
Waspada "Fall of Kyiv", Pasar Keuangan RI Bisa Rontok!

Perang yang dikobarkan Rusia juga membuat harga minyak mentah meroket. Sejak Kamis pekan lalu, minyak mentah jenis Brent melesat ke atas US$ 100/barel untuk pertama kalinya sejak 2014. Pada perdagangan Selasa, giliran minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) yang kembali ke atas tersebut.
Melansir data Refintiv, minyak WTI pada perdagangan Selasa meroket lebih 11% ke kisaran US$ 106/barel, dan kini lebih tinggi dari Brent yang kembali naik 4%.
WTI merupakan minyak mentah yang diperdagangkan di Amerika Serikat, kenaikan tajam harganya tentunya berisiko mengakselerasi inflasi yang saat ini sebesar 7,5%, tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Bank sentral AS (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga di bulan ini dikatakan dalam posisi yang rumit. Kenaikan inflasi perlu diredam dengan mengerek suku bunga lebih tinggi, tetapi hal itu berisiko memukul pertumbuhan ekonomi.
Ahli strategi pasar JP Morgan Aset Management, Hugh Gimber, mengatakan konflik di Ukraina akan lebih memberikan tekanan bagi bank sentral, dan risiko kesalahan mengambil kebijakan menjadi semakin besar.
"Kita tahu, memasuki tahun 2022 bank sentral menghadapi situasi yang sulit untuk bisa mengambil kebijakan yang seimbang. Terlalu cepat menaikkan suku bunga akan berdampak pelambatan ekonomi yang dalam, sebaliknya terlalu lambat menaikkan suku bunga inflasi dalam jangka menengah bisa lepas kendali," kata Gimber kepada CNBC International, Selasa (22/2).
Gimber menambahkan invasi yang dilakukan Rusia bisa membuat bank sentral semakin pusing, sebab harga energi akan terus naik dan mendorong inflasi. Menurutnya, bank sentral akan lebih memprioritaskan pertumbuhan ekonomi daripada secara agresif menaikkan suku bunga guna melandaikan inflasi.
Dengan kondisi tersebut, perhatian pasar hari ini akan tertuju pada testimoni ketua The Fed, Jerome Powell, di hadapan Kongres AS. Testimoni tersebut dilakukan pada malam nanti waktu Indonesia, sehingga baru akan berdampak pada perdagangan Jumat, mengingat besok libur Hari Raya Nyepi.
Sementara itu kenaikan harga minyak mentah akan berdampak ke Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memperkirakan tekanannya tidak akan begitu besar. Sebab Indonesia masih ekspor minyak dan gas, sehingga ketika ada kenaikan harga maka bisa berdampak positif terhadap penerimaan.
"Di nota keuangan APBN 2022 di sini pemerintah bikin simulasi, setiap kenaikan minyak mentah RI, naik 1 dolar AS per barel akan dongkrak penerimaan PPnBM dan PPh Migas Rp 3 triliun," jelasnya kepada CNBC Indonesia.
"Di sisi lain memang spending akan meningkat Rp 2,6 triliun. Tapi net-nya masih ada Rp 400 miliar efek surplus ke APBN," tambah Josua.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Berikut Data Ekonomi dan Agenda Emiten
(pap/pap)