Jakarta, CNBC Indonesia - Lagi-lagi, pasar keuangan Indonesia harus ditutup variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, tetapi nilai tukar rupiah malah melemah.
Kemarin, IHSG finis di posisi 7.057,35. Menguat 0,15% sekaligus menjadi yang tertinggi sejak 10 Juni.
IHSG genap menguat selama empat hari beruntun. Dalam sebulan terakhir, IHSG sudah terangkat 5,28%.
Sejatinya perdagangan berlangsung kurang semangat. Memang volume transaksi tercatat melibatkan 25,93 miiiar unit saham, lebih tinggi ketimbang rata-rata tahun ini yang 23,41 miliar.
Namun frekuensi dan nilai transaksi berada di bawah rerata 2022. Frekuensi perdagangan adalah 1,29 juta kali, lebih sedikit ketimbang rata-rata tahun ini yang 1,38 juta. Sementara nilai perdagangan ada di Rp 13,62 triliun, di bawah rata-rata 2022 yang Rp 15,43 triliun.
Meski demikian, investor asing kembali masuk ke bursa saham Tanah Air. Nilai beli bersih investor asing tercatat Rp 1,12 triliun. Dengan demikian, akumulasi beli bersih oleh investor asing sepanjang 2022 adalah Rp 54,57 triliun.
Penguatan tipis dan masuknya investor asing di bursa saham tidak lantas membuat rupiah menguat. Kala penutupan perdagangan pasar spot, rupiah melemah 0,13% di hadapan dolar AS ke Rp 14.930/US$. Rupiah pun sah melemah selama empat hari beruntun di hadapan greenback.
Beralih ke bursa saham AS, tiga indeks utama ditutup variatif cenderung melemah. Nasdaq Composite berhasil naik 0,38%, tetapi Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan S&P 500 terkoreksi masing-masing 0,18% dan 0,01%.
Investor sepertinya sedang memasang mode wait and see. Pelaku pasar tengah harap-harap cemas menantikan rilis data ketenagakerjaan AS malam nanti waktu Indonesia.
Berdasarkan konsensus yang dihimpun Reuters, perekonomian Negeri Paman Sam pada Juli diperkirakan menciptakan 230.000 lapangan kerja non-pertanian. Jauh lebih sedikit ketimbang bulan sebelumnya yakni 372.000. Jika terwujud, maka akan jadi yang terendah sejak Desember 2020.
Kondisi ketenagakerjaan Negeri Adikuasa yang memburuk ini bisa membuat bank sentral The Federal Reserve/The Fed memberikan 'belas kasih'. Ke depan, bisa saja Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat akan mengurangi agresivitas kenaikan suku bunga acuan.
Inflasi AS memang tinggi, bahkan menyentuh rekor yang tertinggi dalam lebih dari empat dekade. Namun tidak hanya menjaga inflasi, The Fed juga diberi mandat lain yaitu mengawal penciptaan lapangan kerja seluas-luasnya (maximum employment).
Kenaikan suku bunga acuan mungkin bisa meredam inflasi. Saat suku bunga tinggi, maka ekspansi rumah tangga dan dunia usaha akan tertahan. Ini membuat permintaan berkurang sehingga tekanan inflasi mereda.
Di sisi lain, kenaikan suku bunga bisa menjadi tidak kondusif bagi penciptaan lapangan kerja. Saat dunia usaha sulit melakukan ekspansi karena terbentur bunga mahal, maka penciptaan lapangan kerja tentu lebih terbatas.
So, data ketenagakerjaan menjadi sangat menentukan arah kebijakan moneter. Sedangkan kebijakan moneter akan menentukan arah perekonomian AS.
Maka dari itu, investor sepertinya memilih untuk menunggu. Tidak membuat Langkah signifkan sebelum rilis data ketenagakerjaan. Hasilnya, Wall Street menjadi kurang bergairah.
Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang melandai dan kurang semarak. Ini bisa menular ke pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Kedua, Bank Indonesia akan merilis data cadangan devisa. Menurut perkiraan Trading Economics, cadangan devisa Indonesia per akhir Juli 2022 sebesar US$ 135,6 miliar. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang US$ 136,4 miliar.
Data cadangan devisa menjadi penting karena bisa menentukan nasib rupiah. Cadangan devisa yang tebal membuat BI punya 'peluru' untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.
Ketiga, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,17% year-on-year (yoy). Lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,01% yoy.
Momentum Ramadan-Idul Fitri menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apalagi tahun ini sudah lebih longgar, mudik sudah diperbolehkan sehingga aktivitas ekonomi bergeliat hingga ke pelosok daerah.
Belum lagi harga komoditas yang masih bertahan di level tinggi. Ini menjadi 'obat kuat' bagi ekspor Indonesia, yang berstatus sebagai negara eksportir komoditas.
Ekonomi Indonesia yang tumbuh positif tentu menjadi kabar gembira. Ingat, tidak sedikit negara yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi negatif alias kontraksi.
Misalnya AS. US Bureau of Economic Analysis melaporkan pembacaan awal terhadap ekonomi Negeri Stars and Stripes menunjukkan adanya kontraksi alias pertumbuhan negatif negatif 0,9% pada kuartal II-2022 dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Pada kuartal I-2022, PDB AS juga terkontraksi 1,6% qtq.
Saat ekonomi suatu negara mengalami kontraksi qtq dalam dua kuartal beruntun, itu disebut dengan resesi teknikal. Jadi, Negeri Super Power kini sudah resmi masuk ke 'jurang' resesi.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data cadangan devisa Jepang periode Juli 2022 (06:50 WIB).
- Rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia periode kuartal II-2022 (09:00 WIB).
- Rilis data cadangan devisa Indonesia periode Juli 2022 (10:00 WIB).
- Pengumuman suku bunga acuan India (11:30 WIB).
- Rilis data ekspor-impor dan neraca perdagangan Prancis periode Juni 2022 (13:45 WIB).
- Rilis data ketenagakerjaan AS periode Juli 2022 (19:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA