
Demi Kuatkan Rupiah, Pemerintah Harus Tarik Utang Dolar Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah tertahan di dekat level Rp 15.600/US$ dalam beberapa hari terakhir. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak April 2020 lalu.
Sepanjang tahun ini pelemahan rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) tercatat lebih dari 9%. Salah satu isu yang membuat rupiah sulit menguat adalah keringnya pasokan valuta asing di dalam negeri.
Keringnya pasokan valas terlihat dari cadangan devisa Indonesia yang terus menurun.
Awal bulan ini, Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2022 mencapai US$ 130,8 miliar. Realisasi ini anjlok US$ 1,4 miliar dibandingkan posisi Agustus 2022 yang sebesar US$ 132,2 miliar.
"Penurunan posisi cadangan devisa pada September 2022 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," tulis BI dalam siaran pers, Jumat (7/10/2022).
Cadangan devisa tersebut menjadi yang terendah sejak Mei 2020.
Jika melihat ke belakang, cadangan devisa Indonesia mencatat rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar pada September 2021 lalu. Artinya, dalam setahun cadangan devisa sudah merosot US$ 16,1 miliar.
Yang menjadi perhatian adalah cadangan devisa yang terus menurun, sementara transaksi berjalan mencetak surplus hingga 29 bulan beruntun.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, surplus neraca perdagangan pada periode Januari - September 2022 mencapai US$ 39,87 miliar atau tumbuh sebesar 58,83%.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro melihat banyak pendapatan ekspor Indonesia disimpan di bank-bank Singapura di tengah-tengah fenomena surplus bertubi-tubi.
Hal ini dikarenakan bank Singapura menawarkan lebih dari 3% setahun untuk dolar AS yang ditempatkan di deposito berjangka. Jauh lebih tinggi dibandingkan di dalam negeri yang hanya rata-rata 0.38%.
Terbatasnya pasokan valas ini juga diakui oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti saat konferensi pers BI pekan lalu.
"Likuiditas valas terbatas, padahal trade balance besar. Satu hal ini memang agak berbeda dengan periode-periode yang lalu," jelas Destry.
Tirisnya pasokan valas juga bisa terlihat dari pertumbuhan kredit yang melaju kencang, namun tak disertai dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) valas.
BI mencatat, pada September 2022, pertumbuhan kredit tumbuh double digit atau sebesar 18,1%, sementara pertumbuhan penghimpunan DPK valas hanya mencapai 8,4%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pemerintah Perlu Tarik Utang Dolar Lagi?
