Newsletter

Kunci Pergerakan Pasar Hari Ini: Kabar Baik Inflasi

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
02 June 2022 06:10
Kesibukan aktivitas pembeli dan pedagang di Pasar Tradisional Kranji, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu, 2/4. Jelang memasuki Ramadhan pada esok hari harga sayuran mengalami kenaikan. (Cnbc Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Kesibukan aktivitas pembeli dan pedagang di Pasar Tradisional Kranji, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu, 2/4. Jelang memasuki Ramadhan pada esok hari harga sayuran mengalami kenaikan. (Cnbc Indonesia/Muhammad Sabki)

Kamis ini merupakan hari perdagangan pertama di bulan Juni. Pelaku pasar akan memantau rilis data inflasi untuk menemukan "ketenangan" dalam berbelanja saham. Mei merupakan periode di mana dampak perang Ukraina bakal terlihat di Tanah Air.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan inflasi Mei pagi ini. Pada April lalu, inflasi menembus 0,95% (bulanan) atau menjadi yang tertinggi sejak Januari 2017. Secara tahunan, inflasi melonjak 3,47% di April, atau yang tertinggi sejak Agustus 2019.

Namun, sepertinya investor masih bisa menahan nafas lefa karena meski inflasi tahunan Mei diperkirakan masih melambung, inflasi bulanan masih melandai. Inflasi tahunan meninggi karena basis yang rendah pada tahun lalu akibat pandemi, sementara inflasi bulanan yang mencerminkan tren tahun ini (di tengah perang Ukraina) diprediksi masih aman.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 institusi memperkirakan inflasi Mei menembus angka 3,55% (secara tahunan). Level tersebut akan menjadi yang tertinggi sejak Januari 2017 atau dalam lima tahun terakhir di mana pada saat itu inflasi tercatat 3,61%. Namun inlasi bulanan diprediksi di angka 0,41% atau melandai dari sebelumnya 0,95%.

Polling inflasi dari konsensus pasar tersebut sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia (BI). Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) pada minggu IV, inflasi Mei diperkirakan 0,35% (bulanan) dan 3,5% (tahunan).

Tanda inflasi yang melandai bisa memberikan sentimen positif ke pasar modal. Sebab, tekanan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga menjadi lebih kecil. BI sendiri optimistis inflasi tahun ini masih terkendali, meski akan sedikit di atas 4%.

Dengan suku bunga acuan nasional (BI 7-Day Reverse Repo Rate) ditahan di rekor terendah sepanjang masa pada 3,5%, momentum pertumbuhan ekonomi pun terjaga di tengah menguatnya risiko ekonomi global akibat perang Ukraina.

Konfirmasi lebih lanjut mengenai prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa ditemukan di  rilis data aktivitas sektor manufaktur Indonesia bulan Mei. Sebelumnya di bulan April, aktivitas sektor manufaktur yang dilihat dari Purchasing Managers' Index (PMI) mengalami kenaikan menjadi 51,9 dari bulan sebelumnya 51,3.

Angka di atas 50 mengindikasikan ekspansi, dan di bawah itu menunjukkan gejala kontraksi. Menurut proyeksi Tradingeconomics, indeks PMI sektor manufaktur Indonesia tersebut bakal masih aman di angka 51,8.

Jika data inflasi dan indeks PMI tersebut aman, maka pelaku pasar memiliki alasan kuat untuk tenang berbelanja saham-saham unggulan. Hanya saja, angin global masih buruk setelah bursa AS melemah karena investor melakukan aksi jual karena khawatir dengan prospek ekonomi dunia di tengah kenaikan suku bunga acuan AS secara agresif.

(ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular