
Corona Tembus 2 Juta, Yuk #dirumahaja...

Pagi ini, datang kabar gembira dari Wall Street. Bursa saham New York ditutup menguat dan kenaikkan cukup signifikan.
Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 1,76%. Sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite melonjak masing-masing 1,4% dan 0,79%.
Sepertinya investor mengambil kesempatan 'menyerok'' saham yang harganya memang sdah lebih murah. Maklum, Wall Street anjlok pekan lalu di mana DJIA ambles sampai lebih dari 3%. Koreksi yang demikian dalam memang menyimpan potensi technical rebound.
"Ekonomi sedang bagus dan masih banyak stimulus. Ini tentu bagus untuk harga saham. Harga akan terus naik, terutama saat kita melihat konsumen terus berbelanja, terutama di sektor jasa," kata Max Gokhman, Head of Asset Allocation di Pacific Life Fund Advisors yang berbasis di California (AS), seperti dikutip dari Reuters.
Isu pengetatan kebijakan moneter atau tapering off oleh bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) pun sedikit mereda. Ini terbantu oleh pernyataan dari Neel Kashkari, Presiden The Fed Minneapolis.
"Mayoritas warga AS ingin pekerjaan, saya belum siap untuk meninggalkan mereka. Saya ingin memberi kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Selama laju inflasi masih terjangkar, marilah bersabar sampai benar-benar tercipta pembukaan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment)," papar Kashkari dalam wawancara dengan Reuters.
Kashari benar, pasar tenaga kerja Negeri Adidaya memang belum pulih sepenuhnya. Pada pekan yang berakhir 12 Juni, jumlah klaim tunjangan pengangguran naik 37.000 menjadi 412.000. Ini adalah kenaikan pertama sejak akhir April.
Pekan lalu, The Fed menggelar rapat bulanan dengan hasil suku bunga acuan tetap bertahan di 0-0,25%. Pembelian surat berharga (quantitative easing) juga masih tetap US$ 120 miliar per bulan.
Namun aura tapering begitu terasa karena nada (tone) The Fed yang lebih hawkish yang terlihat di dotplot arah suku bunga acuan. Dalam outlook Maret, ada empat anggota Komite Pembuat Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) yang menilai suku bunga acuan sudah bisa naik pada 2022. Kemudian tujuh anggota lain berpendapat Federal Funds Rate baru bisa naik pada 2023.
Dalam proyeksi Juni, komposisi ini berubah. Kini ada tujuh anggota FOMC yang menilai suku bunga sudah bisa naik tahun depan dan 13 anggota berpendapat kenaikan Federal Funds Rate terjadi pada 2023.
![]() |
Kashkari termasuk golongan minoritas anggota FOMC yang masih mempertahankan sikap dovish. Menurutnya, suku bunga acuan tidak perlu naik sampai akhir 2023. Suku bunga rendah akan merangsang dunia usaha untuk berekspansi sehingga menciptakan lapangan kerja bagi rakyat AS yang masih menganggur akibat dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
"Saya rasa Bapak Ketua (Jerome 'Jay' Powell) sudah menyampaikan dengan jelas. Kami sedang menjalani tahap diskusi dan melihat data untuk membuat penyesuaian kebijakan yang hati-hati," kata Kashkari.
Kashkari berpendapat data yang ada saat ini belum cukup untuk secara terang-benderang mengumumkan perubahan kebijakan. Dia menilai setidaknya butuh data sampai September dan bulan-bulan berikutnya untuk menentukan apakah pasar tenaga kerja benar-benar sudah membaik.
Pandangan Kashkari tersebut meredakan isu tapering yang pekan lalu sangat kuat. Ini membantu meningkatkan minat investor terhadap aset-aset berisiko.
Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
(aji/aji)