Newsletter

Amerika Bikin Ketar-ketir! Mampukah IHSG Bangkit?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
Senin, 13/06/2022 06:20 WIB
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu menjadi pekan berdarah bagi pasar saham Indonesia. Pasalnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) amblas dan rupiah terdepresiasi, bahkan lumayan tajam. Lantas, bagaimana pekan ini?

Sepanjang pekan lalu, IHSG anjlok 1,34% secara point-to-point (ptp). Tren penguatan selama tiga pekan beruntun, sayangnya harus terhenti pekan lalu.

Pada perdagangan akhir pekan, IHSG berakhir di posisi 7.086,65, terkoreksi 1,34% dan menyentuh titik terendah sejak 30 Mei.

Meski begitu, perdagangan pekan lalu berlangsung lebih semarak ketimbang pekan sebelumnya. Volume perdagangan saham melibatkan 138,6 miliar unit, berbanding 110,85 miliar unit. Sementara frekuensi perdagangan saham tercatat 7,74 juta kali, berbanding 6,19 juta kali.

Namun, nilai perdagangan terpantau senilai Rp 85,92 triliun, lebih rendah ketimbang pekan lalu senilai Rp 89,58 triliun.

Sepanjang minggu lalu, investor asing masih melakukan pembelian bersih (net buy) senilai Rp 1,3 triliun di seluruh pasar, dengan rincian sebesar Rp 478,42 miliar di pasar reguler dan senilai Rp 826,63 miliar di pasar tunai dan negosisasi. Tetapi, masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pekan sebelumnya yaitu net buy Rp 4,75 triliun.

Nampaknya, IHSG tidak sendirian, indeks saham Asia lainnya pun merah. Secara mingguan, Sensex (India) ambles 2,63%, Straits Times (Singapura) anjlok 1,55%, dan PSEI (Filipina) jatuh 3,14%.

Bursa saham Eropa juga ikut anjlok. Dalam sepekan, FTSE 100 (Inggris) ambrol 3,82%, DAX (Jerman) rontok 4,83%, dan CAC (Prancis) merosot 4,6%.

Rupiah juga bernasib sama. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah sepanjang pekan lalu. Mata uang Tanah Air menembus level Rp 14.500/US$.

Pada Jumat (10/6), rupiah menutup perdagangan pasar spot di posisi Rp 14.550/US$. Jadi dalam sepekan, mata uang Ibu Pertiwi terdepresiasi 0,8% di hadapan greenback.

Selain itu, mayoritas yield Surat Berharga Negara (SBN) mengalami kenaikan.

Yield berlawanan arah dari harga obligasi, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, harga obligasi yang melemah mengindikasikan adanya aksi jual. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Hanya yield SBN tenor 15 tahun, 25 dan 30 tahun yang mengalami penurunan, sementara yang lainnya naik.

Tenor

Yield (%)

Perubahan (Poin)

ID 1Y T-BOND

3,978

0,86

ID 3Y T-BOND

5,674

12,7

ID 5Y T-BOND

6,288

22,1

ID 10Y T-BOND

7,220

22,4

ID 15Y T-BOND

7,339

-0,8

ID 20Y T-BOND

7,347

0,5

ID 25Y T-BOND

7,538

-2,3

ID 30Y T-BOND

7,446

-7,6


(aaf/luc)
Pages