
Semua Mata Menuju ke Bos Thamrin, Ada Kejutan Hari Ini?

Pada hari ini, pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang mulai kembali melemah pada perdagangan Rabu kemarin.
Wall Street menghentikan reli dua hari beruntunnya karena kenaikan yield Treasury, di mana yield Treasury tenor 10 tahun mencapai level tertingginya sejak tahun 2008.
Wall Street melemah meski masih ada sentimen positif dari rilis kinerja keuangan beberapa emiten di AS kemarin.
Namun, para pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali mengindikasikan bahwa The Fed akan agresif untuk meredam inflasi.
Kini, kekhawatiran tentang resesi kembali muncul di kalangan pelaku pasar karena The Fed terus mengikuti jalur hawkish yang dilapisi dengan kenaikan suku bunga.
Hal ini membuat beberapa perusahaan di AS kembali merubah proyeksi pendapatannya, dengan beberapa perusahaan dan analis merevisi prospek mereka ke bawah untuk kuartal mendatang.
Mengacu pada FedWatch, sebanyak 94,5% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bp dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4%.
Selain itu, investor juga cenderung menanggapi negatif dari rilis data inflasi di Inggris dan Uni Eropa.
Di Inggris, inflasi pada September 2022 tercatat sebesar 10,1% (year-on-year/yoy),naik dari bulan sebelumnya sebesar 9,9% dan menyamai catatan tertinggi dalam 40 tahun pada Juli lalu.
Inflasi itu juga melampaui ekspektasi para ekonom yang meramalkan angka 10% (yoy).
Tingginya inflasi Inggris seiring dengan melonjaknya biaya hidup di negara tersebut yang turut dipicu oleh melambungnya harga energi sebagai imbas dari perang Rusia di Ukraina.
Sementara itu, inflasi September 2022 secara bulanan (month-to-month/mtm) tercatat sebesar 0,5%, sama seperti bulan sebelumnya. Namun, besarannya juga di atas ekspektasi sebesar 0,4% (mtm).
Sedangkan di Uni Eropa, inflasi pada September 2022 tercatat sebesar 9,9% secara tahun tahunan (year-on-year/yoy), sedikit di bawah estimasi awal sebesar 10%.
Meskipun begitu, berdasarkan data yang dirilis EUROSTAT, inflasi itu lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 9,1% sekaligus menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah pencatatan yang dimulai pada 1991.
Angka itu juga jauh di atas target bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) sebesar 2%. Hal tersebut memperkuat alasan ECB untuk terus memperketat kebijakan moneternya, utamanya dengan menaikkan suku bunga.
Adapun, tingginya angka inflasi itu terjadi seiring dengan nilai mata uang euro yang mencapai titik terendah dalam 20 tahun dan krisis energi yang melanda.
Tekanan tertinggi datang dari harga energi yang naik hingga 40,7% (yoy), diikuti oleh makanan, alkohol, dan tembakau sebesar 11,8% (yoy), jasa 4,3% (yoy), dan barang industri non energi sebesar 11,8% (yoy).
Sementara itu, inflasi inti September 2022, yang tidak termasuk harga bergejolak, tercatat sebesar 4,8% atau sesuai dengan ekspektasi. Angka tersebut naik dari bulan sebelumnya sebesar 4,3%.
Adapun, inflasi September 2022 secara bulanan (month-to-month/mtm) tercatat sebesar 1,2% atau sesuai dengan proyeksi. Namun, angka itu naik dari bulan sebelumnya sebesar 0,6%.
Pada hari ini, pelaku pasar bakal kembali memantau beberapa data penting lainnya, di mana salah satunya yakni kebijakan suku bunga acuan bank sentral China (People Bank of China/PBoC).
Konsensus pasar Trading Economics memproyeksikan bahwa bank sentral Negeri Panda akan kembali mempertahankan suku bunga acuannya kali ini.
Suku bunga pinjaman (loan prime rate/LPR) tenor 1 tahun diprediksikan tetap di level 3,65%, sedangkan LPR tenor 5 tahun diprediksi bertahan di level 4,3%.
Sebelumnya pada Senin lalu, PBoC memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga medium term lending facility (MLF) di level 2,75%.
PBOC juga telah menyuntikkan pinjaman MLF satu tahun senilai 500 miliar yuan (US$ 69,45 miliar) ke sistem perbankan pada Senin lalu, sesuai dengan jumlah yang jatuh tempo bulan ini dan tidak menghasilkan injeksi atau penarikan likuiditas secara bersih.
Beberapa pengamat mengatakan bahwa PBoC masih memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga di sisa tahun ini karena operasi pasar terbuka terbaru bank sentral mengisyaratkan bahwa sikap kebijakan akomodatif dapat terus mendorong pemulihan ekonomi.
Zhang Xu, analis pendapatan tetap di Everbright Securities, mengatakan bahwa PBOC telah membuat rollover MLF penuh bahkan ketika suku bunga pasar relatif rendah, memberikan sinyal yang jelas bahwa bank sentral bersedia untuk meningkatkan dukungan untuk ekonomi riil.
Laporan Kongres Nasional Partai Komunis China ke-20 yang disampaikan pada Minggu lalu, telah menggarisbawahi bahwa negara harus terus fokus pada ekonomi riil dalam mengejar pertumbuhan ekonomi.
Dengan latar belakang seperti itu, Zhang mengatakan mengurangi rasio persyaratan cadangan atau jumlah uang tunai yang harus disisihkan bank sebagai cadangan dapat menjadi opsi kebijakan yang layak dalam beberapa bulan mendatang untuk menekan biaya pembiayaan perusahaan, sebuah proses yang dapat mengurangi LPR.
(chd/chd)