
Dear BI, Please Jangan Ikut-ikutan Negeri Erdogan...

Saat tapering selesai, selanjutnya The Fed tentu akan mulai memikirkan kenaikan suku bunga acuan. Apalagi kalau inflasi Negeri Paman Sam terus-terusan tinggi, kebutuhan untuk menaikkan suku bunga atas nama pengendalian inflasi menjadi lebih mendesak.
Saat suku bunga AS naik, pasar keuangan Negeri Adidaya akan semakin menarik. Arus modal akan berkerumun di sana dan negara-negara lain hanya kebagian 'remah rengginang'. Lagi-lagi ini menjadi risiko besar buat rupiah.
Oleh karena itu, BI harus menjaga agar pasar keuangan Ibu Pertiwi tetap atraktif. Salah satunya adalah dengan kebijakan suku bunga.
Melihat inflasi domestik yang rendah, mungkin bisa saja BI menurunkan suku bunga acuan. Namun penurunan suku bunga acuan akan membuat pasar keuangan Tanah Air menjadi kurang 'seksi' bagi investor, terutama asing. Arus modal yang datang akan semakin seret dan rupiah kian terancam. Jangan sampai rupiah bernasib seperti lira.
Menaikkan suku bunga juga bukan pilihan bijak, mengingat ekonomi Nusantara masih butuh dorongan untuk tumbuh setelah babak belur akibat pandemi. Mungkin tahun depan, setelah ekonomi mulai stabil dan tekanan inflasi mulai muncul BI bisa mulai berpikir menaikkan suku bunga acuan.
Jadi untuk saat ini, menahan suku bunga acuan di 3,5% adalah langkah yang paling masuk akal. Naik belum saatnya, turun bisa ambyar...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
