Newsletter

Omicron Dicuekin! Wall Street Kompak Hijau, IHSG Bisa Juga?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
30 November 2021 06:23
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021).  Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021). Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar modal Indonesia berakhir beragam pada perdagangan awal pekan ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil ditutup di zona hijau pada perdagangan Senin (29/11/2021).

IHSG sempat terkoreksi dalam (-1%) pada awal perdagangan sesi I, akibat masih adanya kekhawatiran pasar dari varian baru virus corona (Covid-19). Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup melesat 0,71% ke level 6.608.29, setelah pada Jumat (26/11) pekan lalu mengalami aksi jual besar-besaran (sell-off) hingga anjlok 2,06%.

Data perdagangan mencatat nilai transaksi Senin cenderung menurun menjadi Rp 15,3 triliun. Meskipun berhasil rebound dan ditutup melesat, tetapi investor Asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) hingga mencapai Rp 1,03 triliun di pasar reguler dan sebesar Rp 138 miliar di pasar tunai dan negosiasi, sehingga secara total asing melakukan net sell hingga Rp 1,17 triliun.

Sementara, rupiah akhirnya melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin kemarin. Sentimen pelaku pasar yang perlahan mulai membaik setelah dihantam kecemasan akibat munculnya Omicron membuat rupiah mampu memangkas pelemahan.

Melansir data Refinitiv, di akhir perdagangan rupiah melemah 0,14% ke Rp 14.320/US$.

Omicron merupakan varian virus corona terbaru yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan. Para ilmuwan mengatakan Omicron lebih mudah menular ketimbang varian Delta, serta dapat mengurangi efektivitas vaksin.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menetapkan Omicron sebagai "Varian of Concern" (VoC). Kemunculan Omicron dikhawatirkan akan membuat banyak negara kembali menetapkan lockdown sehingga berisiko memicu perlambatan ekonomi global lagi.

Tetapi perusahaan farmasi yang bergerak cepat merespon virus corona Omicron dan menjadi salah satu faktor yang membuat sentimen pelaku pasar mulai membaik. Pada Jumat pekan lalu, Moderna, Johnson & Johnson sertra AstraZeneca mengatakan sedang melakukan investigasi terhadap varian baru ini.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Pfizer dan BioNTech. Keduanya juga mengatakan bisa memodifikasi vaksin mereka secepat mungkin jika diperlukan untuk melawan Omicron.

Pfizer dan BioNTech mengatakan akan mendapat lebih banyak data mengenai Omicron dalam dua pekan. Perusahaan bisa memodifikasi vaksin mRNA mereka dalam waktu enam pekan dan siap didistribusikan dalam waktu 100 hari.

"Data tersebut akan memberikan lebih banyak informasi apakah B.1.1.529 merupakan varian yang kebal akan vaksin yang mungkin memerlukan penyesuaian pada vaksin kami jika Omicron menyebar secara global," kata perusahaan farmasi tersebut, sebagaimana diwartakan CNBC International, Jumat (26/11).

Perusahaan Johnson & Johnson mengatakan saat ini mereka sudah menguji vaksin mereka melawan Omicron. Kemudian AstraZeneca mengatakan vaksin yang dikembangkan bersama Universitas Oxford bisa merespon dengan cepat jika ada varian baru.

Sementara itu Moderna mengatakan akan melakukan uji coba tiga vaksin booster untuk melawan Omicron. Perusahaan menyebut akan mengembangkan booster yang spesifik untuk melawannya.

Bursa saham AS alias Wall Street kompak menguat kembali alias rebound pada penutupan pasar Senin (29/11) waktu setempat usai mengalami aksi jual besar-besaran (sell-off) pada Jumat (26/11) pekan lalu. Penguatan ini terjadi seiring investor berharap varian virus corona Omicron tidak akan mengarah pada kebijakan lockdown setelah adanya jaminan dari Presiden AS Joe Biden.

Indeks Dow Jones Industrial naik 236,6 poin menjadi 35.135,94. Kemudian indeks S&P 500 menguat 1,3% menjadi 4.655,27, dan Nasdaq Composite yang sarat saham teknologi juga terapresiasi 1,9% menjadi 15.782,83.

Biden mengatakan pada Senin (29/11) bahwa pemerintah AS tidak memberlakukan kebijakan lockdown terkait Omicron untuk saat ini dan dia mendesak orang Amerika untuk tidak panik tentang varian tersebut.

"Jika orang divaksinasi dan memakai masker mereka, tidak perlu lockdown," kata Biden pada konferensi pers Senin (29/11/2021) dilansir dari CNBC International.

Biden juga mengatakan tidak akan ada pembatasan perjalanan baru. Namun, dia merekomendasikan vaksinasi dan mengenakan masker di dalam ruangan untuk memerangi virus dan mengatakan Negeri Paman Sam saat ini bekerja dengan perusahaan farmasi untuk membuat rencana darurat jika vaksin baru diperlukan.

"Jumat [pekan lalu] adalah peristiwa derisking [pengurangan risiko] yang besar. Anda membuat pasar kembali ke ketakutan terburuk penyebaran Covid dan kembalinya lockdown," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA kepada Reuters.

"Sekarang Anda mulai melihat ada optimisme ketika Anda mendengarkan Presiden, ketika Anda mendengarkan CEO Pfizer. Kepanikan Omicron mereda, dan kita memasuki periode wait and see," imbuhnya.

Perusahaan produsen vaksin seperti Pfizer, mitranya BioNTech dan saingan mereka Moderna dan Johnson & Johnson mengatakan pada Senin bahwa mereka sedang mengerjakan vaksin yang secara khusus menargetkan Omicron jika vaksin yang ada tidak efektif terhadap varian anyar tersebut.

Saham Moderna melonjak 11,8% pada Senin setelah melejit 20% pada hari Jumat., sementara Pfizer ambles hampir 3% dan Johnson & Johnson naik 0,34%.

Saham-saham teknologi mega-cap muncul sebagai top gainers pada Senin. Saham Tesla melonjak 5,1%, Microsoft naik 2,1%, dan Amazon terkerek 1,6%. Apple pun mendaki 2,2%. Namun, saham Twitter malah melorot 2,7% di tengah berita bahwa CEO Jack Dorsey mengundurkan diri sebagai bos perusahaan media sosial berlogo burung biru tersebut.

Saham terkait perjalanan membukukan sedikit rebound. United Airlines naik 0,7%, Royal Caribbean naik 2,8%, dan TJX Companies naik 1,9%.

Pada Jumat pekan lalu, bursa saham AS 'babak-belur' di tengah kabar munculnya galur Omicron. Dow Jones pun membukukan hari terburuknya sejak Oktober 2020. Dow ambles 905 poin, atau 2,5%. S&P 500 jatuh 2,3%, dan Nasdaq Composite anjlok 2,2%.

Indeks kecemasan pasar (indeks volatilitas CBOE) berbalik melemah yang mengindikasikan bahwa kecemasan pasar menurun, setelah melonjak 10 poin pada Jumat pekan lalu.

Selain perkembangan Covid teranyar, investor juga mengantisipasi data ekonomi utama yang dirilis minggu ini, di antaranya data tenaga kerja November. Ekonom dalam survei Dow Jones memperkirakan akan ada tambahan 581.000 pos kerja baru pada November.

Secara umum, sentimen soal perkembangan pemberitaan soal Covid-19 Omicron masih akan mewarnai pergerakan pasar hari ini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun mengingatkan soal tingkat bahaya Corona Omicron secara global.

Melansir Reuters, Senin (29/11/2021), WHO bilang, varian virus corona Omicron kemungkinan akan menyebar secara internasional, menimbulkan risiko global yang "sangat tinggi" berkaitan dengan lonjakan infeksi yang bisa memiliki "konsekuensi parah" di beberapa area.

Badan PBB tersebut mendesak 194 negara anggotanya untuk mempercepat vaksinasi untuk kelompok prioritas tinggi dan, untuk mengantisipasi peningkatan jumlah kasus, "memastikan rencana mitigasi ada" untuk mempertahankan layanan kesehatan penting.

"Omicron memiliki jumlah mutasi lonjakan yang belum pernah terjadi sebelumnya, beberapa di antaranya mengkhawatirkan dampak potensialnya pada lintasan pandemi," kata WHO dilansir dari Reuters, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (30/11/2021).

"Risiko global secara keseluruhan terkait dengan varian baru ... dinilai sangat tinggi," imbuh WHO.

Namun, dokter Afrika Selatan yang pertama kali memperingatkan jenis baru ini, Dr. Angelique Coetzee, mengatakan kepada BBC Sunday bahwa gejala terkait yang terlihat sejauh ini "sangat ringan."

Varian ini pertama kali dilaporkan ke WHO pada 24 November dari Afrika Selatan, di mana infeksi Covid-19 meningkat tajam.

Sejak itu menyebar ke seluruh dunia, terutama di Eropa. Melansir CNBC International, Inggris telah mengidentifikasi sembilan kasus pada Senin pagi, enam di antaranya berada di Skotlandia, sementara Belanda dan Portugal masing-masing menemukan 13 kasus.

Di wilayah lain di Eropa, sejumlah kecil kasus telah diidentifikasi di Jerman, Italia, Republik Ceko, Belgia dan Austria.

Terbaru, Jepang memutuskan akan menutup perbatasannya untuk orang asing, bergabung dengan Israel dalam mengambil tindakan pengetatan pasca-pengumuman adanya galur Corona Omicron tersebut.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun untuk pertama kalinya angkat bicara perihal varian baru Covid-19 Omicron.

Berbicara saat memberikan pidato Penyerahan DIPA dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2022, Jokowi menegaskan bahwa pandemi Covid-19 belum sepenuhnya berakhir.

"Kita harus tetap waspada, karena pandemi belum berakhir," kata Jokowi di Istana Negara, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/11/2021).

Selain soal varian Covid-19 teranyar, para investor juga akan mengamati rilis data dari luar negeri untuk hari ini.

Pertama, data tingkat pengangguran Jepang per Oktober yang diprediksi akan kembali sebesar 2,8%.

Kedua, data aktivitas manufaktur yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) China per November yang diramal akan naik menjadi 49,6 dari posisi bulan sebelumnya di 49,2.

Dengan demikian, ini menandai kembali menguatnya (kendati belum melewati fase ekspansi di 50) aktivitas manufaktur China, setelah mengalami penurunan selama 7 bulan beruntun.

 

Ketiga, soal data flash tingkat inflasi Uni Eropa per November, yang diramal kembali naik secara tahunan menjadi 4,5%, dari bulan sebelumnya 4,1%--rekor tertinggi selama 13 tahun terakhir. Ini akan menjadi kenaikan selama 5 bulan beruntun atau sejak Juli 2021 ketika inflasi yoy Uni Eropa sebesar 2,2%.

 

Keempat, Ketua Bank Sentral AS alias The Fed Jerome Powell, yang baru saja dinominasikan untuk masa jabatan kedua oleh Presiden AS Joe Biden, akan memberikan testimoni tentang CARES (Coronavirus Aid, Relief, and Economic Security) Act, program stimulus era pandemi bank sentral, di hadapan Komite Perbankan Senat di Washington pada Selasa waktu AS.

Selain Powell, Menteri Keuangan AS Janet Yellen juga akan memberikan testimoni.

Sidang serupa akan diadakan di depan Komite Keuangan DPR AS pada Rabu waktu setempat.

Dari pidato keduanya, investor akan menggali pemahaman baru tentang prospek pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam di tengah ketidakpastian pandemi saat ini.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Pidato Ketua The Fed AS Jerome Powell (03.00 WIB)

  • Tingkat pengangguran Jepang Oktober (06.30 WIB)

  • PMI Manufaktur China Nov (08.00 WIB)

  • Tingkat pertumbuhan ekonomi Prancis Q-3 secara kuartalan final & laju inflasi November (14.45 WIB)

  • Tingkat pengangguran Jerman per November (15.55 WIB)

  • Laju Inflasi Uni Eropa per November (17.00 WIB)

  • Indeks perumahan AS berdasarkan data S&P/Case-Shiller per September (21.00 WIB)

  • Testimoni Ketua The Fed AS Jerome Powell (22.00 WIB)

  • Keyakinan konsumen AS per November (22.00 WIB)

Berikut beberapa agenda korporasi yang akan berlangsung hari ini:

  • Cum date dividen tunai TSPC

  • Cum date dividen tunai BRAM

  • Cum date rights issue BBSI

  • RUPST ELTY (13.30 WIB)

  • RUPSLB BVIC (10.00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2021 YoY)

3,51 %

Inflasi (Oktober 2021, YoY)

1,66%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (November 2021)

3,50%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021)

-5,82% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q3-2021)

1,50% PDB

Cadangan Devisa (Oktober 2021)

US$ 145,5 miliar

Sumber: Berbagai sumber resmi, diolah

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular