
Hari Ini Akan Terungkap PPKM Darurat Memukul Perut Rakyat!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, tetapi nilai tukar rupiah membukukan depresiasi.
Kemarin, IHSG ditutup di posisi 6.586,44. Naik 0,52% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Akan tetapi, perdagangan berlangsung kurang semarak. Volume transaksi tercatat melibatkan 17,02 miliar unit saham. Di bawah rata-rata sepanjang 2021 (year-to-date) yang sebanyak 19,92 miliar unit saham.
Sementara nilai perdagangan adalah Rp 11,01 triliun, lebih rendah ketimbang rerata year-to-date yang senilai Rp 13,46 triliun. Frekuensi transaksi ada di 1,19 juta kali, lebih sedikit dibandingkan rata-rata yang sebanyak 1,29 juta kali.
Meski begitu, investor asing tetap mencatatkan beli bersih Rp 315,84 miliar di pasar reguler dan negosiasi. Ini membuat nilai beli bersih investor asing menjadi Rp 40,01 triliun year-to-date.
Namun, arus modal masuk itu tidak kuasa menopang nilai tukar rupiah. Di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), mata uang Tanah Air melemah.
Di pasar spot, US$ 1 setara dengan Rp 14.335 kala penutupan perdagangan. Rupiah terdepresiasi 0,28% dan berada di posisi terlemah sejak 30 Agustus 2021.
Halaman Selanjutnya --> S&P 500 dan Nasdaq Rekor, Dow Jones Tekor
Beralih ke bursa saham Amerika Serikat (AS), tiga indeks utama juga berakhir tidak kompak. Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup di 36.124,23, terkoreksi 0,09%. Namun S&P 500 naik 0,42% ke 4.680,06, Nasdaq Composite pun bertambah 0,81% menjadi 15.940,31. S&P 500 dan Nasdaq kembali membukukan rekor tertinggi sepanjang sejarah.
DJIA turun karena terseret saham-saham perbankan yang melemah. Harga saham JPMorgan Chase & Co turun 1,31% sementara Goldman Sachs terpangkas 2,35%.
Saham-saham perbankan merespons negatif arah kebijakan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang mengarah ke hawkish. Kemarin, Ketua Jerome 'Jay' Powell memutuskan untuk mulai mengurangi pembelian surat berharga atau tapering off senilai US$ 15 miliar.
Sejak tahun lalu, The Fed memborong surat berharga di pasar senilai US$ 120 miliar setiap bulannya untuk merangsang perekonomian Negeri Paman Sam yang terpuruk akibat serangan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Kini perekonomian AS mulai pulih, tekanan inflasi kian terasa karena peningkatan permintaan. The Fed pun memutuskan sudah saatnya mengurangi dosis stimulus.
Apabila pembelian surat berharga oleh The Fed berkurang US$ 15 miliar setiap bulannya, maka program ini akan selesai dalam delapan bulan. Setelah itu kemungkinan The Fed akan mulai menaikkan suku bunga acuan. Artinya, bukan tidak mungkin kenaikan Federal Funds Rate akan terjadi pada semester II-2022.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut menaikkan biaya dana perbankan. Laba akan tergerus, dan menjadi sentimen negatif bagi emiten di sektor ini.
Kebangkitan ekonomi Negeri Adidaya semakin nyata dari data ketenagakerjaan terbaru. Pada pekan yang berakhir 30 Oktober 2021, jumlah klaim tunjangan pengangguran tercatat 269.000. Turun dibandingkan pekan sebelumnya yang sebanyak 283.000 dan lebih rendah ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 275.000.
Klaim tunjangan pengangguran menyentuh titik terendah sejak Maret 2020. Ini berarti pasar tenaga kerja AS mulai pulih seperti masa sebelum pandemi.
Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya perkembangan di Wall Street yang meski ditutup bervariasi tetapi cenderung menguat. Hijaunya Wall Street bisa menambah semangat investor di pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Sentimen kedua, masih dari AS, US Bureau of Labor Statistics akan merilis data penciptaan lapangan kerja non-pertanian (non-farm payroll) malam ini waktu Indonesia. Kemungkinan hasilnya bakal positif.
Konsensus pasar yang dihimpun. Reuters memperkirakan perekonomian AS menciptakan 450.000 lapangan kerja non-pertanian pada Oktober 2021. Jauh lebih banyak dibandingkan bulan sebelumnya yang sebanyak 194.000.
Data ini akan membuat The Fed makin yakin untuk menempuh jalur hawkish. Akibatnya, dolar AS bisa semakin perkasa.
Pada pukul 02:53 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,49%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini sudah naik lebih dari 1% dan secara year-to-date melesat nyaris 5%.
Keperkasaan dolar AS tentu akan memakan 'tumbal' mata uang uang lain, bukan tidak mungkin rupiah jadi salah satunya. Oleh karena itu, rupiah harus waspada, apalagi mata uang Ibu Pertiwi sedang dalam tren melemah akhir-akhir ini.
Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021. Median proyeksi pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi Tanah Air pada kuartal III-2021 tumbuh 3,61% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Proyeksi tertinggi adai di 4,5% yoy dan terendah 3,23% yoy.
Sebagian responden memberikan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk sepanjang 2021. Angka median proyeksi juga sebesar 3,61%. Kalau yang ini, jauh membaik ketimbang 2020 yang -2,07%.
Sebagai perbandingan, konsensus pasar versi Reuters menghasilkan angka 3,76% yoy untuk pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021. Sementara pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 'diramal' 3,4%.
Dari manapun sumbernya, terlihat jelas bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih 'kurus' pada kuartal III-2021. Penyebabnya adalah kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat akibat 'ledakan' kasus positif corona yang memuncak pada Juli 2021.
Pada pertengahan Juli 2021, pandemi virus corona di Indonesia memang mencapai titik terparah dengan kasus positif harian di atas 50.000 orang. Mau tidak mau, suka tidak suka, aktivitas dan mobilitas masyarakat harus diredam agar tidak memperparah penyebaran virus corona.
PPKM Darurat bertujuan mulia, menyelamatkan nyawa rakyat Indonesia dari renggutan virus corona. Namun harga yang harus dibayar sama sekali tidak murah. Seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada kuartal II-2020, ekonomi Ibu Pertiwi 'mati suri'.
Sepanjang kuartal III-2021, aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) rata-ratanya adalah 45,33. Turun dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 54,47.
PMI menggunakan angka 50 sebagai garis start. Jika di bawah 50, maka artinya dunia usaha berada di fase kontraksi, tidak ada ekspansi.
Tidak cuma dunia usaha, rumah tangga pun kesulitan karena lapangan kerja semakin sempit. Masyarakat menjadi tidak percaya diri dalam mengarungi 'samudera' ekonomi.
Sepanjang kuartal III-2021, rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen ada di 84,33. Turun drastis dari kuartal sebelumnya yang mencapai 104,42.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau angkanya masih di bawah 100, maka artinya konsumen tidak pede dalam memandang kondisi ekonomi saat ini hingga enam bulan mendatang.
PMI manufaktur mencerminkan geliat dunia usaha di sektor industri pengolahan, kontributor terbesar pembentukan PDB dari sisi lapangan usaha. Sedangkan IKK adalah gambaran konsumsi rumah tangga, penyumbang nomor satu pembentukan PDB dari sisi pengeluaran.
Jadi sudah jelas, PPKM Darurat telah menekan ekonomi dari dua sisi sekaligus yaitu pasokan dan permintaan. Tidak heran kalau hasilnya ekonomi Indonesia jadi lebih 'singset'.
Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (3)
Sentimen keempat, BPS juga akan merilis data ketenagakerjaan Indonesia kondisi Agustus 2021. Di sini sepertinya kita juga akan melihat bagaimana PPKM Darurat berdampak terhadap mata pencarian rakyat Indonesia.
Berkaca dari pengalaman PSBB tahun lalu, jumlah pengangguran terbuka naik luar biasa. Pada Agustus 2020, jumlah penganggur mencapai 9,77 juta orang, bertambah 2,67 juta orang dari Agustus 2019. Jumlah penganggur pada Agustus tahun lalu adalah yang tertinggi sejak 2007.
PPKM Darurat membuat masyarakat sulit mencari pekerjaan. Ini terbukti dari indeks ketersediaan lapangan kerja yang menjadi bagian dari IKK.
Sepanjang kuartal III-2021, rata-rata indeks ketersediaan lapangan kerja adalah 50,59, jauh dari 100. Artinya konsumen tidak percaya diri melihat pasar tenaga kerja, cari kerja masih susah karena PPKM.
Jadi jangan heran kalau nanti kita akan melihat lesatan angka pengangguran. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan angka pengangguran akan menjadi bukti bagaimana PPKM Darurat memukul perut dan menghancurkan dapur rakyat.
Halaman Selanjutnya --> Simak Agenda dan Rilis Data Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia periode kuartal III-2021 (09:00 WIB).
- Rilis data angka pengangguran Indonesia periode Agustus 2021 (09:00 WIB).
- Rilis data cadangan devisa Indonesia periode Oktober 2021 (10:00 WIB)
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Modernland Realty Tbk (10:00 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (14:00 WIB).
- Rilis data penciptaan lapangan kera non-pertanian AS periode Oktober 2021 (19:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Untuk mengakses data pasar terkini, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Bersejarah! Akankah Hari Ini RI Resmi Keluar dari Resesi?
