
Wahai Devisa, Kamu Di Mana? Banyak Yang Rindu!

Wall Street sebagai kiblat bursa saham dunia tentunya memberikan sentimen negatif ke pasar Asia pagi ini. IHSG yang melemah tipis-tipis dalam dua hari terakhir berisiko melemah lebih dalam lagi.
Kemudian, seperti disebutkan pada halaman 1, keringnya pasokan valas di dalam negeri sedang menjadi isu karena memberikan tekanan bagi rupiah.
BI sendiri menyebut berkurangnya cadangan devisa karena kebutuhan stabilitas rupiah.
"Penurunan posisi cadangan devisa pada September 2022 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," tulis BI dalam siaran pers, Jumat (7/10/2022).
Guna menstabilkan rupiah, BI melakukan triple intervention, di pasar SBN, spot, dan domestic non-deliverable forward (DNDF).
Melihat kondisi saat ini, dengan The Fed yang masih agresif dalam menaikkan suku bunga, capital outflow dari pasar obligasi Indonesia yang besar, kemudian kebutuhan dolar AS di dalam negeri, tentunya membuat tekanan bagi rupiah masih akan besar.
Hal ini berisiko semakin menggerus cadangan devisa. Cadangan devisa makin tiris, kepercayaan investor akan semakin menurun, dan rupiah malah semakin tertekan.
Stabilitas nilai tukar menjadi penting bagi investor asing, sebab risiko kerugian kurs menjadi minim. Jika rupiah terus merosot, tentunya akan berdampak pada risk appetite.
Belum lagi jika melihat dampaknya ke emiten-emiten yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS yang besar, atau yang bahan bakunya harus mengimpor.
Pelemahan rupiah juga akan berkontribusi terhadap kenaikan inflasi, masalah yang dihadapi dunia saat ini. Harga tempe dan tahu misalnya, bisa menjadi lebih mahal sebab bahan bakunya kedelai merupakan komoditas impor. Harga barang-barang elektronik juga akan mengalami kenaikan.
Kemudian beban subsidi energi dan pembayaran bunga utang akan membengkak yang membebani APBN.
Perekonomian Indonesia jadi taruhannya. Berawal dari keringnya valas yang membuat nilai tukar rupiah sulit menguat.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro melihat banyak pendapatan ekspor Indonesia disimpan di bank-bank Singapura di tengah-tengah fenomena surplus bertubi-tubi.
Hal ini dikarenakan bank Singapura menawarkan lebih dari 3% setahun untuk dolar AS yang ditempatkan di deposito berjangka. Jauh lebih tinggi dibandingkan di dalam negeri yang hanya rata-rata 0.38%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
(pap/pap)