Newsletter

Amerika Serikat OTW Double Dip Recession!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 October 2022 06:00
Demo warga Michigan, Amerika Serikat wujud kekecewaan warga setelah Gubernur Michigan memerintahkan warga tetap di rumah guna mencegah penyebaran virus corona (Covid-19). (AP Photo/Paul Sancya)
Foto: Demo warga Michigan, Amerika Serikat wujud kekecewaan warga setelah Gubernur Michigan memerintahkan warga tetap di rumah guna mencegah penyebaran virus corona (Covid-19). (AP Photo/Paul Sancya)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Sahan Gabungan (IHSG) berakhir melemah pada perdagangan Selasa (25/10/2022) setelah mencatat penguatan 6 hari beruntun. Rupiah dan Surat Berharga Negara (SBN) juga bernasib sama.

IHSG Selasa kemarin tercatat melemah tipis 0,07% ke 7.048,380, setelah sebelumnya sempat melesat 0,8% ke atas level 7.100. Sebelumnya, IHSG sudah menguat 6 hari beruntun dengan total 3,5%.

Koreksi tipis tersebut terbilang wajar, sebab pelaku pasar kini menanti rilis data pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) Kamis nanti. Perekonomian AS diperkirakan akan tumbuh di kuartal III-2022, setelah mengalami kontraksi dua bulan beruntun.

Namun, bukan berarti itu kabar baik, malah bisa menjadi kabar buruk yang mempengaruhi pergerakan pasar finansial secara global. Ulasan tersebut akan dibahas pada halaman 3. 

Rupiah juga sudah terkena dampaknya. Selasa kemarin Mata Uang Garuda kembali melemah 0,22% ke Rp 15.620/US$. Sementara itu dari pasar SBN, hanya tenor 1 dan 10 tahun yang mengalami penguatan, terlihat dari yield-nya yang turun.

Pergerakan harga SBN berbanding terbalik dengan yield. Ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya.

Pergerakan pasar finansial Indonesia menunjukkan ketidakpastian yang tinggi di perekonomian global. Isu resesi berjamaah di 2023 terus membayangi dan menjadi sentimen negatif.

IHSG sebelumnya mampu menguat 6 hari beruntun ditopang sektor finansial. Optimisme akan apiknya kinerja keuangan bank besar membuat sektor ini mencata kinerja impresif.

Seperti diketahui PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sudah melaporkan kinerja keuangannya.

BCA mencapai Rp 29 triliun pada sembilan bulan pertama tahun 2022, atau naik 24,8%. Sementara itu BNI membukukan kenaikan laba bersih 76,8% secara tahunan (yoy) hingga kuartal III senilai Rp 13,7 triliun.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Naik 3 Hari Beruntun

Bursa saham AS (Wall Street) kembali menguat pada perdagangan Selasa waktu setempat, Dengan demikian, kiblat bursa saham dunia ini sudah menguat dalam 3 hari beruntun.

Indeks Nasdaq memimpin penguatan sebesar 2,25% ke 11.199,12, disusul S&P 500 1,6% ke 3.859,11, dan Doe Jones 1,07% ke 31.836,74.

Meski demikian, Wall Street berisiko tertekan pada perdagangan Rabu waktu setempat akibat laporan kinerja keuangan raksasa teknologi Alphabet yang di bawah ekspektasi.

Laporan kinerja keuangan para raksasa teknologi memang sangat dinanti investor, mengingat bobotnya yang besar.

Tidak hanya Alphabet, Microsoft juga melaporkan kinerja keuangan setelah perdagangan berakhir. Hasilnya sama, di bawah ekspektasi. Alhasil, indeks S&P 500, Dow Jones dan Nasdaq futures (berjangka) langsung turun.

Hal ini bisa menjadi sinyal Wall Street akan tertekan.

Dari data ekonomi yang dirilis, indeks keyakinan konsumen menurun pada Oktober setelah mencatat kenaikan 2 bulan beruntun.

Indeks keyakinan konsumen yang dirilis Conference Board tercatat sebesar 102,5, turun tajam dari bulan sebelumnya 107.8.

Dilihat lebih detail, sebanyak 17,5% konsumen yang disurvei mengatakan kondisi bisnis "baik". Persentase tersebut turun dari sebelumnya 20,7%

Selain itu, harga rumah juga mengalami penurunan. The S&P CoreLogic Case-Shiller 20-City House Price Index menunjukkan penurunan sebesar 1,3% pada bulan Agustus, lebih besar dari perkiraan sebesar 0,8%.

Jika penurunan ini terus berlanjut, maka akan menjadi pemberat bagi pertumbuhan ekonomi di 2023 dan kemungkinan akan melandaikan inflasi, menurut Bill Adams, kepala ekonom di Comerica Bank.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Melemahnya indeks berjangka Wall Street, bisa menjadi sinyal negatif bagi pasar saham Asia. IHSG berisiko tertekan pada perdagangan Rabu (26/10/2022). Laporan kinerja keuangan Alphabet dan Microsoft mengindikasikan perekonomian yang tidak sedang baik-baik saja.

Amerika Serikat akan merilis data produk domestik bruto (PDB) Kamis nanti. Berdasarkan hasil polling Reuters, PDB AS diprediksi akan tumbuh 2% di kuartal III-2022. Artinya, Amerika Serikat akan lepas dari resesi.

Namun, bukan berarti itu adalah titik cerah, sebab ada risiko Negeri Paman Sam akan mengalami double dip recession. Kontraksi PDB dalam 2 kuartal beruntun secara teknis sudah disebut resesi. Namun, resesi di awal tahun ini ringan, bahkan mungkin belum terasa sebab pasar tenaga kerja AS masih sangat kuat, tetapi yang parah akan datang.

Survei terbaru yang dilakukan Wall Street Journal terhadap para ekonom menunjukkan sebanyak 63% memprediksi Amerika Serikat akan mengalami resesi 12 bulan ke depan. Persentase tersebut naik dari survei bulan Juli sebesar 49%.

Double dip recession pernah dialami Amerika Serikat pada 1980an. Resesi pertama terjadi pada kuartal I sampai III-1980, kemudian yang kedua pada kuartal III-1981 dan berlangsung hingga kuartal IV-1982.

"Ada dua hal buruk yang terjadi saat ini, dan The Fed saat ini memilih yang dampaknya lebih ringan - resesi yang akan diikuti dengan kenaikan tingkat pengangguran atau risiko dari inflasi tinggi yang lebih korosif dan mengakar," kata Diane Swonk, kepala ekonom di KPMG, sebagaimana dilansir Wall Street Journal, Minggu (16/10/2022).

Ketika perekonomian Amerika Serikat masih tumbuh kuat, maka bank sentralnya (The Fed) akan terus agresif menaikkan suku bunga.

Sepanjang tahun ini The Fed sudah menaikkan suku bunga sebesar 300 basis poin, menjadi 3% - 3,25% dan masih akan terus berlanjut.

Pada November nanti, bank sentral paling powerful di dunia ini diperkirakan akan menaikkan lagi sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% - 4%. Tidak cukup sampai di situ, kenaikan masih akan terus dilakukan hingga awal tahun depan.

Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 50% suku bunga The Fed berada di level 4,75% - 5% pada Februari 2023.

Alhasil, rilis data PDB Amerika Serikat akan sangat mempengaruhi pasar finansial global. Sehingga, sebelum dirilis, IHSG, rupiah dan SBN masih akan volatil.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Data inflasi Australia (7:30 WIB)
  • Produksi Industri Singapura (12:00 WIB)
  • Pengumuman suku bunga bank sentral Kanada (21:00 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Right issue (recording): BACA
  • RUPS: PTRO, KOPI

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2022 YoY)

5,44%

Inflasi (September 2022 YoY)

5,95%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Oktober 2022)

4,75%

Surplus Anggaran (APBN 2022)

3,92% PDB

Surplus Transaksi Berjalan (Q2-2022 YoY)

1,1% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q2-2022 YoY)

US$ 2,4 miliar

Cadangan Devisa (September 2022)

US$ 130,8 miliar


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular