Wall Street Melejit, IHSG Bisa Bangkit?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham dan nilai tukar Rupiah terparkir di zona negatif pada perdagangan kemarin (11/11/2022) karena investor menanti rilis inflasi Amerika Serikat yang bisa jadi penentu nasib kenaikan suku bunga. Sebaliknya, Surat Berharga Negara (SBN) menguat.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup jatuh 1,46% ke level 6.966,83. IHSG lagi-lagi keluar dari zona psikologis 7.000. Nilai transaksi IHSG pada hari ini sudah mencapai sekitar Rp 12,8 triliun.
Sejalan dengan IHSG, Rupiah tak mampu melanjutkan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS). Mata uang Garuda akhirnya kembali ke jalur pelemahan setelah menguat 3 hari beruntun.
Mengacu pada data Refinitiv, Mata Uang Garuda terkoreksi pada pembukaan perdagangan sebesar 0,08% ke Rp 15.675/US$. Pukul 11:00 WIB rupiah kembali tertekan lebih dalam menjadi 0,25% ke Rp 15.697/US$.
Kemudian, rupiah mengakhiri perdagangan hari ini di Rp 15.690/US$, melemah 0,2% di pasarspot.Posisi rupiah hari ini kembali membuat warga RI mesti waspada karena posisinya kian mendekati Rp 15.700/US$ dan masih berada di level yang tinggi sejak 2,5 tahun ini.
Bed arah dengan IHSG dan rupiah, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat.
Mayoritas investor kembali mengoleksi SBN yang ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) di hampir seluruh SBN acuan. Hanya SBN tenor 5 tahun yang cenderung dilepas oleh investor ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 5 tahun naik 3,2 basis poin (bp) ke posisi 7,161%. Sedangkan, SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara turun tipis 0,7 bp menjadi 7,319%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
(ras/luc)