Newsletter

Wall Street Ditutup Mix, Pasar Keuangan RI Bisa Bangkit?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
28 September 2022 06:20
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Hari ini sentimen utama yang berpotensi menggerakkan IHSG masih akan fokus pada implikasi kebijakan moneter berbagai negara terutama Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Sikap pelaku pasar saat ini cenderung lebih hati-hati dan menanti sinyal serta indikator yang jelas tentang perkembangan ekonomi global maupun domestik.

Mendekati akhir kuartal III-2022 pola pergerakan IHSG masih terlihat cenderung terkonsolidasi dengan potensi tekanan yang mulai menurun, tetapi para investor masih harus mewaspadai adanya potensi koreksi wajar dikarenakan sentimen dari fluktasi harga komoditas juga nilai tukar rupiah yang masih membayangi pergerakan IHSG pekan ini.

Sementara, sentimen negatif juga datang dari ramalam ekonomi global. Kemarin (27/9/2022) bank dunia memprediksi laju ekonomi Asia Timur dan Pasifik, termasuk China tahun ini, akan melambat ke 3,2%, jauh lebih rendah prediksi bulan April lalu di 5% dan capaian tahun lalu 7,2%.

Banyak ekonom yang telah memperkirakan bahwa dunia akan terjun bersama-sama ke jurang resesi pada 2023. Resesi ini tentunya dipicu oleh inflasi yang meninggi akibat melesatnya harga pangan dan energi di sejumlah negara, khususnya Eropa dan AS. Inflasi tinggi memicu bank sentral di negara maju menaikkan suku bunga dan mengetatkan likuiditas.

Sejalan dengan analisis Wells Fargo yang juga memperkirakan kenaikan suku bunga yang lebih curam oleh The Fed karena ketahanan ekonomi AS dan tekad bank sentral yang meningkat untuk menekan inflasi, kata ekonom bank Wall Street dalam sebuah catatan pada hari Selasa (27/9/2022).

Sebelumnya, Wells Fargo memperkirakan kenaikan 100 basis poin antara sekarang dan awal tahun depan, tetapi sekarang mengharapkan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) untuk menaikkan suku sekitar 175 bps.

The Fed telah secara agresif menaikkan suku bunga sebesar 300 basis poin sepanjang tahun ini dan melihat siklus kenaikan suku bunganya berakhir pada 2023 pada 4,50%-4,75% karena berjuang untuk memadamkan serangan inflasi tertinggi sejak 1980-an.

Analis memperkirakan kisaran target akan mencapai 4,75%-5,00% pada kuartal pertama 2023, termasuk kenaikan 75 bps pada pertemuan 2 November dan kenaikan 50 bps pada pertemuan kebijakan 14 Desember.

"Ekonomi menunjukkan tanda-tanda ketahanan, yang akan memerlukan lebih banyak pengetatan moneter untuk memperlambat pertumbuhan cukup untuk membawa inflasi kembali ke target Fed 2%," kata para analis, yang dipimpin oleh kepala ekonom Jay Bryson yang dikutip dari Reuters.

Menurut analis di Wells Fargo, FOMC tidak akan memangkas suku bunga pada tanda pertama kelemahan ekonomi. Mereka mengharapkan perubahan kebijakan Fed hanya menjelang akhir tahun depan.

Sementara, investor perlu memperhatikan pukulan keras yang terjadi di Eropa. Krisis energi yang menghantam Eropa telah memaksa sejumlah negara untuk mengambil kebijakan khusus demi melindungi perekonomian dalam negeri yang kian terancam.

Tekanan yang terjadi karena inflasi dan suku bunga yang kian meninggi, kan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi dunia.

Semua perhatian investor masih berfokus pada pergerakan nilai tukar poundsterling dan pasar obligasi Inggris setelah aksi jual bersejarah kemarin. Hal tersebut terjadi setelah pemerintah Inggris mengumumkan kebijakan fiskal pada Jumat (23/9/2022) pekan lalu.

Pemerintah Inggris mengumumkan era baru perekonomian yang berfokus pada pertumbuhan, termasuk pemangkasan pajak serta insentif investasi untuk dunia usaha. Para pelaku pasar khawatir utang Inggris akan kembali meningkat. Padahal rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) saat ini lebih dari 100%, tertinggi dalam 60 tahun terakhir.

Apalagi, kebijakan pelonggaran fiskal yang dilakukan pemerintah juga berbanding terbalik dengan bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) yang mengetatkan moneter dengan menaikkan suku bunga guna menurunkan inflasi.

(aum/aum)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular