Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Indonesia mencetak sejarah baru dengan melewati harga tertinggi sepanjang masa. Optimisme di pasar ekuitas seiring dengan penguatan nilai tukar rupiah dan surat berharga negara (SBN).
IHSG dalam mencapai harga rekor tertinggi sepanjang masa di 7.377,49 sebelum akhirnya ditutup menguat 0,38% di 7.305,6 pada perdagangan Kamis (15/9/2022).
Statistik perdagangan mencatat ada 268 saham yang mengalami apresiasi, 283 saham melemah dan 154 saham stagnan.
Pergerakan IHSG juga sejalan dengan mayoritas indeks saham Asia lainnya yang menghijau kecuali indeks Shanghai Composite yang melemah lebih dari 1%.
Gerak IHSG seiring dengan laju harga saham 4 bank besar yang juga menguat pada perdagangan kemarin. BBNI melonjak 3,09% menjadi 9.175. Diikuti BBCA yang naik 2,94% ke 8.750 sekaligus jadi yang tertinggi sepanjang masa. Lalu BBRI dan BMRI masing-masing naik 0,66% dan 0,54%.
Kinerja keuangan emiten bank yang solid dan ekonomi Indonesia yang masih solid jadi pendorong utama IHSG catak rekor di tengah kepungan ancaman resesi dunia karena inflasi yang panas dan kenaikan suku bunga.
Nilai tukar rupiah menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS). Rilis data neraca perdagangan yang mencatat surplus 28 bulan beruntun memberikan sentimen positif ke rupiah.
Melansir data Refinitiv, rupiah hair ini sempat menguat 0,2% ke Rp 14.875/US$, sebelum mengakhiri perdagangan di Rp 14.895/US$, menguat 0,07% saja.
Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat, menjadi sinyal pasar kembali dinaungi optimisme.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 3 tahun turun 0,6 basis poin (bp) ke posisi 6,098%. Sedangkan yield SBN bertenor 15 tahun melandai 3,2 bp ke 6,926% dan yield SBN berjangka waktu 25 tahun menurun 1,5 bp menjadi 7,516%.
Sementara untuk imbal hasil SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara meningkat 4,6 bp ke posisi 7,17%.
Sebagai catatan Yieldberlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Tiga indeks utama Wall Street kompak turun pada sesi pembukaan perdagangan hari ini karena laporan ekonomi yang menunjukkan gambaran suram dari ekonomi AS.
Dow Jones Industrial Average turun 173 poin, atau 0,56% menjadi 30.961,82. S&P 500 turun 1,13% menjadi 3.901,35 dan Nasdaq Composite turun 1,43% menjadi 11.552,36.
Saham Adobe turun lebih dari 16% setelah perusahaan mengumumkan kesepakatan US$20 miliar untuk membeli Figma, membebani Nasdaq. Penurunan menular ke saham teknologi lainnya, dengan Apple jatuh 1,9% dan Salesforce turun 3,4%.
Wall Street masih berusaha menemukan pijakannya setelah kenaikan mengejutkan dalam laporan indeks harga konsumen Agustus memicu penurunan lebih dari 1.200 poin untuk Dow pada hari Selasa. Rebound kecil pada hari Rabu terhapus oleh penurunan pada hari Kamis.
Laporan indeks harga konsumen Agustus menunjukkan inflasi utama naik 0,1% pada basis bulanan, meskipun ada penurunan harga gas.
Inflasi yang sangat tinggi telah membuat investor khawatir bahwa Federal Reserve akan lebih agresif dengan kenaikan suku bunganya, meningkatkan kemungkinan resesi di AS.
"Kebijakan moneter bekerja dengan jeda 6 hingga 12 bulan. Kami yakin kondisi keuangan telah cukup ketat di seluruh ekonomi AS untuk menyebabkan resesi dangkal pada akhir tahun ini atau awal tahun depan," kata Chris Senyek dari Wolfe Research.
"Kondisi keuangan akan semakin ketat karena The Fed dan bank sentral lainnya terus menaikkan suku bunga dan mengejar (pengetatan kuantitatif) di bulan-bulan mendatang."
IHSG berpotensi bergerak beragam pada perdagangan hari ini dengan menguji support 7.235, sedangkan resisten terdekat berada di 7.318. Wall Street yang melemah pada perdagangan kemarin akan jadi pemberat laju IHSG hari ini.
Kuatnya kekhawatiran para pelaku pasar atas potensi kenaikan suku bunga The Fed menghapuskan sentimen positif dari beberapa rilis ekonomi Negeri Paman Sam.
Klaim pengangguran awal di AS untuk pekan terakhir 10 September berjumlah 213.000, turun 5.000 dari periode sebelumnya. Angka ini pun lebih rendah dari perkiraan ekonom di mana angkanya akan naik ke 226.000.
Kemudian penjualan ritel AS bertumbuh 0,3% secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Agustus, tumbuh dari bulan sebelumnya yang negatif 0,4%.
Saat ini saham sedang mencari stabilitas setelah laporan inflasi yang lebih panas dari perkiraan mengirim mereka jatuh ke kinerja terburuk sejak 2020. Laporan indeks harga konsumen Agustus menunjukkan inflasi utama naik 0,1% pada basis bulanan, meskipun ada penurunan harga gas.
Inflasi yang sangat tinggi telah membuat investor khawatir bahwa Federal Reserve akan lebih agresif dengan kenaikan suku bunganya, meningkatkan kemungkinan resesi di AS.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, peluang kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 75 bp menjadi 3,00% - 3,25% adalah 80,0%. Sementara peluang kenaikan suku bunga acuan sebesar100 bp menjadi 3,25% - 3,50% adalah 20%.
Kenaikan suku bunga berkorelasi negatif terhadap harga saham karena dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi bahkan resesi pada saat ini.
Saat suku bunga meningkat, bunga kredit pun turut naik sehingga akan membebani ekspansi korporasi dan konsumsi rumah tangga. Akibatnya roda ekonomi tidak berputar sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut kemudian menciptakan pesimisme di pasar.
Investor juga perlu mencermati rilis data produksi industri dan penjualan ritel China, mitra utama dagang Indonesia. Produksi industri China diperkirakan stabil bertumbuh 3,8% pada Agustus. Sementara penjualan ritel diproyeksikan tumbuh 3,5% pada Agustus, lebih cepat dari bulan sebelumnya yakni 2,7%.
Dari dalam negeri, pasar masih akan merespon hasil neraca dagang Indonesia yang surplus selama 28 bulan beruntun sebagai sinyal bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih solid.
Neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 5,76 miliar pada Agustus 2022. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor Indonesia pada periode Agustus 2022 berhasil tumbuh 30,15% secara year on year (yoy) mencapai US$ 27,91 miliar.
Sementara impor pada periode yang sama US$ 22,15 miliar naik 32,81% yoy. Capaian ini juga sekaligus mencatatkan surplus sebanyak 28 kali berturut-turut.
Pencapaian ini lebih tinggi dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Agustus sebesar US$ 4,12 miliar. Surplus menurun tipis dibandingkan Juli 2022 yang mencapai US$ 4,23 miliar.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Rilis data Produksi Industri China Agustus 2022 (09:00 WIB)
- Rilis data Penjualan Ritel China Agustus 2022 (09:00 WIB)
- Rilis data Penjualan Ritel Inggris Agustus 2022 (13:00 WIB)
- Inflasi Uni Eropa Agustus 2022 (16:00 WIB)
Berikut agenda korporasi yang akan berlangsung hari ini:
- RUPSLB PT Transkon Jaya Tbk (TRJA) pukul 09.00 WIB
- RUPSLB PT SLJ Global Tbk (SULI) pukul 09.30 WIB
- RUPSLB PT Mustika Ratu Tbk (MRAT) pukul 10.00 WIB
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2022 YoY) | 5,44 % |
Inflasi (Agustus 2022, YoY) | 4,69% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Agustus 2022) | 3,75% |
Surplus/Defisit Anggaran Sementara (APBN 2022) | -3,92% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q2-2022) | 1,1% PDB |
Cadangan Devisa (Juli 2022) | US$ 132,2 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA