Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air menunjukkan tajinya pada perdagangan Kamis (10/6) kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak hampir 1%, kemudian diikuti oleh penguatan tipis rupiah dan kenaikan harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN).
IHSG ditutup dengan apresiasi 0,99% ke level 6.107,53 pada perdagangan kemarin. Indeks acuan pasar modal sukses ditutup menembus level psikologis 6.100.
Nilai transaksi IHSG kemarin sebesar Rp 12 triliun dan terpantau investor asing membeli bersih Rp 239 miliar di pasar reguler. Tercatat 267 saham melesat, 201 terkoreksi, sisanya 177 stagnan.
Bank Indonesia (BI) lagi-lagi membawa kabar gembira. Setelah kemarin mengumumkan hasil Survei Konsumen yang oke punya, hari ini MH Thamrin merilis hasil Survei Penjualan Eceran yang tidak kalah keren.
BI melaporkan, penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada April 2021 berada di 220,4. Naik 17,3% dibandingkan bulan sebelumnya (month-month/mtm) dan 15,6% dari April 2020 (year-on-year/yoy).
Kali terakhir penjualan ritel mampu tumbuh positif secara tahunan adalah pada November 2019. Artinya, kontraksi sudah terjadi selama 16 bulan beruntun dan baru terputus bulan ini.
"Responden menyampaikan peningkatan kinerja penjualan eceran didorong meningkatnya permintaan selama Ramadan didukung berbagai program potongan harga (diskon). Peningkatan penjualan terjadi pada mayoritas kelompok komoditas yang disurvei, terutama Subkelompok Sandang, Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau serta Kelompok Bahan Bakar Kendaraan Bermotor," sebut laporan BI.
Pada Mei 2021, penjualan ritel diperkirakan mampu kembali tumbuh positif baik secara bulanan maupun tahunan. BI memperkirakan IPR Mei 2021 sebesar 223,9, naik 1,6% mtm dan 12,9% yoy.
Sementara, rupiah akhirnya menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin. Padahal, di awal perdagangan rupiah sempat menguat cukup tajam.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07%, setelahnya sempat stagnan di Rp 14.250/US$. Tidak lama, rupiah kembali ke zona merah, menguat hingga 0,25% ke Rp 14.215/US$.
Sayangnya, level tersebut menjadi yang terkuat hari ini, setelahnya rupiah memangkas penguatan dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.245/US$ atau menguat 0,04%.
Pelaku pasar menanti rilis data inflasi AS pada Kamis malam, yang bisa memberikan gambaran bagaimana "nasib" isu taper tantrum membuat laju penguatan rupiah tertahan.
Inflasi merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) untuk melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).
Tapering merupakan isu utama yang ditakutkan pelaku pasar karena dapat menimbulkan gejolak yang disebut taper tantrum. Saat itu terjadi, dolar AS akan sangat kuat, dan rupiah terpukul.
Setali tiga uang, obligasi pemerintah pun menguat. investor kembali memburu SBN pada Kamis, ditandai dengan menurunnya yield SBN acuan di semua tenor. SBN tenor 3 tahun menjadi yang paling terbanyak diburu oleh investor, terlihat dariyield-nya yang mengalami penurunan signifikan, yakni sebesar 9,4 basis poin (bp) ke level 4,7%.
Sementara itu,yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan acuan obligasi negara juga turun signifikan sebesar 9,2 bp ke posisi 6,437% pada kemarin.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Bursa Wall Street kompak menghijau pada penutupan Kamis, seiring data ekonomi Negeri Paman Sam tampaknya mendukung pernyataan the Fed bahwa gelombang kenaikan inflasi saat ini akan bersifat sementara.
Indeks yang berisikan 500 saham blue chip, S&P 500 terkerek 0,47% ke 4.239,30, di atas rekor tertinggi sebelumnya pada 7 Mei lalu ketika ditutup di 4.232,60. Kemudian, indeks Dow Jones juga berhasil naik tipis 0,06% ke 34.466,24 dan indeks yang sarat akan saham-saham teknologi Nasdaq melonjak 0,78% ke posisi 14.020,33.
Departemen Tenaga Kerja mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK/CPI) periode Mei mencapai angka 5% secara tahunan. Ini jauh di atas polling ekonom oleh Dow Jones yang mengestimasikan angka 4,7%. Per April lalu, inflasi naik 4,2% menjadi laju tercepat sejak 2008.
"Angka inflasi ini sepertinya tak akan mengubah narasi secara dramatis dan masih ada indikasi bahwa momentum inflasi akan melandai dalam beberapa bulan," tutur Adam Crisafulli, pendiri Vital Knowledge dalam laporan riset yang dikutip CNBC international.
Banyak ekonom menganalisis kenaikan inflasi tersebut dipengaruhi harga mobil bekas yang naik lebih dari 7%, dan menyumbang sepertiga pertumbuhan IHK, menurut BLS. Kenaikan ini merupakan fenomena sesaat terkait dengan pandemi dan suplai mobil bekas.
"Awal minggu ini kita mengalami hari-hari pasar yang sangat membosankan karena kita semua memperhatikan laporan CPI ini," kata Ryan Detrick, ahli strategi pasar senior di LPL Financial di Charlotte, North Carolina.
"Tetapi, begitu orang melihat ke bawah permukaan, sebagian besar inflasi yang lebih tinggi disebabkan oleh pembukaan [aktivitas ekonomi] kembali, dan saham mengalami reli yang melegakan."
"Pasar merespons dengan tenang karena menyadari ekonomi secara keseluruhan tidak terlalu panas," tambah Detrick.
Di sisi lain, klaim tunjangan pengangguran baru per pekan lalu mencapai 376.000 unit, atau mirip dengan estimasi Dow Jones sebesar 370.000. Ini masih merupakan level yang terendah di era pandemi.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebelumnya memperkirakan bahwa kenaikan inflasi tidak akan terjadi secara permanen, karena hanya ditopang oleh stimulus. Jika memang faktor sesaat seperti dinamika pasar mobil bekas menjadi pemicunya, maka kekhawatiran taper pun mereda.
Selain itu, komite DPR AS mengesahkan RUU pengeluaran infrastruktur senilai U$ 547 miliar yang menargetkan transportasi permukaan (surface), mengadopsi beberapa proposal Presiden Joe Biden sebagai bagian dari paket infrastrukturnya yang lebih umum senilai US$ 2,3 triliun.
Namun, sektor-sektor yang mendapat keuntungan dari belanja infrastruktur malah melorot di akhir perdagangan. Indeks sektor industri S&P 500 dan transportasi masing-masing terkoreksi 0,5% dan 0,7%.
Kemudian, di antara 11 sektor utama S&P 500, sektor layanan kesehatan (.SPXHC) menikmati persentase kenaikan terbesar, yakni 1,69%.
Tetapi sektor keuangan (.SPSY) yang sensitif terhadap sentimen suku bunga turun paling banyak, sebesar 1,1% karena kenaikan imbal hasil Treasury AS membebani sektor ini.
Saham-saham 'meme' yang ramai dibicarakan di forum Reddit ambles pada perdagangan kemarin.
GameStop Corp, misalnya, anjlok 27,2% seiring kabar perusahaan pengecer videogame itu mungkin akan menjual saham baru.
Saham lain yang diuntungkan dari reli short-squeeze ala investor ritel, termasuk Clover Health Investments Corp, AMC Entertainment Holdings, Bed Bath & Beyond Inc dan GEO Group, juga turun, yakni antara 8% dan 19%.
Short-squeeze ialah sebutan untuk lonjakan signifikan harga saham dalam jangka pendek yang terjadi ketika para pelaku jual kosong (short-selling) dipaksa untuk menutup posisinya sekaligus dengan membeli saham.
Sesuai perjanjian awal, pelaku short sell--yang meminjam saham dari broker di harga tinggi dan berharap cuan ketika harganya turun karena membayar utangnya di harga rendah--wajib membayar kewajibannya dengan harga pasar yang lagi membumbung tinggi.
Adapun saham Pfizer Inc terkerek 2,2% di tengah kabar bahwa AS akan membayar produsen obat itu sekitar US $3,5 miliar untuk 500 juta dosis vaksin Covid-19 yang nantinya bakal disumbangkan ke 100 negara berpenghasilan terendah.
Sentimen pasar hari ini bakal didominasi oleh data dari luar negeri. Dari dalam negeri, akan ada gelaran rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) dari sejumlah emiten (lihat halaman 4).
Selanjutnya, pada pukul 13.00 WIB, akan ada rilis data harga grosir bulanan dan tahunan Jerman periode Mei.
Harga grosir di Jerman meningkat 7,2 persen secara tahunan pada April 2021, kenaikan terbesar sejak Maret 2011, menyusul lonjakan 4,4 persen pada bulan sebelumnya. Secara bulanan, harga grosir naik 1,1 persen, turun dari kenaikan 1,7 persen di bulan Maret.
Pasar meramal, harga grosir April akan sebesar 0,6% secara bulanan dan 8,4% secara tahunan.
Pada jam yang sama, dari Negeri Ratu Elizabeth II, Britania Raya, Kantor Statistik Nasional (ONS) akan merilis data neraca dagang per April 2021. Pasar memprediksi Britania Raya akan mengalami defisit dagang £ 3,2 miliar, lebih tinggi dari defisit bulan Maret. Sebelumnya defisit perdagangan Inggris naik menjadi £ 2,0 miliar pada Maret 2021 dari defisit £ 0,9 miliar di bulan sebelumnya.
Tidak ketinggalan, pelaku pasar juga akan mencerna hasil rilis data inflasi AS yang diumumkan pada Kamis malam, yang tetap membuat Wall Street semringah.
Seperti dijelaskan pada halaman sebelumnya, dalam rentang 12 bulan hingga Mei, IHK AS meningkat 5,0%. Ini merupakan peningkatan secara tahunan terbesar sejak Agustus 2008, dan berada di atas kenaikan 4,2% pada bulan April.
Menurut analis, lonjakan ini sebagian mencerminkan low base effect, di mana pada musim semi lalu angkanya jauh lebih rendah. Ini berarti, perubahan angka sedikit saja pada perhitungan terbaru bisa menghasilkan presentase pertumbuhan yang signifikan. Analis memperkirakan low base effect ini akan turun pada bulan Juni.
"Saya pikir ada banyak orang yang menahan diri, yang ingin melihat angka inflasi yang lebih panas," kata Jim Cramer dari CNBC di program "Squawk on the Street."
"Sekarang mereka berkata, 'Oke, sekarang sudah selesai. Mari kita beli.' Karena mereka sedang berada di pinggir lapangan dan mereka ingin masuk," imbuhnya.
Kekhawatiran lonjakan inflasi telah menjadi sentimen negatif bagi pasar saham pada bulan lalu, seiring investor khawatir lonjakan harga akan menaikkan biaya bagi perusahaan, memicu kenaikan suku bunga dan menyebabkan the Fed menghapus kebijakan uang longgarnya alias easy money policy.
"CPI ini tidak akan mengubah narasi secara dramatis, dan masih ada indikasi bahwa momentum inflasi akan mereda dalam beberapa bulan mendatang," jelas Adam Crisafulli, pendiri Vital Knowledge.
The Fed sebelumnya telah memperkirakan bahwa kenaikan inflasi tidak akan terjadi secara permanen, karena hanya ditopang oleh stimulus. Pasar terbelah antara mereka yang meyakini kebijakan moneter AS segera berbalik, sementara lainnya memprediksi masih ada waktu untuk mempertahankan kebijakan tersebut.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Harga grosir Jerman periode Mei (13.00 WIB)
- Neraca dagang Inggris bulan April (13.00 WIB)
Berikut sejumlah agenda emiten yang akan berlangsung hari ini:
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Mulia Boga Raya (KEJU) (09.00 WIB)
- RUPST Lotte Chemical Titan (FPNI) (09.00 WIB)
- RUPST & Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Temas (TMAS) (10.00 WIB)
- RUPST Victoria Insurance (VINS) (14.00 WIB)
- RUPST Adhi Karya (ADHI) (14.00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA