

(aaf/aaf)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular