Newsletter

Wall Street Gak Galau Lagi, IHSG Bisa to The Moon?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Kamis, 16/12/2021 06:31 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG (CNBC Indonesia/Muhammad sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri kembali ditutup beragam pada perdagangan Rabu (15/12/2021) kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau menguat, sedangkan harga obligasi pemerintah RI cenderung melemah dan rupiah cenderung stagnan pada perdagangan kemarin.

IHSG ditutup menguat 0,16% ke level 6.626,257. Sepanjang perdagangan kemarin, indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut konsisten bergerak di zona hijau, meskipun pada perdagangan akhir penguatannya cenderung terpangkas.

Data perdagangan mencatat nilai transaksi indeks kemarin kembali naik menjadi Rp 12,8 triliun. Sebanyak 237 saham terapresiasi, 284 saham terdepresiasi, dan 153 lainnya stagnan. Investor Asing tercatat melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 179 miliar di pasar reguler.

Di kawasan Asia, pasar sahamnya secara mayoritas mengalami koreksi. Di mana indeks Hang Seng Hong Kong menjadi yang paling besar koreksinya kemarin.

Hanya indeks Nikkei Jepang, Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) Malaysia, KOSPI Korea Selatan, Taiwan Capitalization Weighted Stock Index (TAIEX), dan tentunya IHSG yang bertahan di zona hijau pada perdagangan kemarin.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Rabu:

Sedangkan untuk rupiah pada perdagangan Rabu kemarin ditutup cenderung stagnan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), kurs tengah atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) berada di Rp 14.337. Rupiah menguat tipis 0,08 % dibandingkan hari sebelumnya.

Sementara di pasar spot, US$ 1 setara dengan Rp 14.330 kala penutupan perdagangan. Sama persis dengan posisi penutupan Selasa lalu.

Sementara di Asia, mayoritas mata uang di kawasan tersebut terpantau kembali menguat dihadapan dolar AS pada perdagangan kemarin. Dolar Singapura menjadi yang paling besar penguatannya kemarin.

Hanya dolar Hong Kong, rupee India, yen Jepang, dan won Korea Selatan yang tak mampu melawan sang greenback pada perdagangan kemarin. Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Rabu:

Adapun untuk pergerakan harga mayoritas SBN pada perdagangan kemarin kembali ditutup melemah, ditandai dengan kembali menguatnya imbal hasil (yield) di mayoritas SBN acuan. Mayoritas investor di pasar obligasi pemerintah RI pun kembali melepas kepemilikannya kemarin.

Hanya SBN bertenor 3, 5, dan 15 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan melemahnya yield. Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 3 tahun turun sebesar 6,6 basis poin (bp) ke level 3,627%.

Sedangkan yield SBN berjatuh tempo 5 tahun melemah 1,6 bp ke level 4,852% dan yield SBN berjangka waktu 15 tahun juga turun 1 bp ke level 6,292. Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali menguat 7 bp ke level 6,4% pada perdagangan kemarin.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan kemarin:

Sentimen yang menggerakkan IHSG pada perdagangan kemarin adalah kembali surplusnya neraca perdagangan RI pada November 2021.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor Indonesia naik hampir 49% secara tahunan (year-on-year/yoy), sedangkan impor naik hampir 60% (yoy). Di tengah kenaikan impor ke level tertinggi sepanjang sejarah, neraca dagang masih surplus sebesar US$ 3,51 miliar pada November 2021.

Tren surplus neraca dagang yang masih berlanjut seharusnya bisa menjadi tenaga untuk rupiah menguat atau setidaknya stabil. Stabilitas nilai tukar merupakan kunci penting dari investor terutama asing.

Dengan rupiah yang stabil, investor asing menjadi lebih tertarik pada aset-aset keuangan RI, sehingga dapat memicu inflow yang mendorong kenaikan harga aset seperti saham.

Terbukti bahwa kembali surplusnya neraca perdagangan RI pada bulan lalu membuat rupiah setidaknya bertahan di level yang sama pada Selasa lalu, meskipun bisa saja rupiah menguat.

Penahan laju rupiah pada perdagangan kemarin yakni sikap investor yang cenderung wait and see jelang pengumuman hasil rapat kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS).

Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berpotensi mempercepat proses pengurangan pembelian asetnya (quantitative easing/QE) atau tapering.

Proses tapering sudah mulai dilakukan oleh The Fed pada akhir November lalu. Artinya, hingga QE menjadi nol, diperlukan waktu selama 8 bulan atau perkiraannya akan berakhir pada Juni 2022.

Namun, jika The Fed benar-benar mempercepat tapering, maka hanya perlu waktu 4 sampai 5 bulan saja untuk menghabiskan nilai QE-nya menjadi nol.


(chd/chd)
Pages