Newsletter

Wall Street Ditutup Mix, Pasar Keuangan RI Bisa Bangkit?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
28 September 2022 06:20
Menteri Keuangan Sri Mulyani Saat Konferensi Pers APBN KITA September 2022
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Saat Konferensi Pers APBN KITA September 2022. (Tangkapan Layar via Youtube Kemenkeu)

Ragam sentimen juga datang dari dalam negeri. Kinerja sektor eksternal Indonesia sangat positif, didukung neraca perdagangan yang melanjutkan tren surplus serta ekspor dan impor bulan Agustus 2022 yang merupakan tertinggi sepanjang masa.

Aktivitas manufaktur Indonesia masih terus menguat dengan tekanan inflasi bulan Agustus yang semakin berkurang. Peningkatan konsumsi listrik juga berlanjut, menunjukkan terus tumbuhnya aktivitas ekonomi masyarakat.

Bahkan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan tumbuh lebih baik di tahun 2022, sejalan dengan proyeksi yang dilakukan oleh lembaga internasional terkemuka seperti ADB sebesar 5,4%, IMF 5,3%, Bloomberg 5,2%, dan Bank Dunia 5,1%.

Bahkan, kinerja manufaktur Indonesia mencatat ekspansi di tengah tren pelemahan manufaktur di negara-negara besar, seperti Eropa, China dan Amerika Serikat (AS).

Kondisi ini tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) per Agustus 2022. PMI Manufaktur Indonesia bulan Agustus 2022 tercatat sebesar 51,7, atau meningkat dari bulan lalu sebesar 51,3.

Dari negara-negara Asean-5 dan G20, hanya 24% negara-negara di dunia yang PMI-nya masih mengalami akselerasi, yaitu Thailand, Rusia, Vietnam dan Indonesia. Sementara itu, 40% negara-negara maju sudah mengalami kontraksi, yakni Eropa, Jerman, Italia, Inggris, Tiongkok dan Turki.

Meski demikian, ada dampak perang Rusia-Ukraina yang masih patut dicermati. Ancaman dunia yang 'gelap' di depan mata. Perang antara Rusia dan Ukraina yang memicu berbagai krisis menjadi alasan utama dunia kini dihantui ketidakpastian yang makin kronis. Termasuk Indonesia.

Beberapa negara seperti Yunani, Italia, Spanyol, hingga Jerman sudah merasakan dampak dari krisis energi. Belum lagi ditambah dengan ancaman perubahan iklim berupa kekeringan yang sudah terjadi.

Inflasi di negara maju dan negara berkembang kini meningkat dan mendorong bank sentral di banyak negara dengan mengeksekusi kebijakan moneter yang agresif.

Situasi ini tentu akan memberikan dampak terhadap dolar AS. Bukan tidak mungkin, hal ini akan memberikan tekanan pada sejumlah mata uang lainnya tak terkecuali nilai tukar rupiah.

(aum/aum)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular