Wall Street Bangkit dari Januari Kelabu, IHSG Siap Rebound?
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan Senin (31/1/2022) atau perdagangan terakhir di bulan Januari tahun ini, di tengah positifnya bursa saham Asia pada hari ini dan bursa saham Amerika Serikat (AS) pada Jumat pekan lalu.
Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup melemah 0,22% ke level 6.631,15. Pergerakan IHSG tercatat cenderung volatil di mana pada pembukaan perdagangan sesi I, IHSG sempat dibuka melonjak dan menyentuh level 6.669,91.
Namun selang beberapa menit, IHSG langsung berbalik arah ke zona merah. Sekitar pukul 11:00, IHSG kembali menguat dan berhasil ditutup di zona hijau pada penutupan perdagangan sesi I. Tetapi setelah sesi kedua dibuka, IHSG tak lagi bergairah hingga penutupan perdagangan sesi II atau penutupan perdagangan Senin.
Data perdagangan mencatat nilai transaksi IHSG pada Senin lalu cenderung naik menjadi Rp 14,6 triliun. Sebanyak 292 saham menguat, 242 saham melemah, dan 152 saham stagnan. Investor asing tercatat menjual bersih (net sell) sebesar Rp 247 miliar di pasar reguler.
Asing melakukan penjualan bersih di saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 118 miliar dan di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 62 miliar.
Sementara pembelian bersih dilakukan asing di saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar Rp 67 miliar dan di saham PT XL Axiata Tbk (EXCL) sebesar Rp 31 miliar.
Bulan ini yang dimulai dengan perayaan tahun baru China, menjadi bulan yang cukup menantang bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pasalnya, pasar saham global sepanjang bulan lalu mencatatkan kinerja yang kurang cemerlang karena investor menilai bahwa risiko makroekonomi masih terjadi setidaknya hingga awal tahun 2022.
Meski pasar saham global cenderung merosot pada Januari lalu, tetapi IHSG berhasil mencetak kinerja positifnya. Bahkan jika dibandingkan dengan Desember 2021, kinerja IHSG pada Januari 2022 lebih baik.
IHSG melesat 0,75% pada Januari 2022, di mana per 31 Januari, IHSG berada di level 6.631,15. Bahkan pada Januari, IHSG juga tercatat berhasil mencetak rekor terbarunya di level 6.726,37 yang tercipta pada 21 Januari lalu.
Meski pasar menduga bahwa fenomena January Effect pada tahun 2022 tidak sebesar pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi pada akhirnya fenomena tersebut masih hadir pada tahun ini. Januari Effect terakhir terlihat sekitar dua tahun lalu, atau saat pandemi virus corona (Covid-19) belum muncul di Indonesia.
Asal tahu saja, January effect merupakan sebuah fenomena di mana bursa saham Amerika Serikat (AS) cenderung menguat pada Januari. Hal ini terjadi setelah adanya fenomena Santa Claus Rally pada penghujung tahun atau pada bulan Desember.
Bursa domestik dapat dikatakan beruntung, mengingat tiga bursa utama Wall Street kompak ambles di bulan pertama tahun 2022 ini.
Sementara itu, berbeda dengan IHSG yang ditutup melemah, nilai tukar rupiah sukses menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (31/1), setelah tidak pernah menguat sepanjang pekan lalu. Rupiah masih mampu menguat meski mendapat tekanan dari dalam dan luar negeri.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,03% ke Rp 14.390/US$, setelahnya sempat menembus ke atas Rp 14.400/US$. Tetapi rupiah sukses bangkit selepas tengah hari, dan mencatat penguatan tipis 0,03% ke Rp 14.380/US$.
Meski ditutup menguat pada hari terakhir bulan Januari, sepanjang bulan atau sejak awal tahun, rupiah masih mengalami depresiasi terhadap dolar AS. Di pasar spot rupiah tercatat melemah 0,81% selama bulan Januari, sedangkan di kurs tengah BI atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah melemah 0,85% terhadap dolar AS.
Sepanjang bulan Januari setidaknya terdapat dua sentimen utama yang mempengaruhi pergerakan rupiah, yakni keputusan The Fed untuk menaikkan suku bunga dan kondisi pandemi yang masih bergulat dengan varian baru virus Covid-19.
(fsd/fsd)