
Waspada Gan! Inflasi AS Overheat, The Fed Bisa Geber Tapering

Pagi tadi, ketiga indeks saham acuan Bursa New York ditutup variatif. Hanya indeks Dow Jones Industrial saja yang melemah setelah dalam dua hari perdagangan terakhir indeks Nasdaq Composite yang terkapar di zona merah.
Namun pelemahan Dow Jones sejatinya tipis saja karena hanya terkoreksi 0,03%. Sedangkan untuk kasus S&P 500 dan Nasdaq Composite keduanya menguat masing-masing sebesar 0,23% dan 0,44%. Nasdaq akhirnya sukses memimpin penguatan setelah terkoreksi tajam sejak awal minggu ini.
Di sisi lain yield obligasi pemerintah AS seri acuan 10 tahun atau yang dikenal sebagai US Treasury juga mengalami penurunan setelah tembus level 1,67% kemarin. Yield surat utang negara AS tenor 10 tahun tersebut turun menjadi 1,64%.
Penurunan yield tersebut memberikan ruang untuk Nasdaq Composite menguat pasarnya saham-saham teknologi yang cenderung mengejar pertumbuhan sangat sensitive terhadap pergerakan suku bunga. Fenomena yang terjadi di pasar saham AS tersebut merupakan bagian dari rotasi sektor.
Salah satu sentimen yang dicermati oleh pelaku pasar adalah rilis data inflasi AS. Departemen Perdagangan Paman Sam melaporkan inflasi inti (Core PCE) AS bulan Oktober tercatat naik 4,1% year on year (yoy) dan menandai kenaikan tertinggi dalam hampir 3 dekade terakhir.
Jika memasukkan komponen makanan dan energi yang selanjutnya dikenal sebagai headline inflation, indeks PCE AS tumbuh 5% yoy pada periode yang sama dan menjadi yang tertinggi sejak tahun 1990. Penyebab tingginya inflasi di AS adalah kenaikan harga energi yang mencapai lebih dari 30% dalam satu tahun terakhir.
Kenaikan inflasi yang tinggi dan lebih persisten membuat pelaku pasar kembali melirik The Fed. Selain isu renominasi Jerome Powell sebagai ketua The Fed, faktor lain yang juga menjadi fokus pelaku pasar adalah arah kebijakan moneternya.
Memang di bulan November ini bank sentral paling powerful di dunia itu sudah mengumumkan tapering dengan laju pengurangan stimulus sebesar US$ 15 miliar per bulan. Namun dengan adanya inflasi yang membandel, The Fed kemungkinan bakal lebih agresif lagi dalam mengurangi stimulusnya.
The Fed masih punya satu kali lagi kesempatan untuk rapat dan membahas peluang tapering yang lebih agresif pada pertengahan Desember nanti. Selain perkara tapering pasar juga mulai mengantisipasi bahwa The Fed bakal menempuh jalan lain untuk menjinakkan inflasi yaitu dengan menaikkan suku bunga acuan.
Jika sebelumnya The Fed mengatakan tak akan tergesa gesa mengetatkan kebijakan moneternya, namun kini pasar justru melihat hal tersebut bakal dilakukan The Fed. Setidaknya pasar memproyeksikan bakal ada kenaikan 25 bps suku bunga acuan AS pada awal paruh kedua tahun depan.
Halaman 3>>
(trp/trp)