Newsletter

Angin Segar dari Wall Street, IHSG Bisa Rebound?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
16 June 2022 06:10
Ilustrasi Jerome Powell (CNBC Indonesia/ Edward Ricardo)
Foto: ilustrasi Jerome Powell (Edward Ricardo/ CNBC Indonesia)

Hari ini, pelaku pasar perlu mencermati beberapa sentimen dari eksternal.

Pertama, tentu dari keputusan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang telah diumumkan pada dini hari waktu Indonesia. The Fed telah mengumumkan akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) dan menjadi yang tertinggi sejak 1994 atau 28 tahun yang lalu.

Tindakan tersebut akan membawa suku bunga jangka pendek ke kisaran 1,5%-1,75% dan menjadi rekor tertinggi sejak pandemi Covid-19 di Maret 2020.

The Fed juga memangkas proyeksi PDB tahun ini ke 1,7% dari 2,8% prediksinya di Maret lalu. Sementara itu, proyeksi inflasi yang diukur oleh pengeluaran konsumsi pribadi naik menjadi 5,2% tahun ini dari 4,3%, tidak termasuk biaya makanan dan energi. Sedangkan inflasi inti mencapai 4,9%.

Langkah the Fed untuk menaikkan suku bunganya lebih cepat membuat bursa saham di Wall Street reli karena memberikan investor keyakinan bahwa The Fed sungguh-sungguh berkomitmen untuk menjinakkan inflasi dan sesuai dengan ekspektasi pasar.

Relinya bursa saham AS diharapkan akan ikut mendongkrak performa IHSG hari ini karena pasar merespon positif terhadap kenaikan suku bunga acuan The Fed yang telah diantisipasi oleh pasar.

Namun, setelah pengumuman The Fed tersebut, indeks dolar AS bergerak melemah dan berakhir terkoreksi 0,5% ke posisi 104,76, padahal di perdagangan sebelumnya sempat menyentuh 105,79. Pelemahan dolar AS tersebut dapat menjadi momentum yang baik untuk rupiah di perdagangan hari ini, setelah rupiah terkoreksi tiga hari beruntun.

Kedua, sentimen penggerak hari ini datang dari Benua Biru, bank of England (BOE) juga dijadwalkan akan mengumumkan kebijakan moneternya sore hari ini waktu Indonesia.

BOE diprediksikan akan mengekor keagresifan The Fed untuk meredam inflasi yang melonjak.

Menurut poling analis Reuters pekan lalu, sebanyak 55 analis memproyeksikan bahwa BOE akan menaikkan suku bunga acuannya pada hari ini menjadi 1,25% dari 1%. Namun, banyak pula yang menilai kenaikan ke 1,5% masih memiliki potensi yang besar.

Beberapa analis menilai bahwa BOE harus menahan tekanan untuk bergabung dengan bank sentral lainnya untuk bertindak hawkish, mengingat Inggris terlihat lebih rentan terhadap resesi ketimbang negeri lainnya.

Pada Selasa (14/6), Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) mengatakan bahwa Produk domestik bruto (PDB) Inggris turun 0,3% pada April. Ini merupakan kali kedua ekonomi negara itu mengalami minus.

Penurunan pada PDB Inggris dipicu oleh lonjakan harga energi karena perang antara Rusia-Ukraina, gangguan rantai pasokan dan kekurangan pekerja yang menyeret turun produksi di April.

Kepala ekonom Inggris di Capital Economics, Paul Dales, mengatakan bahwa untuk menyelesaikan persoalan ini, ekonomi Negeri Ratu Elizabeth itu perlu tumbuh sekitar 0,5% pada Mei dan Juni. Ini untuk mencegahnya berkontraksi di seluruh kuartal kedua.

"Angka suram hari ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan tidak mungkin terwujud, menunjukkan Inggris sangat dekat dengan resesi,"tegasnya.

Jika suku bunga acuan BOE naik sebesar 50 basis poin, maka hal tersebut akan menjadi yang pertama kalinya di Inggris sejak Februari 1995.

(aaf/luc)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular