Waspada Gan! Inflasi AS Overheat, The Fed Bisa Geber Tapering
Jakarta, CNBC Indonesia - Aset keuangan nasional masih saja sulit mencatatkan kinerja yang impresif. Justru yang ada harga aset finansial domestik malah tak banyak bergerak. Setidaknya itulah yang terjadi pada perdagangan kemarin (24/11/2021).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona penguatan. Namun apresiasi yang terjadi pada IHSG cenderung tipis hanya 0,08%. Kenaikan tersebut mengantarkan IHSG bertengger di level 6.683,28.
Transaksi di pasar bisa dibilang lebih sepi karena turnover yang tercatat hanya Rp 13,43 triliun. Asing juga banyak melepas saham di pasar reguler dengan net sell mencapai Rp 435,9 miliar. Dengan adanya aksi jual yang masif dari asing tersebut, penguatan IHSG meski tipis sejatinya haruslah disyukuri.
Berbeda nasib dengan saham, harga obligasi pemerintah tenor acuan berdenominasi rupiah cenderung melemah kemarin. Harga yang melemah tercermin dari adanya kenaikan imbal hasil (yield).
Yield obligasi pemerintah rupiah cenderung naik di hampir semua tenor kecuali untuk tenor 1 tahun dan 30 tahun yang mengalami penurunan. Yield SBN yang mengalami kenaikan tajam dialami pada seri FR0039. Yield seri tersebut melonjak 23,3 bps sendiri dalam sehari.
Beralih ke rupiah, mata uang nasional ini pun berakhir stagnan baik di pasar spot maupun kurs tengah Bank Indonesia (BI) alias Jisdor. Di pasar spot rupiah dibanderol di Rp 14.255/US$ hingga penutupan. Sedangkan di kurs tengah BI posisi rupiah berada di Rp 14.272/US$.
Memang sebenarnya aset keuangan domestik masih didukung dengan uptrend harga komoditas seperti batu bara dan CPO yang menyebabkan kinerja ekspor meningkat tajam. Ekspor yang naik lebih tinggi dari pada impor membuat neraca dagang RI surplus.
Surplus inilah yang menjadi modal utama rupiah untuk stabil dan cenderung menguat. Stabilitas rupiah menjadi modal penting untuk menarik minat investor asing guna membeli aset-aset keuangan RI seperti saham dan obligasi.
Namun dari sisi eksternal adanya commodity boom juga dibarengi dengan kenaikan inflasi. Indeks Harga Konsumen (IHK) melesat tinggi bahkan di negara maju seperti AS.
Tren kenaikan inflasi yang masih berlanjut membuat pelaku pasar memperkirakan bahwa The Fed bakal mempercepat laju tapering dan menaikkan suku bunga acuan lebih cepat.
Faktor inilah yang menjadi pemicu mengapa flow asing di pasar keuangan domestik menjadi lebih volatile dan kinerja asetnya tak banyak berubah.
Halaman 2>>
(trp/trp)