Newsletter

Amerika Serikat OTW Double Dip Recession!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 October 2022 06:00
Bendera Amerika Serikat
Foto: Bendera Amerika Serikat (AP Photo/Charlie Riedel)

Melemahnya indeks berjangka Wall Street, bisa menjadi sinyal negatif bagi pasar saham Asia. IHSG berisiko tertekan pada perdagangan Rabu (26/10/2022). Laporan kinerja keuangan Alphabet dan Microsoft mengindikasikan perekonomian yang tidak sedang baik-baik saja.

Amerika Serikat akan merilis data produk domestik bruto (PDB) Kamis nanti. Berdasarkan hasil polling Reuters, PDB AS diprediksi akan tumbuh 2% di kuartal III-2022. Artinya, Amerika Serikat akan lepas dari resesi.

Namun, bukan berarti itu adalah titik cerah, sebab ada risiko Negeri Paman Sam akan mengalami double dip recession. Kontraksi PDB dalam 2 kuartal beruntun secara teknis sudah disebut resesi. Namun, resesi di awal tahun ini ringan, bahkan mungkin belum terasa sebab pasar tenaga kerja AS masih sangat kuat, tetapi yang parah akan datang.

Survei terbaru yang dilakukan Wall Street Journal terhadap para ekonom menunjukkan sebanyak 63% memprediksi Amerika Serikat akan mengalami resesi 12 bulan ke depan. Persentase tersebut naik dari survei bulan Juli sebesar 49%.

Double dip recession pernah dialami Amerika Serikat pada 1980an. Resesi pertama terjadi pada kuartal I sampai III-1980, kemudian yang kedua pada kuartal III-1981 dan berlangsung hingga kuartal IV-1982.

"Ada dua hal buruk yang terjadi saat ini, dan The Fed saat ini memilih yang dampaknya lebih ringan - resesi yang akan diikuti dengan kenaikan tingkat pengangguran atau risiko dari inflasi tinggi yang lebih korosif dan mengakar," kata Diane Swonk, kepala ekonom di KPMG, sebagaimana dilansir Wall Street Journal, Minggu (16/10/2022).

Ketika perekonomian Amerika Serikat masih tumbuh kuat, maka bank sentralnya (The Fed) akan terus agresif menaikkan suku bunga.

Sepanjang tahun ini The Fed sudah menaikkan suku bunga sebesar 300 basis poin, menjadi 3% - 3,25% dan masih akan terus berlanjut.

Pada November nanti, bank sentral paling powerful di dunia ini diperkirakan akan menaikkan lagi sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% - 4%. Tidak cukup sampai di situ, kenaikan masih akan terus dilakukan hingga awal tahun depan.

Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 50% suku bunga The Fed berada di level 4,75% - 5% pada Februari 2023.

Alhasil, rilis data PDB Amerika Serikat akan sangat mempengaruhi pasar finansial global. Sehingga, sebelum dirilis, IHSG, rupiah dan SBN masih akan volatil.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular