Semua Mata Menuju ke Bos Thamrin, Ada Kejutan Hari Ini?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Selasa (18/10/2022) terpantau cenderung beragam, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat. Sedangkan rupiah dan harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah.
Di pasar saham dalam negeri, menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup menguat 0,38% ke posisi 6.860,42. IHSG masih bertahan di zona psikologis 6.800.
IHSG sempat menyentuh zona merah pada awal perdagangan sesi I. Namun menjelang pukul 10:00 WIB, IHSG berhasil bangkit ke zona hijau hingga akhir perdagangan kemarin.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitaran Rp 13 triliun dengan melibatkan 20 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 295 saham terapresiasi, 245 saham terdepresiasi, dan 155 saham lainnya stagnan.
Investor asing kembali melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 124,71 miliar di pasar reguler. Namun di pasar tunai dan negosiasi, asing mencatatkan beli bersih (net buy) sebesar Rp 218,14 miliar.
Di Asia-Pasifik, pergerakannya cenderung beragam. Indeks Shanghai Composite China, Hang Seng Hong Kong, Straits Times Singapura, KOSPI Korea Selatan, SETI Thailand, dan TAIEX Taiwan ditutup di zona merah. Hang Seng dan Shanghai menjadi yang paling besar koreksinya, masing-masing lebih dari 1% dan 2%.
Sedangkan sisanya yakni ASX 200 Australia, IHSG, BSE Sensex India, Nikkei 225 Jepang, KLCI Malaysia, dan PSEI Filipinan ditutup di zona hijau. KLCI menjadi yang paling besar penguatannya, yakni melesat lebih dari 1%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan kemarin ditutup kembali melemah dihadapan dolar Amerika Serikat (AS), setelah pada Selasa lalu sempat menguat.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah dibuka stagnan di Rp 15.465/US$. Sayangnya, rupiah terkoreksi lagi sebesar 0,1% ke Rp 15.480/US$ pada pukul 11:00 WIB. Kemudian pada pukul 15:35 WIB, rupiah sempat menyentuh Rp 15.500/US$ melemah 0,23% d pasar spot.
Di penutupan perdagangan rupiah tembus ke Rp 15.495/US$, melemah 0,19% di pasar spot. Dengan demikian, rupiah masih berada di posisi terlemahnya dalam 2,5 tahun terakhir. Tepatnya sejak 30 April 2020.
Tak hanya rupiah saja, mata uang Asia-Pasifik juga kompak melemah dihadapan sang greenback. Rupee India menjadi yang paling parah pelemahannya yakni melemah 0,78%.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia-Pasifik melawan dolar AS pada Rabu kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN) pada perdagangan kemarin harganya ditutup kompak melemah, menandakan bahwa investor cenderung melepasnya.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara menjadi yang paling besar kenaikannya, yakni melonjak 9,4 basis poin (bp) ke posisi 7,509%.
Sedangkan untuk yield SBN bertenor 15 tahun menjadi yang paling kecil kenaikannya, yakni naik 3,6 bp menjadi 7,47%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Rabu kemarin.
Perekonomian Indonesia dihadapkan dengan faktor eksternal yang penuh tantangan dan bergejolak.
Faktor eksternal itu antara lain fragmentasi geopolitik antara negara G7, perang Rusia dan Ukraina, juga ketegangan ekonomi AS dan China yang mengganggu mata rantai pasok global.
Potensi 'strong dollar' masih mungkin terjadi, pasalnya para pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga mengindikasikan bahwa The Fed akan agresif untuk meredam inflasi.
Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari pada Selasa lalu menyatakan bahwa The Fed mungkin perlu menaikkan suku bunga acuan di atas 4,75%, jika inflasi yang mendasarinya tidak berhenti melesat.
Jika mengacu pada FedWatch, sebanyak 94,5% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bp dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4%.
Keagresifan The Fed diprediksi akan membawa perekonomian AS masuk ke zona resesi dan tentunya akan berdampak pada negara-negara lain di dunia. Oleh karena itu pelemahan rupiah akan terus berlanjut hingga ke level di atas Rp 15.500/US$.
(chd/chd)