Newsletter

Awas Investor, Faktor Ini Bisa Buyarkan Fenomena Santa Rally

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
20 December 2021 06:15
Pernak-pernik pelengkapan Natal (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Pernak-pernik pelengkapan Natal (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Sepekan jelang libur Natal, pasar berpeluang melihat kenaikan volatilitas di tengah meningkatnya kasus Covid-19 di negara-negara maju yang memicu kebijakan pembatasan sosial (lockdown).

Volatilitas terjadi karena ketidakseragaman arah narasi terkait prospek ekonomi dan bisnis. Di satu sisi, pelaku pasar mendapati fakta bahwa Omicron terbukti tidak memicu gejala yang parah, di sisi lain pemerintah negara maju bersikap reaktif dengan melakukan lockdown.

Dalam konferensi pers pekan lalu, Menteri Kesehatan Afrika Selatan Joe Phaahla mengatakan bahwa hanya 1,7% dari kasus teridentifikasi Covid-19 yang dirujuk di rumah sakit selama 2 pekan terakhir.

Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan tingkat keparahan yang ditimbulkan oleh varian Delta, di mana nyaris seperlima atau 19% dari penderitanya harus dirawat di rumah sakit karena tingkat keparahan gejala infeksi.

Hal ini semestinya menjadi sentimen positif karena menunjukkan bahwa tingginya transmisi Omicron tak lantas berpeluang memicu lumpuhnya layanan kesehatan dan memicu problem pandemi yang lebih besar.

Namun demikian, bagi pelaku pasar, isunya bukan hanya di situ saja melainkan pada respons negara-negara di dunia, terutama negara maju. Jika tingkat keparahan kecil tetapi kebijakan lockdown diberlakukan dalam skala luas, maka tak ada alasan untuk memburu aset riskan di pasar saham.

Terbaru, Walikota London Sadiq Khan mengumumkan status "insiden besar" pada hari Minggu kemarin, menyusul lonjakan infeksi Covid-19 akibat varian Omicron. Dia mempertimbangkan untuk kembali memberlakukan lockdown.

"Jika tak memberlakukan pembatasan baru lebih cepat dan malah menunda-nunda, anda akan melihat lebih banyak kaus positif dan berpotensi membuat layanan publik seperti NHS [National Health Service] di jurang keambrukan, jika tidak ambruk saat itu juga," tuturnya kepada BBC, Minggu (19/12/2021).

Omicron merupakan varian virus corona yang paling mudah menular dibandingkan varian lain meski hanya menimbulkan gejala ringan. Di Indonesia, varian tersebut sudah terkonfirmasi pada pekan lalu, dan memicu kekhawatiran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Meski Desember identik dengan fenomena reli yang disebut Santa Claus rally, hal tersebut umumnya terjadi pada sepekan terakhir Desember dan pekan pertama Januari. Untuk tahun ini, volume yang tipis menjadi risiko pemberat arah Wall Street di akhir tahun.

Menurut Stock Trader's Almanac, secara historis reli terjadi dalam 5 hari perdagangan terakhir pada Desember dan dua hari pertama Januari. Jika hal tersebut tidak terjadi, maka pasar saham biasanya masuk periode bearish, tertekan setidaknya 10% dari reli tertinggi yang pernah diraih.

"Memasuki dua pekan terakhir tahun ini, kita melihat bahwa volume perdagangan menipis dan volatilitas juga meningkat," tutur Jeff Kleintop, Kepala Perencana Investasi Global Charles Schwab, seperti dikutip CNBC International

(ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular