Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah jungkir balik pada perdagangan Kamis (8/7/2021) sebelum akhirnya mengalami pelemahan. Sementara itu dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) bervariasi ada yang menguat dan melemah, tetapi pergerakannya tidak se-volatil IHSG dan rupiah.
Rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan nama Federal Reserve/The Fed, menjadi pemicu pergerakan tersebut.
Diperparah dengan kecemasan akan memburuknya perekonomian global akibat serangan baru virus corona (Covid-19) yang memicu global sell-off di pasar saham. Aksi jual tersebut menerpa mulai bursa Asia, Eropa hingga Wall Street pada hari Kamis, dan ada risiko berlanjut pada perdagangan Jumat (9/7/2021).
Melansir data Refinitiv, IHSG sepanjang sesi I kemarin mampu bertahan di zona hijau, bahkan sempat menguat hingga 0,6%. Di awal sesi II, IHSG masih berada di zona hijau sebelum akhirnya masuk ke zona merah dan mengakhiri perdagangan di 6.039,896, melemah tipis 0,07%.
 Grafik: IHSG Harian Foto: Refinitiv |
Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar 162,36 miliar, dengan nilai transaksi mencapai Rp 11,8 triliun.
Sementara itu rupiah sangat volatil melawan dolar AS begitu bel perdagangan berbunyi. Rupiah membuka perdagangan di level Rp 14.490/US$, melemah 0,07% di pasar spot, melansir data Refintiiv. Rupiah kemudian melemah 0,41% ke Rp 14.540/US$, sebelum berbalik menguat ke Rp 14.420/US$, atau menguat 0,41%.
Tetapi tidak lama, rupiah kembali ke zona merah, hingga mengakhiri perdagangan dengan 0,28% ke Rp 14.520/US$ di pasar spot.
Kemudian untuk SBN, mayoritas tenor mengalami kenaikan yield, hanya tenor 3, 10 dan 20 tahun yang imbal hasilnya turun.
Turunya yield obligasi berarti harganya sedang naik, sebab keduanya berlawan arah. Artinya, aliran modal masuk ke SBN tenor 3, 10, dan 20 tahun, tenor lainnya mengalami outflow.
Tenor | Yield (%) | Perubahan (Poin) |
ID 1Y T-BOND | 3,654 | 17,1 |
ID 3Y T-BOND | 4,669 | -3,9 |
ID 5Y T-BOND | 5,386 | 0,6 |
ID 10Y T-BOND | 6,531 | -2,2 |
ID 15Y T-BOND | 6,416 | 0,3 |
ID 20Y T-BOND | 7,228 | -2,8 |
ID 25Y T-BOND | 7,332 | 2,6 |
ID 30Y T-BOND | 7,261 | 0 |
Pasar obligasi Indonesia diuntungkan oleh merosotnya yield obligasi (Treasury) AS, apalagi pasca rilis notula The Fed. Yield Treasury tenor 10 tahun kini berada di 1,2945%, sudah turun dalam 8 hari beruntun, dan berada di level terendah sejak pertengahan Februari.
Isi dari notula tersebut intinya menunjukkan The Fed tidak akan terburu-buru melakukan tapering. Sehingga kemungkinan tidak terjadi di tahun ini.
Tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) yang selama ini menjadi ketakutan pelaku pasar memang sudah dibahas, tetapi The Fed menyatakan tidak akan terburu-buru untuk melakukannya.
Meski demikian, pelaku pasar masih melihat kemungkinan tapering akan dilakukan di tahun ini. Masih adanya perbedaan pendapat di pasar terkait kapan The Fed akan melakukan tapering membuat rupiah jungkir balik.
"Rilis notula mengkonfirmasi jika The Fed kemungkinan besar akan melakukan tapering di tahun ini," kata Kathy Lien, managing director di BK Asset Management.
Sementara itu dari dalam negeri, kejutan dari Bank Indonesia gagal membawa IHSG dan rupiah ke zona hijau di akhir perdagangan. Konsumen Indonesia masih optimistis melihat perekonomian saat ini dan beberapa bulan ke depan meski penyakit virus corona (Covid-19) sedang melonjak. Ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang naik dan berada di atas 100.
Kemarin BI melaporkan, IKK pada Juni 2021 berada di 107,4. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 104,4.
"Kondisi ini perlu terus dijaga dan dicermati sejalan diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat guna mengatasi kenaikan Covid-19 di Indonesia. Hal ini juga mempertimbangkan hasil SK yang mengindikasikan penguatan optimisme konsumen pada Juni 2021 tersebut terutama didorong oleh persepsi konsumen yang membaik terhadap kondisi ekonomi saat ini, meski masih berada pada area pesimis (<100)," sebut keterangan tertulis BI yang dirilis Kamis (87/2021.
Namun, survei tersebut dilakukan sebelum pemerintah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat sejak 3 Juli lalu. Sehingga, masih belum diketahui apakah konsumen masih optimistis, atau sedikit menurun, atau bahkan berbalik menjadi pesimistis.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> S&P 500 Pimpin Jebloknya Wall Street
Wall Street melemah cukup tajam pada perdagangan Kamis waktu setempat. Indeks S&P 500 yang sehari sebelumnya mencatat rekor tertinggi sepanjang masa justru memimpin penurunan indeks lainnya.
Melansir data Refintiv, indeks S&P 500 merosot 0,86% ke 4.320,82, disusul indeks Dow Jones anjlok 0,75% ke 34.421,93, dan indeks Nasdaq minus 0,72% ke 14.559,79.
Kecemasan akan terhambatnya perekonomian global akibat lonjakan kasus Covid-19 di berbagai negara memicu aksi jual di Wall Street.
"Peningkatan kasus Covid, terutama varian Delta memicu kekhawatiran bahwa akselerasi ekonomi akan melambat," tutur Timothy Lesko, analis Granite Investment Advisors kepada CNBC International.
Kecemasan tersebut semakin meningkat setelah data menunjukkan klaim tingkat pengangguran di AS melonjak.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sebanyak 373.000 orang mengajukan klaim tunjangan pengangguran untuk pertama kali selama sepekan lalu. Angka itu lebih buruk dari konsensus ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 350.000.
Saham siklikal, yang bakal diuntungkan dari pembukaan ekonomi, ramai-ramai terkoreks. Saham kapal pesiar Carnival dan Royal Caribbean kompak anjlok lebih dari 1%, saham penerbangan American Airlines dan Delta Air Lines juga turun lebih dari 1%. Kemudian perusahaan ritel Nordstrom anjlok nyaris 3%, dan Home Depot 1,5%.
Saham teknologi juga anjlok, di antaranya Micron, Qualcomm, dan Intel merosot lebih dari 1%, sementara Nvidia anjlok 2,3%. Raksasa Microsoft, Apple, Facebook, serta Alphabet juga berakhir di zona merah, hanya Amazon yang berhasil menguat 0,9%.
Saham perbankan juga ikut terkapar, di antaranya Bank of America, Wells Fargo, dan Goldman Sachs, merosot lebih dari 2%, kemudian JPMorgan Chase and PNC Financial juga di zona merah.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Sebelum menerpa Wall Street, aksi jual sebelumnya sudah dialami bursa saham Asia serta Eropa.
Tercatat indeks Nikkei Jepang ditutup merosot 0,88% ke level 28.118.03, Hang Seng ambruk hingga 2,89% ke posisi 27.153,13, Shanghai Composite China terkoreksi 0,79% ke 3.525,50, Straits Times Singapura ambles 1.08% ke 3.107,59, Kospi Korea Selatan ambrol 0,99% ke 3.252,6.
Kemudian dari Eropa, indeks DAX Jerman ambrol 1,7% dan FTSE 100 Inggris minus 1,68%. Kemudian Indeks CAC Prancis serta FTSE MIB Italia masing-masing jeblok 2% dan 2,55%.
Seperti disebutkan sebelumnya, global sell-off di pasar saham terjadi akibat kecemasan akan memburuknya perekonomian global akibat penyebaran Covid-19 jilid terbaru.
Aksi jual di pasar saham tersebut masih berisiko berlanjut pada hari ini, sehingga IHSG wajib waspada. Rupiah juga akan mendapat tekanan akibat sentimen pelaku pasar yang memburuk.
Sementara itu dari pasar obligasi, SBN akan mengalami fluktuasi. Sebab, sentimen pelaku pasar yang memburuk tentunya membuat investor global bermain aman dengan memilih obligasi negara maju seperti Treasury AS. Tetapi di sisi lain, yield Treasury yang sudah menurun tajam membuat spread dengan SBN melebar, investor yang lebih berani mengambil risiko tentunya akan mengalirkan modalnya ke SBN.
Memburuknya sentimen pelaku pasar hingga memunculkan kecemasan akan pelambatan ekonomi global memang dipicu lonjakan kasus Covid-19. Tetapi, baru meletup setelah Jepang mengumumkan kondisi darurat ibu kota Tokyo. Langkah ini diambil karena angka infeksi corona yang cukup tinggi sementara kota itu harus menyelenggarakan Olimpiade akhir bulan ini.
Dengan demikian, Olimpiade di Jepang akan dilakukan tanpa penonton.
Keputusan ini diambil setelah pada Rabu (7/7/2021) lalu Tokyo melaporkan rekor tertinggi penularan virus corona sejak Mei. Di mana ada 920 kasus infeksi harian.
Kekhawatiran juga saat ini memuncak setelah beberapa fasilitas kesehatan di kota terpadat dunia itu melaporkan banyaknya infeksi varian Delta yang lebih mudah menular.
"Sangat disesalkan kami menyelenggarakan Olimpiade dengan format yang sangat terbatas akibat penyebaran virus corona," kata Seiko Hasimoto, Presiden Olimpiade Tokyo 2020, sebagaimana dilansir Reuters.
Langkah Jepang tersebut memicu kecemasan pelaku pasar jika pemulihan ekonomi global akan terhambat, bahkan ada risiko malah kembali merosot. Sebab, pembatasan sosial kembali diperketat.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Di Indonesia sendiri sudah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat mulai 3 hingga 20 Juli. Tetapi hingga 5 hari berjalan belum ada tanda-tanda penurunan kasus harian, malah terus mencatat rekor terbanyak.
Kementerian Kesehatan mencatat pada Kamis (8/7/2021) penambahan pasien baru Covid-19 hingga pukul 12:00 WIB sebanyak 38.391 orang. Penambahan tersebut merupakan rekor terbanyak, jauh melampaui rekor 34 ribuan orang sehari sebelumnya.
PPKM Mikro Darurat menargetkan kasus positif harian bisa ditekan hingga ke bawah 10.000 per hari. Efeknya memang belum terlihat sebab baru dilakukan selama 5 hari.
Tanda-tanda berhasil atau tidaknya PPKM Mikro Darurat baru akan terlihat setidaknya satu minggu ke depan, mengingat adanya masa inkubasi virus corona.
Meski demikian, lonjakan tinggi kasus Covid-19 tersebut tentunya membuat pelaku pasar was-was. Jika Penambahan kasus belum sukses dilandaikan, ada kemungkinan PPKM Mikro Darurat akan diperpanjang yang tentunya akan berdampak pada pemulihan ekonomi. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga secara global.
Sekertaris Jenderal OECD, Mathias Cormann, mengatakan kembali menyebarnya virus corona menjadi salah satu risiko utama pemulihan ekonomi global.
"Kita harus melakukan apa yang bisa kita lakukan agar sebanyak mungkin orang-orang di seluruh dunia divaksinasi," kata Cormann sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (8/7/2021).
"Penyebaran terbaru Covid-19 masih menjadi musuh risiko terbesar dalam hal pemulihan ekonomi yang berkelanjutan," tambahnya.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Data dan Agenda Berikut
Berikut data yang akan dirilis hari ini.
- Inflasi China (8:30 WIB)
- PDB Inggris bulan Mei (13:00 WIB)
- Produksi Industri Italia (15:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional.