Newsletter

Ada Kabar Putin Mau Serang Negara Lain, IHSG Piye?

Putra, CNBC Indonesia
09 March 2022 06:20
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG, Senin (22/11/2021)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar masih begitu volatil dengan keberlanjutan konflik antara Rusia dengan Ukraina. Harga aset keuangan domestik terutama saham berfluktuasi cukup tinggi belakangan ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan pelemahan 0,80% di level 6.814 pada perdagangan kemarin, Selasa (8/3/2022). 

IHSG sempat menguat cukup tinggi di awal-awal perdagangan. Namun apresiasi terus terpangkas hingga akhirnya indeks acuan saham nasional tersebut terkapar di zona merah mengikuti bursa saham Asia.

Indeks Shang Hai Composite terpantau anjlok 2,35%. Sedangkan indeks saham lain drop lebih dari 1%. Meski terkoreksi dalam kinerja IHSG masih lebih baik.

Meski kondisi sedang tidak kondusif, asing tetap getol membeli saham-saham dalam negeri. Hal ini tercermin dari net buy asing di seluruh pasar yang mencapai Rp 607 miliar. 

Berbeda dengan harga saham yang naik turunnya tajam, harga SBN domestik berdenominasi rupiah cenderung konsisten melemah tercermin dari kenaikan imbal hasilnya (yield).

Yield SBN 10 tahun RI naik hampir 9 basis poin (bps) menjadi 6,80% kemarin. Penurunan harga membuat yield SBN kini berada di level tertingginya sejak April 2021.

Hanya saja di saat harga saham dan obligasi pemerintah melemah, nilai tukar rupiah justru menguat terhadap dolar AS. Meski menguat tipis 0,07% ke level Rp 14.395/US$ di pasar spot, kinerja mata uang Garuda masih lebih baik dari mata uang Asia lain. 

Stabilitas nilai tukar rupiah turut terjaga dengan adanya inflow dana asing yang masuk ke dalam negeri terutama ke pasar ekuitas. Di sepanjang tahun 2022, asing net buy di pasar saham senilai Rp 28,65 triliun.

Sedangkan di pasar SBN asing justru net sell sebesar Rp 4,25 triliun sejak awal tahun sampai 4 Maret kemarin. Secara neto asing tetap net buy sebesar Rp 24 triliun di seluruh pasar keuangan. Inilah yang membuat stabilitas rupiah masih cukup terjaga di tengah pemburukan sentimen global. 

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) juga melaporkan adanya kenaikan cadangan devisa senilai US$ 100 juta di bulan Februari 2022. Banjir dana asing ke RI ternyata tak begitu banyak mengangkat cadangan devisa. 

BI menuturkan bahwa kenaikan cadangan devisa tersebut dipengaruhi oleh penarikan pinjaman luar negeri Pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa. 

Bursa saham Amerika Serikat (AS) kembali bergerak dengan volatilitas tinggi pada perdagangan Selasa (8/3/2022). Setelah sempat menghijau akhirnya bursa Paman Sam berakhir terkoreksi. 

Indeks Dow Jones, S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing down 0,56%, 0,72%, dan 0,28%.

Harga minyak mentah acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) melompat 4% menjadi US$ 124 per barel setelah NBC melaporkan bahwa pemerintah AS menyiapkan aturan yang melarang impor minyak asal Rusia pada hari ini juga.

Sementara itu, harga minyak acuan global jenis Brent lompat 3,4% ke US$ 127.36/barel. Pada Senin, harga WTI sempat menyentuh level psikologis 130 sementara Brent sempat menyentuh angka US$ 139.

"Konflik Rusia-Ukraina, lonjakan harga komoditas, kecemasan inflasi, dan outlook bank sentral AS [Federal Reserve/The Fed] memicu ketakutan mengenai resesi yang kian intensif secara cepat dan pasar saham terbanting keras," tutur Chris Senyek, Kepala Perencana Investasi Wolfe Research, dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.

Kenaikan harga minyak, BBM, gas alam, dan logam penting seperti nikel dan paladium memicu kecemasan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat. Di tengah inflasi tinggi, investor pun kian tak yakin dengan situasi yang ada.

Harga nikel bahkan menyentuh US$ 100.000/ons. Kontrak berjangka paladium, logam yang banyak dipakai di sektor manufaktur barang elektronik, melompat 5% ke US$ 3,04/ounce, sementara kontrak platinum lompat 3% ke level US$ 1.149,7/ons.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar kembali melesat, hingga 10 basis poin (bp) ke 1,85%. Kenaikan yield mengindikasikan harga yang tertekan karena permintaan aset minim risiko, yakni obligasi pemerintah, menurun.

Investor terus memantau perkembangan perang Ukraina. Rusia sebelumnya mengingatkan bahwa harga minyak bisa melesat hingga level US$ 300 per barel jika Blok Barat benar-benar mengembargo minyak Rusia.

Di sisi lain, kondisi perang Rusia-Ukraina yang terus berkembang beserta risiko gangguan rantai pasok bisa semakin membuat harga energi melambung. Alhasil, tekanan inflasi pun semakin meningkat. Kebetulan data inflasi AS bulan Februari 2022 akan dirilis pekan ini.

Koreksi di pasar saham AS bisa menjadi katalis negatif untuk aset berisiko seperti saham di kawasan Asia yang akan kembali diperdagangkan hari ini, Rabu (9/3/2022).

Perkembangan dari perang Rusia-Ukraina juga masih patut menjadi pertimbangan investor untuk memilih aset investasi. 

Ukraina mengatakan Moskow berusaha untuk memanipulasi pengaturan gencatan senjata dengan hanya mengizinkan warga sipil Ukraina untuk mengungsi ke Rusia dan Belarus.

Selain Ukraina, beberapa negara di kawasan Baltik juga menyuarakan kekhawatirannya bahwa serangan Rusia di bawah Putin akan meluas ke negara-negara lain. 

Mengutip CNBC International, beberapa negara seperti Lithuania, Latvia, dan Estonia disebut-sebut dapat menjadi tujuan selanjutnya setelah Ukraina.

Negara-negara ini diketahui merupakan tetangga Rusia yang merupakan anggota Uni Eropa (UE) dan juga Aliansi Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Adapun, aliansi ini merupakan rival dari pihak Moskow.

Dari Latvia, Menteri Luar Negeri Edgars Rinkevics meminta agar NATO mau memperluas kehadiran pasukannya di negara itu. Hal ini menurutnya akan mampu memberikan jaminan rasa aman bagi negaranya.

Sebelumnya narasi ini sempat disampaikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Dalam permintaan bantuan kepada aliansi itu, ia menyebut bahwa negara-negara NATO lainnya bisa jadi target Kremlin selanjutnya.

Apabila yang selama ini dikhawatirkan (Perang Dunia III) terjadi (amit-amit), maka sejarah akan kembali mencatat bahwa medan pertempuran diawali di Benua Biru seperti pada Perang Dunia I dan II. 

Bagaimanapun juga perang adalah hal yang tidak diinginkan dan harus dihindari. Konsekuensinya terhadap aspek lingkungan, sosial dan ekonomi begitu besar. 

Kendati ancaman perang benar-benar sudah berada di depan mata, tetapi investor dapat memanfaatkan momentum koreksi tajam di pasar keuangan belakangan ini untuk mengambil langkah taktis agar dapat memperoleh cuan dari momentum rebound temporer.

Hanya saja yang patut menjadi catatan adalah, ketika risiko masih belum benar-benar hilang, konsekuensi yang harus diterima adalah pasar tetap akan berfluktuasi dengan tajam. 

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Rilis Data Pertumbuhan Ekonomi Jepang Kuartal IV-2021 (06.50 WIB)
  • Rilis Data Inflasi China bulan Februari 2022 (08.30 WIB)
  • Rilis Data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia bulan Februari 2022 (10.00 WIB)
  • RUPSLB PT Perintis Triniti Properti Tbk (14.00 WIB)
  • IPO PT Sumber Mas Konstruksi Tbk (SMKM)
  • Pembagian Saham Bonus PT Bank Mega Tbk (MEGA)
  • Pembagian Dividen Tunai PT Bank Mega Tbk (MEGA)
  • PMHMETD PT Sinergi Inti Plasindo Tbk (ESIP)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (2021 YoY)

3,69%

Inflasi (Februari 2022, YoY)

2,06%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2022)

3,50%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021)

-4,85% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (2021)

0,30% PDB

Cadangan Devisa (Februari 2022)

US$ 141,4 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular