
AS DIkabarkan Embargo Minyak Rusia, Wall Street Dibuka Merah

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) kembali tertekan pada pembukaan perdagangan Selasa (8/3/2022), di tengah kembali kejutan kebijakan AS yang memicu lonjakan harga minyak mentah dunia.
Indeks Dow Jones Industrial Average tertekan 0,1% pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB) dan selang 30 menit menjadi minus 55,61 poin (-0,17%) ke 32.761,77. S&P 500 turun 10,32 poin (-0,25%) ke 4.190,77 dan Nasdaq drop 55,22 poin (-0,43%) ke 12.775,74.
Harga minyak mentah acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) melompat 4% menjadi US$ 124 per barel setelah NBC melaporkan bahwa pemerintah AS menyiapkan aturan yang melarang impor minyak asal Rusia pada hari ini juga.
Sementara itu, harga minyak acuan global jenis Brent lompat 3,4% ke US$ 127.36/barel. Pada Senin, harga WTI sempat menyentuh level psikologis 130 sementara Brent sempat menyentuh angka US$ 139.
Akibatnya, harga BBM di AS pun melonjak ke level tertingginya sejak 2008, dengan rata-rata nasional di AS mencapai US$ 4,17/galon, menurut AAA. Hal ini memicu kekhawatiran inflasi dunia akan meninggi. Saham Chevron dan Exxon kompak menguat 1% lebih.
"Konflik Rusia-Ukraina, lonjakan harga komoditas, kecemasan inflasi, dan outlook bank sentral AS [Federal Reserve/The Fed] memicu ketakutan mengenai resesi yang kian intensif secara cepat dan pasar saham terbanting keras," tutur Chris Senyek, Kepala Perencana Investasi Wolfe Research, dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.
Kenaikan harga minyak, BBM, gas alam, dan logam penting seperti nikel dan paladium memicu kecemasan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat. Di tengah inflasi tinggi, investor pun kian tak yakin dengan situasi yang ada.
Harga nikel bahkan menyentuh US$ 100.000/ons. Kontrak berjangka paladium, logam yang banyak dipakai di sektor manufaktur barang elektronik, melompat 5% ke US$ 3,04/ounce, sementara kontrak platinum lompat 3% ke level US$ 1.149,7/ons.
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar kembali melesat, hingga 10 basis poin (bp) ke 1,85%. Kenaikan yield mengindikasikan harga yang tertekan karena permintaan aset minim risiko, yakni obligasi pemerintah, menurun.
Investor terus memantau perkembangan perang Ukraina. Rusia sebelumnya mengingatkan bahwa harga minyak bisa melesat hingga level US$ 300 per barel jika Blok Barat benar-benar mengembargo minyak Rusia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jelang Rilis Kinerja Nvidia, Nasdaq & S&P500 Tergelincir