Newsletter

Wall Street Ambruk Lagi, Waspadalah!

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Rabu, 29/06/2022 06:20 WIB
Foto: Suasana Bursa Efek Indonesia (BEI). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Selasa (28/6/2022) kemarin secara mayoritas berkinerja kurang baik, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah ditutup melemah, sedangkan harga obligasi pemerintah RI ditutup menguat.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup melemah 0,28% ke posisi 6.996,456. IHSG sempat terlempar jauh dari level psikologis 7.000. Namun di sesi II kemarin, IHSG memangkas pelemahan dan mendekati lagi level psikologis 7.000.

Sejak awal perdagangan sesi I kemarin, IHSG sudah dibuka di zona merah dan konsisten bergerak di zona merah hingga akhir perdagangan Selasa kemarin.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitaran Rp 13 triliun dengan melibatkan 19 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 219 saham menguat, 296 saham melemah, dan 175 saham stagnan.

Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) hingga mencapai Rp 1,49 triliun di seluruh pasar pada perdagangan kemarin. Secara terperinci, di pasar reguler, asing net sell sebesar Rp 851,59 miliar, sedangkan di pasar tunai dan negosiasi, asing net sell sebanyak Rp 641,7 miliar.

Di Asia-Pasifik, secara mayoritas kembali menguat. Hanya IHSG dan indeks TAIEX Taiwan yang ditutup melemah. Tetapi, pelemahan IHSG masih lebih baik, di mana indeks TAIEX merosot 0,7% kemarin.

Sedangkan indeks bursa saham Filipina memimpin penguatan bursa Asia-Pasifik kemarin, disusul indeks saham Malaysia dan Shanghai Composite China.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Selasa kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan Selasa kemarin ditutup melemah cukup terhadap dolar Amerika Serikat (AS), setelah menguat cukup tajam di perdagangan awal pekan ini.

Melansir data Refinitiv, rupiah dibuka melemah 0,14% ke Rp 14.820/US$. Rupiah menunjukkan perlawanan, sempat berbalik menguat 0,1% ke Rp 14.785/US$ sebelum kembali melemah dan berakhir di Rp 14.835/US$. Pelemahnya tercatat sebesar 0,24%.

Sementara untuk mata uang Asia-Pasifik lainnya, secara mayoritas juga mengalami pelemahan. Hanya dolar Australia, ringgit malaysia, dan baht Thailand yang menguat dihadapan sang greenback kemarin.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia-Pasifik melawan dolar AS pada Selasa kemarin.

Sementara di pasar surat berharga negara (SBN) pada perdagangan kemarin, secara mayoritas mengalami penguatan harga dan penurunan imbal hasil (yield), menandakan bahwa investor ramai memburunya kemarin.

Hanya SBN tenor 15 dan 25 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan kenaikan yield dan melemahnya harga.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 15 tahun dan 25 tahun naik 0,6 basis poin (bp) ke posisi masing-masing 7,518% dan 7,578%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali menurun 2,4 bp ke 7,292% pada perdagangan kemarin.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Selasa kemarin.

Pasar saat ini masih menimbang-nimbang outlook suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) di tahun ini. The Fed memang sudah menegaskan akan bertindak agresif guna meredam inflasi.

Di bulan ini, The Fed sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 bp menjadi 1,5% - 1,75%, dan bulan depan akan dinaikkan lagi 50 -75 bp. Di akhir tahun suku bunga diproyeksikan berada di 3,25% - 3,5%.

Namun, data indeks keyakinan konsumen yang dirilis pada Jumat pekan lalu menunjukkan penurunan yang drastis. Ketika tingkat keyakinan konsumen menurun maka konsumsi kemungkinan akan melambat yang bisa menurunkan inflasi.

Hal ini membuat pasar mulai melihat ada peluang The Fed tidak akan terlalu agresif, yang mempengaruhi pergerakan dolar AS. Indeks dolar AS pada pekan lalu merosot 0,5%, dan berlanjut 0,24% Senin lalu. Sementara pada sore kemarin, naik tipis 0,05%.

Data dari University of Michigan yang dirilis Jumat pekan lalu menunjukkan tingkat keyakinan merosot menjadi 50 di Juni, turun drastis dari bulan sebelumnya 58,4 dan merupakan rekor terendah sepanjang sejarah.

Sejalan dengan penurunan tingkat keyakinan konsumen tersebut, ekspektasi inflasi juga turun menjadi 5,3% dari sebelumnya 5,4%.

Halaman 2>>


Pages