CNBC Indonesia Research

Demi Kuatkan Rupiah, Pemerintah Harus Tarik Utang Dolar Lagi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 October 2022 16:15
Dollar
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah tertahan di dekat level Rp 15.600/US$ dalam beberapa hari terakhir. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak April 2020 lalu.

Sepanjang tahun ini pelemahan rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) tercatat lebih dari 9%. Salah satu isu yang membuat rupiah sulit menguat adalah keringnya pasokan valuta asing di dalam negeri.

Keringnya pasokan valas terlihat dari cadangan devisa Indonesia yang terus menurun.

Awal bulan ini, Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2022 mencapai US$ 130,8 miliar. Realisasi ini anjlok US$ 1,4 miliar dibandingkan posisi Agustus 2022 yang sebesar US$ 132,2 miliar.

"Penurunan posisi cadangan devisa pada September 2022 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," tulis BI dalam siaran pers, Jumat (7/10/2022).

Cadangan devisa tersebut menjadi yang terendah sejak Mei 2020.

Jika melihat ke belakang, cadangan devisa Indonesia mencatat rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar pada September 2021 lalu. Artinya, dalam setahun cadangan devisa sudah merosot US$ 16,1 miliar.

Yang menjadi perhatian adalah cadangan devisa yang terus menurun, sementara transaksi berjalan mencetak surplus hingga 29 bulan beruntun.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, surplus neraca perdagangan pada periode Januari - September 2022 mencapai US$ 39,87 miliar atau tumbuh sebesar 58,83%.

Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro melihat banyak pendapatan ekspor Indonesia disimpan di bank-bank Singapura di tengah-tengah fenomena surplus bertubi-tubi.

Hal ini dikarenakan bank Singapura menawarkan lebih dari 3% setahun untuk dolar AS yang ditempatkan di deposito berjangka. Jauh lebih tinggi dibandingkan di dalam negeri yang hanya rata-rata 0.38%.

Terbatasnya pasokan valas ini juga diakui oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti saat konferensi pers BI pekan lalu.

"Likuiditas valas terbatas, padahal trade balance besar. Satu hal ini memang agak berbeda dengan periode-periode yang lalu," jelas Destry.

Tirisnya pasokan valas juga bisa terlihat dari pertumbuhan kredit yang melaju kencang, namun tak disertai dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) valas.

BI mencatat, pada September 2022, pertumbuhan kredit tumbuh double digit atau sebesar 18,1%, sementara pertumbuhan penghimpunan DPK valas hanya mencapai 8,4%. 

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pemerintah Perlu Tarik Utang Dolar Lagi?

Salah satu cara untuk menambah pasokan devisa valas di dalam negeri yakni dengan penarikan utang melalui penerbitan global bond.

Di tahun ini, pemerintah telah menerbitkan global bond berdenominasi dolar AS senilai US$ 1,75 miliar pada Maret dan US$2,65 miliar pada September 2022.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, tanggal setelmen penerbitan global bond pada 20 September.

Dengan tambahan tersebut, nyatanya cadangan devisa pada September masih juga merosot. Artinya kebutuhan BI untuk melakukan intervensi menjaga stabilitas rupiah sangat tinggi.

Dengan tekanan hebat yang dialami rupiah saat ini, ada risiko cadangan devisa akan kembali tergerus.

Namun, penerbitan kembali global bond sepertinya menjadi pilihan yang cukup sulit, sebab cost of fund saat ini sangat tinggi.

Data dari DJPPR, tingkat kupon global bond tenor 10 tahun yang diterbitkan September lalu sebesar 4,650%. Kupon tersebut lebih tinggi dua kali lipat ketimbang yang diterbitkan pada September 2021 sebesar 2,150%.

Beban pembayaran bunga pun akan membengkak sangat signifikan. Hal ini tentunya akan berdampak ke belanja pembayaran bunga utang di APBN ke depannya.

Guna menjaga pasokan valas, Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan apabila memungkinkan agar devisa hasil ekspor (DHE) para eksportir harus masuk dan parkir di dalam negeri.

"DHE harus masuk, dan harus diperketat lagi aturannya," tegas David.

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah juga menegaskan hal serupa. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk memperkuat valas di dalam negeri, menurut Piter dengan mewajibkan para eksportir bukan hanya memikirkan dolar-nya di tanah air, tapi harus menjualnya ke negara.

"Yang bisa dilakukan adalah mewajibkan eksportir untuk menjual dolar mereka ke negara, menukarkannya menjadi rupiah. Terutama untuk perusahaan-perusahaan pertambangan yang saat ini menikmati harga komoditas tinggi," kata Piter.

Meskipun saat ini sanksi penerapan DHE juga sudah mulai dilakukan oleh otoritas, Piter memandang implementasi DHE belum memberikan andil yang banyak untuk menambah pundi dolar AS ke tanah air.

"(DHE) Belum optimal, karena kewajibannya masih terbatas menempatkan di bank dalam negeri walaupun hanya sebentar. Belum ada kewajiban menukarkannya ke rupiah," tambahnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular