Menunggu "Mesin Keempat" IHSG Berputar Kencang
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan masih bertahan di zona hijau pada perdagangan kemarin, meski rupiah melemah tipis di tengah kian perkasanya dolar Amerika Serikat (AS). Hari ini ruang penguatan masih terbuka di tengah potensi penguatan sektor konsumer.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,33% atau 23,15 poin di level 7.127,37 pada perdagangan Kamis (7/4/2022). Sebanyak 252 saham menguat, sementara 265 lainnya melemah dan 169 sisanya flat.
Penguatan IHSG ditopang oleh aksi beli saham investor asing. Data perdagangan mencatat nilai perdagangan mencapai Rp 13,57 triliun, di mana investor asing mencetak pembelian bersih (net buy) senilai Rp 414 miliar di pasar reguler.
Saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) menjadi yang paling banyak diborong asing dengan net buy senilai Rp 135,3 miliar sedangkan saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) paling banyak dilepas asing dengan penjualan bersih (net sell) Rp 59,7 miliar.
Reli indeks acuan utama bursa nasional ini menjadikan bursa nasional jawara di Asia karena mayoritas bursa saham utama di kawasan memang tertekan. Indeks Nikkei, Hang Seng dan Shanghai bahkan drop lebih dari 1%
Pelaku pasar nasional memburu saham komoditas logam, teknologi dan perbankan mengikuti dinamika global. Seretnya pasokan logam nikel dunia karena sanksi Blok Barat terhadap Rusia membuka peluang pasar bagi emiten logam nasional.
Di sisi lain, saham teknologi seperti PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) diburu di tengah keyakinan bahwa saham sektor tersebut masih menyimpan potensi dan future value sekalipun di tengah rezim suku bunga.
Demikian juga saham perbankan yang dinilai lebih resilien terhadap efek kenaikan suku bunga acuan yang juga menguntungkan saham perbankan yang memiliki basis nasabah kuat sehingga justru bisa meningkatkan margin keuntungan mereka.
Optimisme tersebut juga tercermin di pasar obligasi dengan kenaikan imbal hasil (yield). Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) melemah yang mengindikasikan pelaku pasar yang optimists dan lebih memilih menaruh dananya di saham.
Mayoritas investor cenderung kembali melepas SBN kemarin, ditandai dengan kembali naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 1 tahun dan 25 tahun yang masih diburu investor pencari suaka risiko, ditandai dengan turunnya yield dan penguatan harga.
Yield SBN bertenor 1 tahun anjlok hingga 14,2 basis poin (bp) ke 2,593%, sedangkan yield obligasi pemerintah berjatuh tempo 25 tahun turun 0,6 bp ke 7,336%. Sementara itu, yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali menguat 1,2 bp ke 6,792%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dinamika tersebut membuat nilai tukar rupiah berfluktuasi melawan dolar Amerika Serikat (AS), sebelum akhirnya melemah tipis. Indeks dolar AS yang terus menanjak di tengah ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS (Fed Funds Rate) membuat rupiah kesulitan menguat.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan kemarin dengan stagnan di Rp 14.355/US$, sebelum akhirnya menguat 0,07% ke Rp 14.245/US$. Tidak lama kemudian, rupiah berbalik melemah meski tipis ke Rp 14.362/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah berakhir di level Rp 14.358/US$, atau melemah tipis sebesar 0,02% di pasar spot. Indeks dolar AS yang terus melesat dalam 5 hari terakhir hingga mendekati level 100.
(ags/ags)