Newsletter
Nasib IHSG Hari Ini Bergantung pada AS, Awas Bisa Rontok

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia yakni indeks saham, rupiah, dan obligasi negara kompak ditutup di zona hijau pada perdagangan kemarin, Rabu (9/11/2022).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,28% ke posisi 7.070,08. IHSG kembali dekati level psikologis 7.100.
Pada awal perdagangan IHSG melemah 0,16% di posisi 7.038,83. Selang 3 menit setelah pembukaan, indeks terpantau berbalik arah ke zona hijau dengan apresiasi tipis 0,04% ke 7.053,27. Pada pukul 10:30 WIB IHSG menguat 0,27% ke 7.069,13 hingga penutupan perdagangan sesi I.
Sedangkan di perdagangan sesi II, penguatan IHSG sempat terpangkas dan bahkan sempat kembali menyentuh zona merah. Namun di detik-detik akhir perdagangan, IHSG kembali ditarik ke zona hijau.
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya pada perdagangan hari ini, yakni mencapai Rp 600,9 miliar.
Sedangkan saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 458,5 miliar dan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) di posisi ketiga sebesar Rp 438,9 miliar.
Sejalan dengan indeks saham utama, rupiah mampu mencatat penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Mengacu pada data Refinitiv, Mata Uang Garuda menguat pada pembukaan perdagangan sebesar 0,29% ke Rp 15.650/US$. Pukul 11:00 WIB, rupiah melanjutkan penguatannya menjadi 0,31% ke Rp 15.646/US$.
Kemudian, rupiah mengakhiri perdagangan hari ini di Rp 15.658/US$, menguat 0,24% di pasarspot.Penguatan-penguatan ini membawa rupiah menjauh dari level tertingginya selama 2,5 tahun terakhir pada 3 November lalu di 15.695/US$.
Rupiah berhasil mempertahankan penguatannya di saat indeks dolar AS saat ini sedang babak belur akibat ekspektasi mengendurnya laju kenaikan suku bunga. Sepekan indeks dolar sudah ambruk 2%.
Hasil obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat melengkapi optimisme pasar keuangan Indonesia kemarin.
Investor mengoleksi SBN, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) di seluruh SBN acuan.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara menjadi yang paling besar penurunan yield-nya pada hari ini, yakni merosot 10,5 basis poin (bp) ke posisi 7,326%.
Sedangkan, SBN berjatuh tempo 30 tahun menjadi yang paling kecil penurunanyield-nya hari ini, yakni turun tipis 0,2 bp menjadi 7,553%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.