
Akankah Indonesia Resesi? Tunggu Jawabannya Hari Ini

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang melandai dan kurang semarak. Ini bisa menular ke pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Kedua, Bank Indonesia akan merilis data cadangan devisa. Menurut perkiraan Trading Economics, cadangan devisa Indonesia per akhir Juli 2022 sebesar US$ 135,6 miliar. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang US$ 136,4 miliar.
Data cadangan devisa menjadi penting karena bisa menentukan nasib rupiah. Cadangan devisa yang tebal membuat BI punya 'peluru' untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.
Ketiga, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,17% year-on-year (yoy). Lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,01% yoy.
Momentum Ramadan-Idul Fitri menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apalagi tahun ini sudah lebih longgar, mudik sudah diperbolehkan sehingga aktivitas ekonomi bergeliat hingga ke pelosok daerah.
Belum lagi harga komoditas yang masih bertahan di level tinggi. Ini menjadi 'obat kuat' bagi ekspor Indonesia, yang berstatus sebagai negara eksportir komoditas.
Ekonomi Indonesia yang tumbuh positif tentu menjadi kabar gembira. Ingat, tidak sedikit negara yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi negatif alias kontraksi.
Misalnya AS. US Bureau of Economic Analysis melaporkan pembacaan awal terhadap ekonomi Negeri Stars and Stripes menunjukkan adanya kontraksi alias pertumbuhan negatif negatif 0,9% pada kuartal II-2022 dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Pada kuartal I-2022, PDB AS juga terkontraksi 1,6% qtq.
Saat ekonomi suatu negara mengalami kontraksi qtq dalam dua kuartal beruntun, itu disebut dengan resesi teknikal. Jadi, NegeriĀ Super Power kini sudah resmi masuk ke 'jurang' resesi.
(aji/aji)