Cuan Jumbo! S&P 500 Cetak Rekor ke 69, IHSG Siap Ikut Melesat
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial Indonesia bervariasi pada perdagangan awal pekan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses menguat tipis begitu juga dengan mayoritas Surat Berharga Negara (SBN) sementara rupiah melemah tipis.
Pada perdagangan hari ini, Selasa (28/12) pergerakannya akan kompak menguat melihat sentimen pelaku pasar yang cukup bagus, khususnya bursa saham Amerika Serikat (AS) yang melesat menyambut Santa Rally. Tetapi, penyebaran virus corona varian Omicron yang terus "menjajah" Eropa akan menjadi perhatian. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3.
Kemarin IHSG menguat 0,19% ke 6.575,444. Meski tipis IHSG mulus mencatat penguatan tanpa pernah mencicipi zona merah. Penguatan tersebut menjadi awal yang bagus menyambut Santa Rally di bursa saham AS (Wall Street). Apalagi, IHSG menguat saat bursa saham utama Asia lainnya melemah kemarin.
Santa Rally merupakan momen spesifik, di aman ada kecenderungan Wall Street akan mengalami kenaikan di 5 hari terakhir perdagangan setiap tahunnya, dan berlanjut di 2 hari pertama tahun yang baru.
Artinya, Santa Rally di Amerika Serikat dimulai Senin (27/12) kemarin, dan berakhir pada 4 Januari 2022.
Penguatan kiblat bursa saham dunia tersebut tentunya memberikan sentimen positif ke bursa saham global lainnya, termasuk IHSG. Kabar baiknya, dalam 20 tahun terakhir Santa Rally membuat IHSG mencatat return positif selama 18 kali, hanya 2 kali saja negatif.
Berikut pergerakan IHSG dalam 20 tahun terakhir selama Santa Rally di Amerika Serikat (AS).
Jika Santa Rally berlangsung selama 7 hari, untuk IHSG jumlahnya lebih sedikit. Sebab di dalam negeri hari libur Natal dan Tahun Baru lebih banyak ketimbang di Amerika Serikat, dimana bursa sahamnya biasanya libur hanya di tanggal 25 Desember dan 1 Januari saja.
Dalam 20 tahun terakhir, rata-rata selama Santa Rally di Amerika Serikat, IHSG mencatat kinerja positif sebesar 1,65%. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2008 ketika IHSG melesat lebih dari 7,5%.
Sementara itu dari pasar obligasi, kemarin hanya SBN tenor 25 dan 30 tahun yang mengalami pelemahan, terlihat dari pergerakan imbal hasilnya (yield) yang mengalami kenaikan.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, saat harga naik maka yield akan turun begitu juga sebaliknya. Ketika harga naik artinya sedang ada aksi beli.
Penguatan IHSG dan mayoritas SNB menegaskan pelemahan rupiah melawan dolar AS kemarin terjadi akibat aksi ambil untung (profit taking). Sebab, rupiah sebelumnya sudah membukukan penguatan 4 hari beruntun dengan total lebih dari 1%, sebelum melemah tipis 0,01% kemarin ke Rp 14.225/US$.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> "Santa Clause" Datang, S&P 500 Cetak Rekor ke 69
(pap/pap)