Wall Street, China & Eropa Kirim Sinyal Buruk, IHSG Suram?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air mencatatkan kinerja bervariasi pada perdagangan Rabu (30/3/2022) kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,59% di level 7.053,19.
Kemarin, IHSG konsisten berada di zona hijau sejak awal perdagangan dibuka. Di pasar reguler asing melakukan beli bersih (net buy) Rp 947 miliar.
Namun di pasar negosiasi dan tunai asing malah melakukan jual bersih (net sell) Rp 447 miliar. Akan tetapi dana investor asing masih positif dengan net inflow Rp 501,5 miliar.
Saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi dua saham dengan net buy asing tertinggi mencapai Rp 299 miliar dan Rp 172 miliar. Sementara itu saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menjadi dua saham paling dilepas asing dengan net sell Rp 120 miliar dan Rp 37 miliar.
Senada dengan kinerja dalam negeri, mayoritas bursa saham Asia bergerak di zona hijau pada perdagangan kemarin. Hanya Indeks Nikkei yang melemah 0,8%. Sementara itu indeks Hang Seng dan Shanghai Composite melompat lebih dari 1%.
Perkembangan negosiasi Rusia dengan Ukraina bisa menjadi katalis positif untuk berbagai aset berisiko. Deputi Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin mengatakan bahwa Negeri Beruang Merah akan menurunkan aktivitas militernya secara signifikan di sekitar Ibu Kota Ukraina, Kyiv.
Kabar tersebut membuat harga minyak mentah dunia pun melorot. Di sisi lain pasar saham AS ditutup menguat cukup tajam pada perdagangan Selasa (29/3).
Namun yang masih tetap menjadi pantauan pelaku pasar saat ini adalah inversi yield obligasi pemerintah AS (US Treasury). Yield US Treasury 5 tahun kini masih berada di level yang lebih tinggi dari yield tenor 30 tahun. Terakhir, yield US Treasury 5 tahun berada di 2,54% sedangkan untuk yield 30 tahun berada di 2,53%.
Inversi yield menunjukkan bahwa risiko jangka pendek lebih besar dari risiko jangka panjang. Pembalikan yield ini juga secara historis menjadi leading indicator akan terjadinya resesi di perekonomian AS.
Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia, risiko stagflasi di AS yang meningkat dapat berdampak pada negara-negara lain termasuk Indonesia. Ini yang patut diwaspadai.
Sementara itu, rupiah juga berhasil menguat dan sukses menghentikan pelemahan dua hari beruntun pada perdagangan kemarin. Rupiah langsung melesat 0,26% di awal perdagangan ke Rp 14.325/US$, melansir data Refinitiv.
Meski apresiasi terus terpangkas, tetapi rupiah tidak sempat masuk ke zona merah. Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.340/US$, menguat 0,16%.
Jika IHSG dan rupiah mampu menguat, pasar obligasi RI masih tertekan pada perdagangan kemarin, dengan harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah.
Mayoritas investor cenderung kembali melepas SBN pada perdagangan kemarin, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 1 dan 10 tahun yang ramai diburu oleh investor.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun kembali turun 2,6 basis poin (bp) ke level 2,486%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara berbalik melemah 0,9 bp ke level 6,751%.
(fsd/fsd)