Newsletter

Perang Dunia III Katanya Sudah Meletus, Apa Kabar IHSG?

Putra, CNBC Indonesia
08 March 2022 06:19
wall street
Foto: Reuters

Prospek damai Rusia-Ukraina yang semakin kabur dan membuat harga minyak mentah dunia melonjak turut memantik aksi jual investor di bursa saham New York. Wall Street kembali terkapar di zona merah dengan koreksi lebih dari 2%. 

Indeks Dow Jones ambruk 2,38%, disusul indeks S&P 500 yang drop 2,95% dan Nasdaq Composite menjadi indeks yang paling terbanting setelah terkoreksi 3,62% pada penutupan perdagangan dini hari tadi. 

Harga minyak mentah acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) lompat 1,5% menjadi US$ 117 per barel setelah sempat menyentuh angka US$ 130/barel. Adapun minyak acuan global jenis Brent melesat ke level US$ 121/barel, setelah sempat menyentuh level US$ 139/barel atau level tertinggi sejak Juli 2008.

Reli terjadi setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken kepada NBC pada Minggu menyatakan bahwa Washington "sangat aktif berdiskusi" dengan pemerintah di Eropa mengenai rencana blokade migas Rusia.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi dalam surat resminya ke kader Partai Demokrat menyatakan bahwa pihaknya "mencari legislasi yang kuat" untuk melarang impor minyak asal Rusia - yang diyakini bakal kian mengisolasi Rusia dari ekonomi global.

Pekan lalu Ukraina menuduh Rusia melanggar gencatan senjata dengan melancarkan kembali serangan. Di sisi lain, Rusia menuduh pemerintah Ukraina justru tak mengizinkan warga sipil keluar lewat jalur yang disepakati karena memakai mereka sebagai tameng.

Harga BBM pun melonjak ke level tertingginya sejak 2008, dengan rata-rata nasional di AS mencapai US$ 4,06/galon, menurut AAA. Hal ini memicu kekhawatiran inflasi dunia akan meninggi.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar pun kembali naik, sebesar 4 basis poin (bp) menjadi 1,76%. Kenaikan yield mengindikasikan harga yang tertekan karena permintaan aset minim risiko (dalam hal ini obligasi pemerintah) menurun.

"Pasar saham berkutat dengan tekanan suplai komoditas termasuk harga minyak dan khawatir bahwa ini bisa berubah menjadi tekanan stagflasi dan tak hanya inflasi," tutur Kathy Bostjancic, Kepala Ekonom Oxford Economics kepada CNBC International.

Apa yang disampaikan oleh Kepala Ekonom Oxford Economics benar adanya. Sebelum perang antara Rusia dan Ukraina meletus, ekonomi AS memang dibayangi dengan hantu inflasi. Pada Januari 2022, Negeri Paman Sam mencatatkan tingkat inflasi tahunan sebesar 7,5% dan menjadi yang tertinggi dalam periode empat dekade terakhir sejak 1982. 

Tekanan pada inflasi AS yang tinggi ini kebanyakan dipicu oleh peningkatan harga energi. Harga minyak mentah sudah naik lebih dari 50% sepanjang 2022. Ketika harga minyak naik, harga bahan bakar fosil yang lain seperti gas dan batu bara pun ikut terangkat. 

Kondisi perang Rusia-Ukraina yang terus berkembang beserta risiko gangguan rantai pasok bisa semakin membuat harga energi melambung. Alhasil, tekanan inflasi pun semakin meningkat. Kebetulan data inflasi AS bulan Februari 2022 akan dirilis pekan ini. 

Pada Kamis (10/3/2022) nanti AS akan merilis laporan inflasinya. Dengan kenaikan tajam harga komoditas energi, pelaku pasar memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) AS bakal naik 0,8% month on month (mom). Secara tahunan inflasi AS diperkirakan melesat sampai 7,9% yoy.

(trp/trp)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular