
Inflasi AS Tembus 5%, Wall Street Ijo, IHSG-Rupiah Ikutan?

Bursa Wall Street kompak menghijau pada penutupan Kamis, seiring data ekonomi Negeri Paman Sam tampaknya mendukung pernyataan the Fed bahwa gelombang kenaikan inflasi saat ini akan bersifat sementara.
Indeks yang berisikan 500 saham blue chip, S&P 500 terkerek 0,47% ke 4.239,30, di atas rekor tertinggi sebelumnya pada 7 Mei lalu ketika ditutup di 4.232,60. Kemudian, indeks Dow Jones juga berhasil naik tipis 0,06% ke 34.466,24 dan indeks yang sarat akan saham-saham teknologi Nasdaq melonjak 0,78% ke posisi 14.020,33.
Departemen Tenaga Kerja mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK/CPI) periode Mei mencapai angka 5% secara tahunan. Ini jauh di atas polling ekonom oleh Dow Jones yang mengestimasikan angka 4,7%. Per April lalu, inflasi naik 4,2% menjadi laju tercepat sejak 2008.
"Angka inflasi ini sepertinya tak akan mengubah narasi secara dramatis dan masih ada indikasi bahwa momentum inflasi akan melandai dalam beberapa bulan," tutur Adam Crisafulli, pendiri Vital Knowledge dalam laporan riset yang dikutip CNBC international.
Banyak ekonom menganalisis kenaikan inflasi tersebut dipengaruhi harga mobil bekas yang naik lebih dari 7%, dan menyumbang sepertiga pertumbuhan IHK, menurut BLS. Kenaikan ini merupakan fenomena sesaat terkait dengan pandemi dan suplai mobil bekas.
"Awal minggu ini kita mengalami hari-hari pasar yang sangat membosankan karena kita semua memperhatikan laporan CPI ini," kata Ryan Detrick, ahli strategi pasar senior di LPL Financial di Charlotte, North Carolina.
"Tetapi, begitu orang melihat ke bawah permukaan, sebagian besar inflasi yang lebih tinggi disebabkan oleh pembukaan [aktivitas ekonomi] kembali, dan saham mengalami reli yang melegakan."
"Pasar merespons dengan tenang karena menyadari ekonomi secara keseluruhan tidak terlalu panas," tambah Detrick.
Di sisi lain, klaim tunjangan pengangguran baru per pekan lalu mencapai 376.000 unit, atau mirip dengan estimasi Dow Jones sebesar 370.000. Ini masih merupakan level yang terendah di era pandemi.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebelumnya memperkirakan bahwa kenaikan inflasi tidak akan terjadi secara permanen, karena hanya ditopang oleh stimulus. Jika memang faktor sesaat seperti dinamika pasar mobil bekas menjadi pemicunya, maka kekhawatiran taper pun mereda.
Selain itu, komite DPR AS mengesahkan RUU pengeluaran infrastruktur senilai U$ 547 miliar yang menargetkan transportasi permukaan (surface), mengadopsi beberapa proposal Presiden Joe Biden sebagai bagian dari paket infrastrukturnya yang lebih umum senilai US$ 2,3 triliun.
Namun, sektor-sektor yang mendapat keuntungan dari belanja infrastruktur malah melorot di akhir perdagangan. Indeks sektor industri S&P 500 dan transportasi masing-masing terkoreksi 0,5% dan 0,7%.
Kemudian, di antara 11 sektor utama S&P 500, sektor layanan kesehatan (.SPXHC) menikmati persentase kenaikan terbesar, yakni 1,69%.
Tetapi sektor keuangan (.SPSY) yang sensitif terhadap sentimen suku bunga turun paling banyak, sebesar 1,1% karena kenaikan imbal hasil Treasury AS membebani sektor ini.
Saham-saham 'meme' yang ramai dibicarakan di forum Reddit ambles pada perdagangan kemarin.
GameStop Corp, misalnya, anjlok 27,2% seiring kabar perusahaan pengecer videogame itu mungkin akan menjual saham baru.
Saham lain yang diuntungkan dari reli short-squeeze ala investor ritel, termasuk Clover Health Investments Corp, AMC Entertainment Holdings, Bed Bath & Beyond Inc dan GEO Group, juga turun, yakni antara 8% dan 19%.
Short-squeeze ialah sebutan untuk lonjakan signifikan harga saham dalam jangka pendek yang terjadi ketika para pelaku jual kosong (short-selling) dipaksa untuk menutup posisinya sekaligus dengan membeli saham.
Sesuai perjanjian awal, pelaku short sell--yang meminjam saham dari broker di harga tinggi dan berharap cuan ketika harganya turun karena membayar utangnya di harga rendah--wajib membayar kewajibannya dengan harga pasar yang lagi membumbung tinggi.
Adapun saham Pfizer Inc terkerek 2,2% di tengah kabar bahwa AS akan membayar produsen obat itu sekitar US $3,5 miliar untuk 500 juta dosis vaksin Covid-19 yang nantinya bakal disumbangkan ke 100 negara berpenghasilan terendah.
(adf/adf)