Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku pasar memperkirakan bakal terjadi deflasi pada Juni 2021. Ini adalah sesuatu yang wajar karena Selepas Ramadan-Idul Fitri permintaan agak melambat.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi Juni 2021 pada 1 Juli 2021. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi deflasi 0,085% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Jika terwujud akan menjadi deflasi pertama sejak September tahun lalu.
Sementara dibandingkan Juni 2020 (year-on-year/yoy), laju inflasi diperkirakan 1,4%. Kemudian inflasi inti 'diramal' 1,45% yoy.
Institusi | Inflasi mtm (%) | Inflasi yoy (%) | Inflasi Inti yoy (%) |
Danareksa Research Institute | -0.12 | 1.36 | 1.46 |
Standard Chartered | -0.09 | 1.4 | 1.44 |
CIMB Niaga | -0.05 | 1.45 | 1.45 |
Bank Danamon | -0.08 | 1.41 | 1.52 |
DBS | - | 1.4 | - |
Maybank Indonesia | -0.12 | 1.38 | 1.41 |
ING | - | 1.4 | - |
Bank Mandiri | -0.1 | 1.39 | 1.45 |
BCA | -0.04 | 1.45 | 1.48 |
BNI Sekuritas | -0.07 | 1.42 | - |
MEDIAN | -0.085 | 1.4 | 1.45 |
Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) pekan keempat memperkirakan inflasi bulan ini sebesar -0,11% mtm. Sementara inflasi tahunan iperkirakan 1,38%. Kemudian inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) adalah 0,79%.
"Penyumbang utama deflasi Juni 2021 sampai dengan minggu keempat yaitu komoditas cabai merah -0,1% (mtm), daging ayam ras -0,08% (mtm), tarif angkutan antarkota -0,06% (mtm), cabai rawit -0,04% (mtm), bawang merah -0,02% (mtm), daging sapi, kelapa, tomat, udang basah dan tarif angkutan udara masing-masing sebesar -0,01% (mtm). Sementara itu, beberapa komoditas mengalami inflasi, antara lain telur ayam ras sebesar 0,03% (mtm) emas perhiasan sebesar 0,02% (mtm) minyak goreng, sawi hijau, kacang panjang, nasi dengan lauk dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,01% (mtm)," jelas laporan BI.
Halaman Selanjutnya --> Daya Beli Turun?
Deflasi menunjukkan tidak terjadi tekanan harga. Dunia usaha menurunkan harga karena pasokan yang melimpah atau penurunan permintaan.
Sepertinya yang terakhir disebut jadi penyebab deflasi. Momentum Ramadan-Idul Fitri adalah puncak konsumsi rumah tangga, dan itu jatuh pada Mei 2021.
Perlambatan laju inflasi mtm sudah bisa terjadi selepas Ramadan-Idul Fitri. Bahkan beberapa kali terjadi deflasi, seperti yang terjadi pada 2016 dan 2013.
Oleh karena itu, deflasi kali ini rasanya tidak (atau belum?) mencerminkan penurunan daya beli. Sebab, laju inflasi inti malah terakselerasi.
Pada Mei 2021, laju inflasi inti ada d 1,37% yoy. Jika sebulan kemudian diperkirakan 1,45% , maka terjadi percepatan.
Inflasi inti adalah cerminan daya beli. Kelompk ini berisi harga barang dan jasa yang persisten, susah naik-turun. Jika harga yang 'bandel' saja naik, maka itu adalah kuatnya daya beli masyarakat.
Kondisi ini disebabkan oleh pelonggaran aktivitas masyarakat karena pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang melambat. Dalam kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Aktivitas Masyarakat (PPKM) Mikro, restoran dan pusat perbelanjaan diperkenankan untuk buka hingga pukul 21:00. Restoran juga sudah boleh menerima pengunjung yang makan-minum di tempat, meski belum dalam kapasitas penuh.
Halaman Selanjutnya --> PPKM Darurat, Daya Beli Sekarat!
Akan tetapi, ada kabar bahwa pemerintah akan mempeketat PPKM. Dalam PPKM Mikro Darurat, yang disebut akan berlaku ketika tambahan kasus harian mencapai 20.000/hari dan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakir (Bed Occupancy Rate/BOR) di atas 70%, restoran dan pusat perbelanjaan hanya boleh buka hingga pukul 21:00. Di wilayah zona merah, pekerja yang datang ke kantor hanya boleh 25%.
Nah, kalau ini yang terjadi maka penurunan daya beli ada di depan mata. Sebab, pengusaha sudah mengeluh biaya operasional tidak akan tertutup oleh pendapatan kalau hanya boleh beroperasi hingga pukul 17:00. Daripada terus merugi, lebih baik tutup dulu.
"Mending tutup total kalau di mal, artinya tutup jam 5 kerugian besar sekali. Sekarang persoalannya kerugian yang besar ini, siapa yang mau menanggung itu? Apa seluruhnya dibebankan ke pengusaha yang ujung-ujungnya bangkrut semua?" kata Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran Emil Arifin.
Efisiensi besar-besaran harus dilakukan dunia usaha agar bisa bertahan hidup. Salah satunya adalah dengan merumahkan, memangkas upah, atau bahkan menjatuhkan vonis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawan.
Sektor perdagangan serta akomodasi makan-minum adalah sektor usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. Per Februari 2021, sektor perdagangan menyerap 19,2% dari total angkatan kerja sementara akomodasi makan-minum adalah 6,99%.
 Sumber: BPS |
Artinya, lebih dari seperempat penduduk Indonesia yang bekerja mencari nafkah di dua sektor tersebut. Ketika terjadi pengurangan gaji atau (amit-amit) PHK, maka daya beli dari seperempat pekerja di Indonesia akan terpukul.
Sekarang mungkin daya beli masih kuat. Namun jika PPKM Darurat diberlakukan, apalagi dalam waktu yang tidak sebentar, maka hampir pasti daya beli rakyat bakal rontok. Deflasi akan menjadi pemandangan yang akrab ditemui dalam bulan-bulan ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA