Newsletter

'Belanda' Sudah Dekat! Tunggu Dini Hari Nanti...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 November 2021 05:55
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak melemah pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), harga obligasi pemerintah, hingga nilai tukar rupiah mengalami koreksi.

Kemarin, IHSG ditutup di posisi 6.493,27. Turun 0,91% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.

Perdagangan saham di lantai bursa terlihat kurang semarak. Total volume transaksi melibatkan 17,74 miliar unit saham, jauh di bawah rata-rata sepanjang tahun (year-to-date/ytd) yang sebanyak 19,94 miliar unit saham.

Sementara nilai transaksi tercatat Rp 11,34 triliun, di bawah rata-rata yang sebesar Rp 13,48 triliun. Kemudian frekuensi perdagangan adalah 1,23 juta kali, juga di bawah rerata yakni 1,29 juta kali. Ini membuat kapitalisasi pasar di bursa saham Tanah Air turun Rp 58 miliar dari hari sebelumnya menjadi Rp 6.234 triliun.

Investor asing juga melakukan jual bersih (net sell) di pasar reguler dan negosiasi dengan nilai Rp 146,14 miliar. Namun sepanjang 2021, investor asing masih mencatatkan beli bersih (net buy) Rp 39,53 triliun.

Kelesuan juga terjadi di pasar obligasi pemerintah. Imbal hasil (yield) surat utang pemerintah seri acuan tenor 10 tahun ditutup di 6,241%. Naik 1,2 basis poin dibandingkan hari sebelumnya.

Yield dan harga obligasi memiliki hubungan berbanding terbalik. Saat yield naik, artinya harga Surat Berharga Negara (SBN) turun karena tekanan jual atau kurang peminat.

Minimnya dukungan arus modal di pasar saham dan obligasi membuat rupiah 'kurang darah'. Di perdagangan pasar spot, US$ 1 setara dengan di Rp 14250 di mana mata uang Ibu Pertiwi melemah tipis 0,04%.

Halaman Selanjutnya --> Wall Street Wait and See, Apa yang di-Wait, Apa yang di-See?

Berpindah ke bursa saham AS, tiga indeks utama di Wall Street ditutup menguat. Dow Jones Industrial Average (DJIA) finis di posisi 36.052,63, naik 0,39%. Sementara S&P 500 menutup hari di 4.630,65 (0,37%) dan Nasdaq Composite berada di 15.649,6 (0,34%).

Sepertinya investor di Wall Street memilih untuk bermain aman, wait and see. Memangnya apa yang di-wait dan apa yang di-see?

Mulai hari ini, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) menggelar rapat Komite Pengambil Kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC) yang hasilnya diumumkan Kamis dini hari waktu Indonesia. Pasar memperkirakan suku bunga acuan tetap bertahan di 0-0,25%. Mengutip CME FedWatch, peluang Federal Funds Rate tidak ke mana-mana mencapai 100%.

fedSumber: CME FedWatch

Namun bukan suku bunga acuan yang menjadi fokus pelaku pasar. Suku bunga acuan nanti dulu, yang sepertinya di depan mata adalah pengurangan pembelian surat berharga alias tapering off.

Sejak tahun lalu, Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat memutuskan untuk memborong surat berharga di pasar senilai US$ 120 miliar saban bulannya. Ini dilakukan untuk menopang perekonomian Negeri Paman Sam yang babak belur dihantam pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Namun kini ekonomi AS sudah mulai pulih. Laju inflasi terakselerasi, pertanda konsumsi dan daya beli sudah kembali. Penciptaan lapangan kerja semakin masif, angka pengangguran pun menurun.

Oleh karena itu, mungkin sudah saatnya The Fed menginjak rem. Injeksi likuiditas mungkin sudah tidak perlu terlampau besar.

Pasar berekspektasi The Fed akan mengumumkan tapering esok hari. Sebagai awalan, pembelian surat berharga diperkirakan bakal berkurang US$ 15 miliar.

Nantinya pembelian surat berharga diperkirakan berkurang US$ 15 miliar setiap bulannya. Dengan kecepatan itu, maka tapering akan selesai dalam delapan bulan atau pertengahan tahun depan. Baru setelah itu mungkin The Fed mulai memikirkan soal kenaikan suku bunga acuan.

"Sejauh ini The Fed melakukan komunikasi dengan baik kepada publik, sehingga rasanya besok tidak akan ada kejutan. Namun kami melihat pasar mulai melakukan penyesuaian, karena kemungkinan iklim suku bunga tinggi akan segera datang," kata Rick Meckler, Partner di Cherry Lane Investments yang berbasis di New Jersey (AS), seperti dikutip dari Reuters.

Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen yang bisa menggerakkan pasar. Pertama adalah perkembangan di Wall Street, yang terlihat kurang bergairah.

Minimnya nafsu berburu cuan di New York bisa mempengaruhi psikologis pelaku pasar di Asia, tidak terkecuali Indonesia. Bukan tidak mungkin IHSG akan berakhir seperti Wall Street, kurang gairah-kurang tenaga.

Sentimen kedua yang bisa mempengaruhi pasar keuangan Indonesia, seperti halnya Wall Street, adalah antisipasi pasar terhadap tapering. Tidak dipungkiri, lesatan bursa saham dunia tahun ini adalah berkat injeksi likuiditas yang luar biasa besar dari The Fed. Duit ratusan miliar dolar AS itu tentu merembes ke bursa saham global, termasuk Indonesia, dan menciptakan mentalitas 'beli, beli, beli'.

Tapering akan membuat likuiditas tidak lagi berlimpah, arus modal asing tidak akan sederas sebelumnya. Ini tentu akan berdampak ke IHSG, yang sudah naik hampir 9% sepanjang tahun ini.

Akan tetapi, sepertinya tapering tahun ini tidak akan membawa malapetaka seperti pada 2013-2015. Sebab, seperti yang sudah disampaikan, komunikasi The Fed berjalan dengan baik sehingga pasar punya waktu untuk menyesuaikan diri. Tidak ujug-ujug seperti delapan tahun lalu.

"Ada beberapa alasan pengetatan kebijakan moneter di AS tidak akan menyebabkan eksodus modal asing di negara berkembang seperti 2013. Pertama, yield obligasi pemerintah AS sekarang malah turun, tidak seperti taper tantrum 2013. Kedua, pelaku pasar punya waktu berbulan-bulan karena The Fed telah melakukan komunikasi sebelumnya.

"Ketiga, ketahanan eksternal negara-negara berkembang sekarang semakin kuat sehingga mampu meredam tekanan. Defisit transaksi berjalan (current account deficit) membaik, demikian pula cadangan devisa. Keempat, kredibilitas bank sentral negara-negara berkembang pun kini lebih kuat," papar riset Citi.

Tapering, yang kemungkinan datang besok, pasti sedikit banyak akan memberi pengaruh dan warna di pasar. Namun yakinlah, tidak perlu khawatir berlebihan. Sebab, kini dunia (tidak terkecuali Indonesia) sudah jauh lebih siap dan kuat dalam menghadapi ancaman tersebut.

Halaman Selanjutnya --> Simak Agenda dan Rilis Data Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Rilis data Purchasing Managers' Index (PMI) sektor jasa China periode Oktober 2021 (08:45 WIB).
  • Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (11:00 WIB).
  • Rilis data PMI sektor jasa India periode Oktober 2021 (12:00 WIB).
  • Rilis data PMI sektor jasa Inggris periode Oktober 2021 (16:30 WIB).
  • Rilis data penciptaan lapangan kerja AS versi ADP periode Oktober 2021 (19:15 WIB).
  • Rilis data PMI sektor jasa AS periode Oktober 2021 (20:45 WIB).
  • Rilis data stok minyak AS periode pekan yang berakhir 29 Oktober 2021 (21:30 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Untuk mengakses data pasar terkini, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular