Newsletter

Awas Investor, Faktor Ini Bisa Buyarkan Fenomena Santa Rally

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
Senin, 20/12/2021 06:15 WIB
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dan pasar modal bergerak variatif cenderung menguat pekan lalu di tengah pantauan investor atas perkembangan kasus Omicron. Pekan ini, volatilitas diprediksi meninggi dan memperkecil peluang terjadinya reli akhir tahun (Santa Clause Rally).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Jumat (17/12/2021) menguat tipis, sebesar 0,11%, ke 6.601,93. Namun sepanjang pekan, indeks acuan utama bursa tersebut terhitung terkoreksi 0,77% setelah pada pekan sebelumnya melesat 1,75%.

Total volume transaksi saham mencapai 117,01 juta atau lebih sepi ketimbang pekan sebelumnya yang mencapai 128,29 juta unit. Volume transaksi turun menjadi 6,55 juta kali (dari 6,61 juta kali) dan nilai transaksi drop menjadi Rp 62,6 triliun dari pekan sebelumnya Rp 75,15 triliun.

Artinya, pelaku pasar memang sedang mengurangi agresivitas investasinya di pasar saham di tengah simpang-siur kabar mengenai efek Omicron terhadap perekonomian negara maju dan di Indonesia (setelah konfirmasi kasus pertama pada Kamis pekan lalu).

Pemodal asing juga bersikap sama. Di pasar saham, investor asing membukukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 2,12 triliun. Padahal, pekan sebelumnya tercetak pembelian bersih Rp 4,12 triliun.

Di sisi lain, kurs rupiah menguat 0,03% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepekan lalu, melanjutkan penguatan pada pekan sebelumnya yang mencatatkan apresiasi 0,17%. Pada Jumat lalu, US$ 1 setara dengan Rp 14.365 di pasar spot, atau melemah 0,17% hari itu.

Sementara itu di pasar obligasi, harga Surat Berharga Negara (SBN) cenderung bergerak variatif selama sepekan lalu tetapi cenderung terkoreksi. Mayoritas di antaranya mencetak penguatan imbal hasil (yield), yang menandakan terjadi aksi jual.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin (bp) setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari delapan seri SBN yang menjadi acuan pasar, enam di antaranya mencetak penguatan yield (alias harga yang melemah) dipimpin SBN seri FR0061 (tenor 1 tahun) yang melesat 39,7 bp menjadi 3,644%.

Yield SBN tenor 10 tahun (seri FR0087) yang menjadi acuan utama di pasar obligasi, menguat 10,4 bp menjadi 6,412%. Dua SBN dengan pelemahan yield adalah SBN seri 3 tahun dan 25 tahun, masing-masing sebesar 6,4 dan 0,6 bp.

Aksi jual di obligasi pada umumnya menandakan bahwa investor cenderung mengurangi posisi di aset defensif yang minim risiko (safe haven) tersebut, karena mereka menilai keuntungan di pasar saham lebih menjanjikan.

Mengingat HSG juga cenderung melemah sepekan lalu, terlihat bahwa investor asing belum cukup berani untuk masuk besar-besaran karena mengkhawatirkan risiko ekonomi, salah satunya karena penyebaran varian terbaru Covid-19, yakni omicron. Oleh karenanya, mereka cenderung memilih memegang dana tunai terlebih dahulu.


(ags/ags)
Pages