
Wall Street Melejit, IHSG Bisa Bangkit?

Lonjakan terbesar indeks utama Wall Street sejak 2020 berpotensi mendorong pasar saham Indonesia dari posisi support di 6.965. Jika support berhasil ditembus, IHSG berpeluang ke 6.812. Sementara jika berhasil rebound, resisten terdekat berada di 7.100.
Tingkat inflasi yang mengacu Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat naik hanya 0,4% pada Oktober dibandingkan dengan bulan sebelumya (month-to-month/mtm). Sementara inflasi tahunan tercatat melandai ke 7,7% year-on-year/yoy. Sementara inflasi inti bertumbuh 0,3% mtm dan 6,3% yoy.
Ini merupakan pertumbuhan paling lambat terendah sejak Januari. Ekonom mengharapkan kenaikan 0,6% mtm dan 7,9% yoy.
Inflasi sering dijadikan sinyal para investor kaitannya dalam kebijakan kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserves/The Fed.
Ketika inflasi saat ini mulai mendingin, ekspektasi bahwa The Fed akan mengurangi sifat hawkish menguat. Menurut perangkat CME Fedwatch, peluang The Fed untuk menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin memiliki peluang besar dengan 85,4%. Sementara kenaikan 75 basis poin sebesar 14,6%.
![]() Ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed |
Sementara itu klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir pada 5 November 2022 naik menjadi 225.000 dari pekan sebelumnya 218.000.
Gerak pasar akan mendapatkan tekanan dari pengumuman pertumbuhan ekonomi Inggris pada kuartal III/2022 yang diperkirakan tumbuh 2,1% dibandingkan tahun lalu (year-on-year/yoy). Pencapaian ini jauh di bawah kuartal sebelumnya yakni 4,4% yoy.
Pertumbuhan ekonomi yang melambat akan dicermati investor sebagai suatu isyarat terkait resesi yang diperkirakan terjadi pada 2023.
Gerak IHSG juga akan dipengaruhi oleh harga komoditas seperti batu bara, Saat ini batu bara telah menyentuh US$300 per ton dan menjadi yang terendah dalam tujuh bulan terakhir. Penurunan harga batu bara akan berdampak pada gerak saham emiten batu bara yang berpotensi turut melemah.
(ras/luc)