Newsletter

Wall Street, China & Eropa Kirim Sinyal Buruk, IHSG Suram?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
31 March 2022 06:12
Ilustrasi bendera Jerman dan Rusia (REUTERS/DADO RUVIC)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air mencatatkan kinerja bervariasi pada perdagangan Rabu (30/3/2022) kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,59% di level 7.053,19.

Kemarin, IHSG konsisten berada di zona hijau sejak awal perdagangan dibuka. Di pasar reguler asing melakukan beli bersih (net buy) Rp 947 miliar.

Namun di pasar negosiasi dan tunai asing malah melakukan jual bersih (net sell) Rp 447 miliar. Akan tetapi dana investor asing masih positif dengan net inflow Rp 501,5 miliar.

Saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi dua saham dengan net buy asing tertinggi mencapai Rp 299 miliar dan Rp 172 miliar. Sementara itu saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menjadi dua saham paling dilepas asing dengan net sell Rp 120 miliar dan Rp 37 miliar.

Senada dengan kinerja dalam negeri, mayoritas bursa saham Asia bergerak di zona hijau pada perdagangan kemarin. Hanya Indeks Nikkei yang melemah 0,8%. Sementara itu indeks Hang Seng dan Shanghai Composite melompat lebih dari 1%.

Perkembangan negosiasi Rusia dengan Ukraina bisa menjadi katalis positif untuk berbagai aset berisiko. Deputi Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin mengatakan bahwa Negeri Beruang Merah akan menurunkan aktivitas militernya secara signifikan di sekitar Ibu Kota Ukraina, Kyiv.

Kabar tersebut membuat harga minyak mentah dunia pun melorot. Di sisi lain pasar saham AS ditutup menguat cukup tajam pada perdagangan Selasa (29/3).

Namun yang masih tetap menjadi pantauan pelaku pasar saat ini adalah inversi yield obligasi pemerintah AS (US Treasury). Yield US Treasury 5 tahun kini masih berada di level yang lebih tinggi dari yield tenor 30 tahun. Terakhir, yield US Treasury 5 tahun berada di 2,54% sedangkan untuk yield 30 tahun berada di 2,53%.

Inversi yield menunjukkan bahwa risiko jangka pendek lebih besar dari risiko jangka panjang. Pembalikan yield ini juga secara historis menjadi leading indicator akan terjadinya resesi di perekonomian AS.

Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia, risiko stagflasi di AS yang meningkat dapat berdampak pada negara-negara lain termasuk Indonesia. Ini yang patut diwaspadai.

Sementara itu, rupiah juga berhasil menguat dan sukses menghentikan pelemahan dua hari beruntun pada perdagangan kemarin. Rupiah langsung melesat 0,26% di awal perdagangan ke Rp 14.325/US$, melansir data Refinitiv.

Meski apresiasi terus terpangkas, tetapi rupiah tidak sempat masuk ke zona merah. Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.340/US$, menguat 0,16%.

Jika IHSG dan rupiah mampu menguat, pasar obligasi RI masih tertekan pada perdagangan kemarin, dengan harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah.

Mayoritas investor cenderung kembali melepas SBN pada perdagangan kemarin, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 1 dan 10 tahun yang ramai diburu oleh investor.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun kembali turun 2,6 basis poin (bp) ke level 2,486%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara berbalik melemah 0,9 bp ke level 6,751%.

Pasar saham AS terkoreksi pada perdagangan hari Rabu (30/1) kemarin, mengakhiri reli kenaikan beruntun selama beberapa hari, karena investor memantau perkembangan di Ukraina dan pasar obligasi dalam negeri.

S&P 500 turun 0,63% menjadi 4.602,45, dan Nasdaq Composite turun 1,21% menjadi 14.442,27. Dow Jones Industrial Average turun 0,19%, menjadi 35.228,81. Dow dan S&P 500 masing-masing menghentikan kenaikan empat hari beruntun.

Jatuhnya harga saham AS salah satunya ditekan oleh harga minyak dunia yang tercatat kembali naik, akibat kekhawatiran terkait ketidakpastian dalam pembicaraan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina. Aksi jual dipercepat pada jelang akhir sesi perdagangan setelah indeks utama menghabiskan sebagian besar hari di zona merah.

Harga minyak mentah yang belakangan mulai turun setelah melonjak tinggi ketika perang meletus di Ukraina dimulai, naik lebih dari 3% menjadi US$ 107 per barel pada Rabu kemarin, dengan cadangan stok minyak mentah AS tercatat turun. Volatilitas pasar energi membuat saham perusahaan minyak bergerak lebih tinggi, dengan Valero naik sekitar 4% dan Phillips 66 naik sekitar 4,8%.

Liz Ann Sonders, kepala strategi investasi di Charles Schwab, mengatakan harga minyak yang lebih tinggi bisa menjadi sinyal bearish untuk pasar secara keseluruhan bahkan ketika itu mendongkrak saham energi.

"Kami sudah melihat tanda-tanda dari apa yang saya sebut lingkungan inflasi countercyclical, kadang-kadang disebut lingkungan inflasi dorongan biaya, di mana inflasi menjadi sangat tinggi sehingga mulai memberi tekanan pada pertumbuhan," kata Sonders, dilansir CNBC Internasional.

Beberapa saham ritel berada di bawah tekanan pada hari Rabu setelah laporan kuartalan yang mengecewakan, termasuk Five Below kehilangan 6,5% dan Chewy turun 16%. RH turun 13% setelah pendapatan kuartal keempat perusahaan jauh dari harapan. Sisi positifnya, saham pakaian jadi Lululemon melonjak lebih dari 9% setelah mengeluarkan panduan optimis dan mengumumkan program pembelian kembali saham.

Saham semikonduktor adalah titik lemah lainnya, dengan Marvell Technology turun 4% dan Nvidia merosot lebih dari 3%. Micron turun 3,5% meskipun laporan pendapatan lebih baik dari perkiraan. Selanjutnya ada saham Apple, yang akhirnya terkoreksi 0,7% setelah naik selama 11 sesi berturut-turut.

Investor pasar modal AS juga masih terus mengawasi pasar obligasi karena imbal hasil Treasury AS 5-tahun dan 30-tahun mengalami inversi pada hari Senin untuk pertama kalinya sejak 2016 dan selisih antara yield Treasury 2-tahun dan 10-tahun mendekati zona negatif pada hari Selasa. Inversi kurva imbal hasil dilihat oleh beberapa investor, trader dan ekonom sebagai salah satu indikator resesi.

Di Eropa, Stoxx Europe 600 pan-continental turun 0,4%, menghentikan kenaikan beruntun tiga sesi. Sementara itu Indeks DAX Jerman turun 1,5%.

Hari ini ada beberapa hal yang wajib diperhatikan oleh para investor. Baik itu isu dari luar dan dalam negeri.

Pertama tentu saja terkait perang Ukraina-Rusia serta implikasinya bagi sektor ekonomi dan bisnis global. Hingga saat ini, perang yang sempat membebani pasar keuangan dunia tersebut mulai memasuki babak baru, dengan Rusia dan Ukraina telah merundingkan upaya deeskalasi konflik.

Setelah bertemu di Istanbul dan disambut secara pribadi oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, negosiator kedua belah pihak berkomitmen akan berusaha menyelesaikan konflik yang terjadi.

Perwakilan Rusia menyebut akan mengurangi aktivitas militer di Kyiv dan Chernihiv, dengan pejabat Ukraina menggarisbawahi potensi konsesi Krimea. Sedangkan terkait kontrol atas wilayah Donbas - yang tidak lagi diakui Rusia sebagai bagian dari Ukraina - akan dibicarakan lebih lanjut ketika kedua pemimpin masing-masing negara bertemu, yang mana pihak Rusia juga mengatakan siap untuk mengaturnya setelah rancangan perjanjian damai rampung.

Sehari setelah pertemuan tersebut, sekretaris dewan keamanan nasional Ukraina Oleksiy Danilov mengatakan beberapa unit pasukan Rusia memang perlahan mulai meninggalkan Kyiv. Namun tentara tersebut tidak mundur ke negara asalnya melainkan beralih ke Ukraina timur - Kharkiv dan Donetsk.

Terlepas dari potensi damai yang menyeruak, pasukan Rusia dan Ukraina masih bertempur pada hari Rabu di Kyiv, di mana bunyi gedebuk dan ledakan disebut terdengar hingga ke pusat kota.

Dilansir The New York Times, beberapa pejabat AS juga menyebut bahwa ada ketegangan antara Vladimir Putin dan Kementerian Pertahanan, termasuk dengan menteri pertahanan Rusia Sergei Shoigu, yang pernah menjadi salah satu anggota paling terpercaya di lingkaran dalam Kremlin.

Berbicara di Aljazair, Menteri Luar Negeri Antony J. Blinken mengakui bahwa Putin telah diberikan informasi yang tidak tepat oleh para penasihatnya.

Dalam konferensi pers pada Rabu sore, juru bicara Pentagon, John F. Kirby, juga mengatakan bahwa Departemen Pertahanan AS percaya bahwa Putin tidak memiliki akses ke laporan akurat tentang kegagalan pasukannya di Ukraina.

Sentimen utama lain adalah kabar buruk yang datang dari China. Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut kembali akan melakukan karantina wilayah (lockdown) di kota Shanghai.

Selanjutnya investor juga perlu memperhatikan volatilitas harga komoditas, yang kian hari semakin sulit diprediksi. Lockdown di China dan prospek damai antara Rusia dan Ukraina membuat harga minyak dunia jatuh dalam beberapa hari terakhir, akan tetapi kembali menguat pada perdagangan kemarin.

Ketatnya pasokan energi mebuat harga gas alam berjangka AS naik hampir US$ 5,6 per juta British thermal unit (btu), ditutup pada level tertinggi sejak 8 November dan lebih dari dua kali lipat harga setahun sebelumnya karena permintaan yang kuat.

Kenaikan harga dan ketatnya pasokan gas ikut mengancam ekonomi terbesar Eropa. Jerman telah mengeluarkan peringatan dini bahwa mereka akan segera menghadapi darurat gas alam karena ekonomi akibat risiko gangguan pasokan penuh dari Rusia.

Kremlin telah berulang kali menuntut agar negara-negara yang 'tidak ramah' harus membayar dalam rubel untuk membeli gas. Namun negara G-7 - termasuk Jerman -menolak permintaan itu, karena sebagian besar negara saat ini membayar gas Rusia dalam euro atau dolar.

Ketergantungan Jerman pada energi Rusia juga ditakutkan dapat mendorong ekonominya ke dalam resesi, ungkap laporan dari lembaga think tank ekonomi independen German Council of Economic Experts.

Hal buruk lainnya yang sedang terjadi di Jerman adalah tingkat inflasi harga konsumen yang pada pembacaan awal diperkirakan naik menjadi 7,3% pada Maret 2022, terbesar sejak 1981 dan jauh di atas ekspektasi pasar di angka 6,3%.

Dari negeri Paman Sam, investor hingga ekonom menyimak secara seksama pergerakan imbal hasil surat utang negara. Inversi yield obligasi Amerika Serikat yang terjadi memicu kecemasan akan potensi kembali munculnya resesi.

Inversi terjadi pada yield tenor 5 tahun (2,606%) dan tenor 30 tahun (2,591%). Kedua tenor ini terakhir kali mengalami inversi - yield tenor pendek lebih tinggi dari tenor panjang - pada 2006, yang mana dua tahun setelahnya dunia dilanda krisis finansial.

Riset dari The Fed San Francisco yang dirilis 2018 lalu mengungkapkan bahwa sejak tahun 1955, ketika inversi yield terjadi maka akan diikuti akan dengan resesi dalam tempo 6 sampai 24 bulan setelahnya. Sepanjang periode tersebut, hanya sekali saja inversi yoeld tidak memicu resesi (false signal).

Meski demikian, para peneliti di The Fed akhir pekan lalu (25/2) mengeluarkan publikasi yang berpendapat bahwa kekuatan prediksi resesi yang akan datang oleh spread Treasuries 2 dan 10 tahun "mungkin [hanya sinyal] palsu," dan menyarankan acuan yang lebih baik adalah spread Treasuries dengan jangka waktu kurang dari 2 tahun.

Inversi yoeld Treasury terjadi karena Imbal hasil utang pemerintah AS jangka pendek meningkat secara cepat tahun ini, mencerminkan ekspektasi serangkaian kenaikan suku bunga oleh The Fed, dengan imbal hasil obligasi pemerintah dengan jangka waktu lebih panjang bergerak lebih lambat di tengah kekhawatiran pengetatan kebijakan dapat membebani ekonomi. .

Baru-baru ini pimpinan tertinggi The Fed telah menyebut bahwa kedepannya mereka dapat saja menaikkan suku bunga secara agresif hingga 50 bps bila benar-benar diperlukan.

Sementara itu Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuannya, setidaknya sampai Rapat Dewan Gubernur Selanjutnya. Meski demikian, Analis keuangan dan ekonom banyak yang memprediksi bahwa RI setidaknya akan melakukan dua kali kenaikan suku bunga dan paling cepat dilakukan pada kuartal kedua tahun ini.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

Indeks keyakinan bisnis Korea Selatan Maret (04.00)

PMI Manufaktur China Maret (08.00 WIB)

Angka pengangguran Jerman Februari (13.00)

Neraca transaksi berjalan dan pertumbuhan GDP Inggris Q4 (13.00 WIB)

Laju inflasi Prancis (13.45 WIB)

Data pengangguran kawasan Euro (16.00 WIB)

Pidato pejabat bank sentral Eropa (16.00 WIB)

Pidato pejabat The Fed (20.00)

Hari ini setidaknya terdapat lima agenda korporasi yakni:

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR)

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Pelat Timah NusantaraTbk (NIKL)

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD)

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT BBank Raya Indonesia Tbk (GOOD)

Cum date dividen tunai Fajar Surya Wisesa Tbk (FASW)

Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular